INDIGO

#Rani



#Rani

0Jangan Pernah Mencoba Hal Yang Di Anggap Pamali     
0

--------------------     

"Rani dengarkan aku!" ku memintanya agar fokus dengan suaraku.     

Dia hanya melihatku sayu.     

"Tolong aku!" rengek Rani, sambil melihatku melas.     

Aku kasihan sekali dengannya, di usianya yang sangat muda dia harus mengalami hal yang tidak di inginkan oleh kebanyakan anak pada umumnya. Bukan hanya anak pada umumnya, namun semua umat manusia.     

"Kamu tetap disana ya,  jangan kemana-mana. Aku akan menolongmu!"     

Ku sampaikan padanya kemauanku untuk membantunya. Dia hanya menganggukkan kepalanya pelan.     

"Awan tolong ajak dia menepi di pohon besar itu!" ku meminta Awan agar bisa membawa Rani menuju ke pohon besar di tepi jalan.     

"Dan pastikan bahwa dia mendingan disitu aja nunggu di pohon itu!" tambahku sebelum Awan meninggalkan tempat.     

"Okay Bro!" jawabnya singkat.     

Tak butuh waktu lama, Awan sudah berada di sampingnya Rani. Dan karena jauh, aku mencoba mendengar perbincangan mereka...     

"Siapa kamu!" tanya Rani, khawatir.     

"Aku Awan, kakaknya Ejh. Anak yang ngobrol sama kamu tadi!" jawab Awan.     

"Aku harus apa?" tanya Rani sambil melihat sekelilingnya bingung.     

"Ayo ikut aku menuju ke pohon besar itu. Tinggalah di sana terlebih dahulu!" jelas Awan sambil menunjuk ke arah pohon besar pinggir jalan lalu memegangi pundak Rani dengan halus.     

Rani hanya menganggukkan kepalanya pelan.     

"Pak berhenti bentar ya, aku mau beli minum!" ku meminta untuk angkot di berhentikan sebentar tepat di sebelahnya tempat kejadian. Karena aku harus mengurus ini sebentar.     

"Jangan lama-lama ya Ejh!" teriak kak Lipa dari dalam mobil.     

"Iya kak siap!" ku memberikan jempol sambil berlari menepi ke tempat jajanan pasar yang ada di tepi jalan.     

Pada waktu yang lainnya sibuk ngobrol di dalam angkot. Aku langsung menepikan diri menuju ke pohon besar itu untuk menemui Awan dan Rani.     

"Bagaiman Wan?" tanyaku pada Awan yang kelihatanya sedang ngobrol bersama dengan Rani.     

"Iya udah aku bilangin, untuk tetap tinggal di sini aja terlebih dahulu. Aku juga bilang untuk bisa mengontrol dirinya. Jangan sampai menampakkan diri kepada orang lain, tanpa dis sadari. Karena dia belum tahu cara mengontrolnya!" jelas Awan.     

"Okay, Wan!"     

"Rani, kamu disini dulu ya. Jaga diri baik-baik. Tenang saja nanti aku akan kemari lagi untuk menemuimu, setelah aku ibadah dari Wagir" ucapku perlahan padanya     

"Iya, jangan lama-lama!" balasnya dengan ekspresi memelas.     

Tak lama setelah aku ngobrol dengan Rani, tiba-tiba aku merasakan hal yang aneh di sekitarku.     

Angin yang berhembus dingin, dan dinginnya itu seperti menusuk ke dalam tulang. Aku melihat sekeliling.     

"Ejh ada apa?" Awan bertanya padaku bingung.     

"Hmm aku rasa ada yang tidak beres di sekitar sini!" jawabku sambil masih melihat sekeliling sekitar pohon besar ini. Dengan tidak sengaja aku melihat ada seseorang bapak-bapak yang berhenti di tengah-tengah jalan pas di tempat dimana Rani meninggal.     

Bapak-bapak itu kelihatan sibuk dengan barang yang ada di jok depan motornya. Ku menyipitkan mata dan melihat dia sedang memotong sesuatu berwarna hijau. Dia memotongnya dengan cepat, dan di belah menjadi dua. Tak lama setelah itu dia seperti memeras sesuatu yang berwarna hijau itu di tempat dia berhenti.     

Sesuatu yang di peras itu mengeluarkan sebuah carian dan membasahi bekas darah dari Rani.     

Spontan aku membelalakan mata dan langsung berlari menuju ke tengah jalan raya dimana bapak itu berhenti.     

"Awan jaga Rani jangan sampai pergi dari situ!" ku berteriak kepada Awan.     

Belum sampai aku menghampiri bapak itu, dia sudah keburu pergi dan menancap gas motor dengan cepat. Aku berhenti di atas darah bekas dari Rani.     

Dan aku melihat sebuah carian yang berada di atasnya. Tidak lain tidak bukan, itu adalah sebuah Jeruk Nipis.     

Aku hanya bisa berdiri mematung di tengah jalan melihat bapak itu semakin lama kian menghilang dari pandanganku...     

Mengapa dia lakukan ini...     

Ini hanya akan menyakiti Rani.     

Kumenoleh ke arah Awan dan aku juga melihat bahwa Rani hanya diam tertunduk dengan tangan mengepal dengan erat.     

Gawat...     

Aku langsung berlari menuju ke arah diaman mereka berdua berdiri.     

Awan hanya diam, melihat tingkah aneh Rani.     

"AWAN TINGGALKAN DIA SEKARANG!!!" ku membentak kepada Awan. Dan detik itu juga Awan langsung menghilang dari hadapannya Rani.     

Pada saat aku berlari aku merasakan ada sebuah hawa berbeda masuk ke dalam tubuhku.     

"Ini aku tenang saja!" ucap Awan dalam pikiranku.     

Tak lama setelah aku sampai di tepi jalan.     

Sosok Rani menjadi sosok yang sangat berbeda, aku bisa melihat aura kemarahan sangat besar darinya  dan aku sudah bukan melihat sosok Rani di hadapanku. Melainkan sosok arwah yang ingin membalas sebuah dendam.     

Aku memundurkan diri jauh dari dimana Rani berdiri.     

"Ejh ayo buruan, keburu siang nih!" teriak kak Lipa dari dalam angkot.     

Aura gelap yang menyelimuti Rani kian lama semakin menjadi.     

Aduh aku harus bagaimana ini...     

Ini adalah sesuatu yang sangat berbahaya. Kalau kamu belum tahu mengapa aku langsung panik di saat ada bapak-bapak berhenti dan memeras sebuah jeruk nipis di atas darah kering punya Rani. Karena di saat ada orang yang baru saja meninggal dengan tidak wajar. Dan meninggalkan sebuah jejak seperti contohnya darah di tempat kejadian.  Maka itu sangat rawan sekali kalau tidak segera di bersihkan, karena konon katanya di saat ada yang memeras jeruk nipis di darah orang yang meninggal itu. Maka arwahnya akan menjadi gentayangan dan bisa juga menuntut sebuah balas dendam kepada yang membunuh nya.     

Dan ini kejadian yang baru pertama kali aku lihat, bahwa itu benar apa adanya.     

-Jangan pernah lakukan itu kepada siapapun kalau kamu tahu kejadian itu-     

Rani berubah dengan sosok yang sangat berbeda. Dia bukan Rani lagi yang aku kenal beberapa menit lalu, melainkan dia berubah menjadi sosok yang sudah di penuhi oleh kemarahan dan dendam membara darinya.     

Aku berlari dan bergegas menuju ke angkot.     

Melihatnya yang sudah berubah menjadi-jadi.     

Aku menyingkirkan diri darinya karena aku takut, kalau aku juga kena imbas darinya.     

Karena dia sudah tidak bisa berpikir dan mengontrol dirinya, dia akan menibas siapa aja yang menghalangi langkahnya. Dia memang bukan Jin. Namun ketika itu terjadi saat ini, dia bisa menjadi lebih dari Jin. Dia setan yang murka.     

"Kak ayo wes jalan!" aku masuk mobil dengan buru-buru dan langsung meminta untuk melanjutkan perjalanan.     

"Bentar ya, pak supir e jek ke toilet!" jawab kak Lipa.     

"Ya elah!!! Gawat iki!" cetusku greget.     

"Kenapa Ejh? Apanya yang gawat?" kak Lipa langsung menodongku dengan pertanyaannya.     

"Ahh gak kak, gak papa!"     

Aku bingung bukan main, karena aku takut dia murka dan menuju kesini.     

Aku melihatnya dari dalam angkot.     

Dia terbang dan merentangkan kedua tangannya ke atas.     

Tak lama setelah itu dia melayang menuju ke arah dimana dia kecelakaan.     

Dan tempat itu berada pas di sebelah kami parkir sekarang.     

Dia melewati atas angkot dengan perlahan.     

Matanya yang sebelumnya masih normal, sudah berubah menajdi putih semuanya. Dia sudah buta akan manusiawi. Maaf bukan bermaksud kalau dia masih hidup. Tapi aku gak tahu apa istilahnya dari bahasanya itu.     

Aku hanya diam melihatnya melewati atas angkot kami.     

Dan sekarang dia sudah berdiri di atas dimana dia kecelakaan.     

Darah kering yang berada jalan itu tiba-tiba mencair dan terangkat bergabung menyatu dalam tubuh Rani sekarang.     

Dia melihat ke arahku dengan tatapan tajam.     

---------------------     

Itu bukan Rani yang ku tahu...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.