INDIGO

#Sosok Berwajah Separuh



#Sosok Berwajah Separuh

0Bukan Tantangan Kalau Tidak Tertantang     
0

----------------------     

"Hai!"     

Aku langsung melihat ke arah kaca, pada saat ada yang menyapaku.     

"Bangsaatttt!!!" Aku langsung mengeluarkan makian tersebut disaat ada sosok perempuan bermuka setengah berada di belakangku.     

Aku bertumpuan pada wastafel yang berada di depanku, aku menundukkan kepala, dan menarik nafas dalam-dalam.     

Huhhh sumpah ya, sosok ini membuatku jantungan. Gimana tidak, aku melihat sosok perempuan dengan wajah hanya separuh saja yang tersisa di kepalanya. Wajah bagian kiri sampai bagian rahang pipi bawah sudah tidak ada, hanya ada separuhnya saja yant tersisa di bagian kanan.     

Aku rasa mual sekali, karena melihat daging yang masih bergerak-gerak di wajahnya yang hancur itu dengan warna merah kehitaman, dengan darah yang melumuri pundak bagian kirinya hingga ke bawah.     

"Hai!" sapanya lagi, namun aku tidak kuasa untuk melihatnya. Karena jijik iya, aku sudah gunakan tingkatan ke dua, sosok ini tetap dalam keadaan yang sama tidak berubah sama sekali.     

Aku tidak menjawabnya karena aku rasa lemas kalau sudah melihat sesuatu yang hancur dan apalagi ada darah. Aku paling anti dengan yang namanya darah.     

Ya kamu tahukan kenapa aku bisa sampai phobia sama darah, ya gara-gara kejadian di perempatan itu.     

"Ada apa?" tanyaku sambil menunduk.     

"Tidak apa-apa aku hanya menyapamu saja, aku rasakan energimu kuat sekali, apakah kamu mau berbagi!" jelasnya cepat.     

"Tidak, maaf aku belum bisa!" tolakku dengan tegas.     

"Mengapa demikian!" tanyanya, dan saat itu juga bulu kudukku mulai merinding dan dingin. Dia mendekat ke arahku.     

"Karena aku masih membutuhkan energiku untuk besok pagi!" jawabku agak terbata.     

"Besok pagi?!" tanyanya mengulangi jawabanku.     

Aku tidak menjawab, aku hanya diam di saat dia benar-benar sudah mulai berdiri pas di belakangku. Aku bisa melihat kakinya yang tidak tapak dengan lantai, dan nerawangnya tidak terlalu kelihatan. Kaki kirinya hancur di bagian jemari, seperti keruntuhan sesuatu yang berat hingga melindas atau membuat hancur kakinya.     

Aku langsung melihat ke arah westafel, karena gak kuat melihat kakinya.     

"Berbagilah sedikit energimu!" dia berbisik di telinga sebelah kananku.     

Aku langsung bergidik melihat ke arah kaca, dengan jelas aku melihat wajhanya yang tidak. hancur itu menatap tajam aku di kaca.     

"Minggir, atau kamu akan lenyap!" Seruku sambil mengepalkan tangan.     

"Waduh, waduh berani ya!" jawabnya berbisik dengan halus. Dan detik itu juga aku merasa bahwa ada sesuatu yang ketarik dalam diriku. Aku melihat auraku seperti tersedot ke arahnya, aku tidak berdiam diri. Detik itu juga aki langsung berbalik badan dan memegang pundaknya dengan kedua tanganku.     

Tiba-tiba aku mengucapkan sebuah kalimat seperti mantra yang aku tidak ketahui juga bahasanya, dan kejadian ini mirip sekali dengan apa yang aku lakukan kepada sosok Bajang Kerek pada waktu itu.     

Tak lama setelah itu, muncul kepulan asap tipis di tanganku yang memegang pundaknya. Dia mencoba meronta-ronta dan meminta ampun padaku.     

"Ampuni aku tolong, aku tidak mau lenyap!! Ampuni aku, aku mohon. Aku tidak akan mengganggu lagi!" Serunya sambil merasakan kepanasan yang luar biasa mungkin baginya.     

Aku semakin mencengkeramnya dan tetap mengucapkan kalimat yang aku sebut itu mantra dan anehnya aku menyebutkannya tanpa harus menghafalnya.     

"Ampun!!!" erangnya merengek kepadaku.     

Dan detik itu juga aku langsung melepaskan pegangan eratku dari pundaknya.     

"Sekali lagi kamu mengganggu, maka kamu akan benar-benar lemyap!" seruku tegas padanya sambil menunjuk di wajahnya.     

"Iya, paham. Aku tidak akan mengganggu lagi. Terimakasih!" serunya pelan, dan menghilang di bayang-bayang hitam remangan lampu pijar di hadapanku.     

Aku kembali lagi berkaca dan membasuh mukaku dengan air yang mengalir di westafel. Setelah itu aku langsung memutuskan untuk kembali ke tempat ngumpul, agar di kiranya gak ngilang terus tahu-tahu udah tidur.     

Aku berjalan melalui lorong gelap di sebelah kamarku, aku terkejut pada saat melihat bayangan kepala bertanduk pas di depan kakiku, aku berhenti sebentar dan melihat lurus ke depan. Dan yang benar saja, sosok kepala bertanduk itu sudah berdiri dengan gagah di ujung lorong dengan melihat ke arahku. Aku hanya bisa melihat bayangan hitamnya saja, karena cahaya yang masuk dari ujung lorong membayangi sosok yang berada jauh di depanku ini.     

Aku masih terdiam mematung di lorong sebelah pintu dekat westafel. Aku masih belum memutuskan untuk berjalan atau tidak untuk melaluinya. Aku yang deg degan sendiri jadinya.     

"Awan kemarilah!" aku memanggil Awan untuk menemaniku.     

"Ada apa!" tanya Awan yang berdiri di sampingku. Aku hanya mengisyaratkan untuk melihat ke arah lurus depan ujung lorong, bahwa sudah ada yang menunggu kehadiranku disana.     

"Ada apa dengannya!" tanya Awan bingung.     

"Mangkanya itu aku manggil kamu, karena aku juga bingung dengan sosok itu!" jawabku pelan.     

"Ayo kita jalan bersama-sama kesana!" seru Awan sambil, melangkahkan kaki maju ke depan.     

ahh Okay, tanpa banyak cakap aku pun menyusulnya dengan berjalan di samping kanannya.     

Saat aku dan Awan berjalan dengan pasti mengarah ke depan. Sosok kepala bertanduk itu tiba-tiba mengepalkan tangannya. Okay kita panggil saja dia dengan sebutan Faun, karena itu istilah namanya untuk manusia berkepala kambing dan memiliki tanduk di kepalanya. Pada intinya itu.     

Dia mengepalkan tangannya dengan erat dan mengundurkan diri perlahan. Tunggu bukannya ini sama persis dengan apa yang dia lakukan pada saat berlari ke arahku hingga aku akhirnya terjatuh???.     

Dan benar saja, dia langsung berlari kencang ke arahku dan Awan.     

Aku langsung meminta Awan untuk langsung bersandar di dinding lorong pada saat dia berlari melalui kita. Aku juga dengan posisi yang sama, yaitu menyadarkan badan ke dinding lorong sambil berhadapan dengan Awan..     

Huhhh, aku membuang nafas keras pada saat sosok itu sudah melewatiku dan berlari menuju ke ujung lorong.     

Saat aku melihatnya, yang di tangkap pun masih sama seperti yang sebelumnya.     

Sosok Perempuan kerdik berambut panjang.     

Hmmm tunggu dulu, ini kedua kalinya sosok Faun itu menangkap Sosok Kerdil yang berada di belakangku.     

Dengan kejadian yang sama persis ini, apakah aku di ikuti selalu oleh perempuan kerdil itu?     

Karena yang dari tadi di lakukan oleh Faun itu adalah berlari ke arahku dan pada akhirnya menangkap sosok perempuan kerdil itu dengan menentengnya di bagian rambut panjangnya.     

Ini kejadian yang bukan tidak di sengaja, namun ini kejadian rasanya sudah di planingkan.     

Ada apa ini sebenernya, apakah aku benar-benar di ikuti oleh sosok perempuan kerdil itu? atau sosok Faun ini yang memang sengaja menggangguku.     

Aku langsung memalingkan wajahku dan berjalan kembali bersama Awan menuju ke tempat dimana sebelumnya, kita ngumpul-ngumpul.     

"Dasar aneh!" seru Awan jengkel.     

"Maksudnya apa Wan?" aku lantas bertanya denga agak serius padanya.     

"Ya, si sosok Faun tadi itu kan gak jelas. Lari ke arah kita, sampai di lorong dia cuma diam!" seru Awan sambil menggelengkan kepalanya.     

"Ohh!" aku hanya menjawabnya singkat, karena aku juga merasa seperti itu. Namun ada yang berbeda disini... Apakah Awan tidak melihat sosok perempuan kerdil itu? Apakah memang iya? Pantas saja dari kemaren aku di bilang aneh sama dia, karena dia tidak melihat sosok kerdil itu dan akhirnya gak jelas mengungkapkan sesuatu yang gak jelas juga.     

Mengapa kok Awan tidak melihatnya, hanya itu yang sekarang menggelitik pikiranku, mengapa bisa?     

-----------------------     

Waktunya Untuk Mengeksplor Diri     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.