Cinta yang salah

Part 5



Part 5

0  Apakah aku terlalu kasar padanya?    
0

  Bagaimana ini, aku merasa benar benar melukainya.    

  "Cupp" ku kecup bibir kak Verra.    

  Kak Verra hanya diam tak membalas ciumanku.    

  Tak berapa lama ku lepaskan ciumanku.    

  "Maafkan Rania, kak."    

  "Rania sayang kakak, Rania gak mau liat air mata kakak."    

  "Hatiku hancur kak melihat air mata kakak mengalir." Ucapku sambil sengugukan.    

  "Maafkan kakak juga Ran."    

  "Kakak janji takkan menyentuh Rania, kakak akan menyentuh jika Rania memperbolehkan kakak." Jawabnya.    

  "Kak."    

  "Kenapa sayang?" Jawabnya serak sisa menangis tadi.    

  "Apakah cinta ini harus melakukan itu? Apakah itu akan merusak keperawananku?" Tanyaku polos.    

  "Entahlah Ran, kakak tak pernah pacaran dengan gadis yang normal."    

  "Kamu satu satunya gadis yang normal di kehidupan kakak, setiap hari kakak menyesali ini. Tapi kakak tak mampu melupakan cinta ini."jelas kak Verra.    

  "Setau kakak, perawanmu takkan rusak jika kita tidak menggunakan dildo atau bermain kasar." Jelasnya lagi.    

  "Apa itu dildo kak?" Tanyaku polos.    

  "Mainan sex Ran, sudah jangan di bahas, kakak takkan menggunakan itu."    

  "Kakak tak mau merusak mu, kakak hanya mau mencintaimu dan menerima kasih sayangmu." Ucapnya seraya tersenyum.    

  "Apakah kita berbaikan?" Tanya kak Verra.    

  "Kita tak bertengkar kak, kenapa harus berbaikan?" Tanyaku.    

  "Kakak mencintaimu Ran." Ucap kak Verra sambil memelukku erat.    

  Jam menujukkan pukul 7.00 aku harus segera ke sekolah agar tak terlambat.    

  Dengan cepat kak Verra bangun dari duduknya dan menarikku agar cepat berdiri.    

  "Kak." Panggilku pada kak Verra.    

  "Kenapa sayang?" Jawabnya.    

  "Apakah kakak tak mau mencium keningku?" Tanyaku centil.    

  "Anak ini, sudah hampir terlambat masih saja genit." Ucapnya kemudian mencium keningku.    

  Aku bergegas mengambil tas dan memakai sepatu lalu mengunci pintu kamar ku.    

  Kami berjalan setengah berlari menuju sekolah.    

  Anak anak melirik ke arah kami berdua dengan tatapan aneh.    

  Tapi aku tak mengubrisnya.    

  Biarkan saja mereka begitu, aku tak perduli.    

  Sesampainya di kelas aku langsung duduk dan mengeluarkan buku untuk jam pertama.    

  "Ran, apa benar kamu berpacaran dengan kak Verra?" Tanya Jessica membuatku tersentak.    

  'dari mana dia tau?' batinku.    

  "Jangan ngasal Jess. Nanti di kira anak anak yang lain beneran." Bisikku.    

  "Tapi Ran, tadi Randi menunjukkan foto kamu dan kak Verra berpelukan di kamarmu." Jawab Jessica setengah berbisik.    

  "Apakah guru melihat foto itu?" Tanyaku.    

  "Entahlah Ran, aku tak tau." Jawab Jessica ragu.    

  "Bagaimana ini? Apakah berpelukan membuktikanku berpacaran dengan kak Verra? Ini tak adil bagiku Jess." Kilahku.    

  "Maaf Ran, lehermu mengapa ada bekas merah?" Tanya Jessica.    

  "Merah bagaimana Jess?" Tanya balikku padanya.    

  "Ini. Seperti bekas cup*ngan." Ucap Jessica seraya menujuk ke arah berkas merah itu.    

  Tiba tiba Nia berlari menujuku dan memberikanku plester luka.    

  "Untuk apa ini Nia?" Tanyaku.    

  "Diam Ran, kalau tidak kamu akan kena masalah." Ujarnya setengah ngosngosan.    

  "Ada apa ini Nia?" Tanyaku lagi.    

  "Apakah kamu tak sadar Ran? Randi itu suka kamu."    

  "Makanya dia tega beginiin kamu, karena dia ngerasa kamu ngehianati dia." Jelas Nia.    

  "Apa!" Ujarku terkejut.    

  "Bagaimana bisa aku menghianati dia? Sedangkan dia bukan siapa siapaku Nia." Ucapku dan tak terasa air mata mengalir di pipiku.    

  "Entahlah Ran " jawabnya pasrah.    

  "Dimana Randi?" Tanyaku pada sahabat sahabatku.    

  "Dia di kantin Ran." Jawab mereka lemas.    

  Aku berjalan meninggalkan mereka.    

  Aku berjalan sedikit berlari dengan air mata yang terus mengalir.    

  Ku temukan biang masalahku saat ini.    

  "Ran!!!" Bentakku padanya.    

  "Ada apa sayang?" Godanya.    

  "Berhenti bersandiwara Ran."    

  "Apa maksudmu menyebar berita itu!" Tanyaku.    

  "Itu benarkan sayang? Ayolah berhenti berakting." Jawab Randi sambil nyengir licik.    

  "Jaga mulutmu Di." Bentakku.    

  "Kamu mau apa sayang? Itulah kenyataannya. Kamu tak bisa lari." Ujarnya.    

  "Apa yang kamu inginkan Di? Jangan permalukanku." Ucapku merendahkan nada biacaraku.    

  "Aku mau kamu." Bisiknya di telingaku.    

  "Maksudmu apa Di?" Bentakku lagi.    

  "Stttt... Nona jangan berteriak terus, itu membuatku semakin marah padamu. Pada penghianatanmu." Ujarnya.    

  "Penghianatan? Apa maksudmu?" Tanya ku.    

  "Kamu menyukaiku kan? Lalu kenapa kamu malah berpacaran dengan si lesb*an itu" ujarnya.    

  "Aku tak suka pada mu Randi." Jelasku.    

  "Lalu perhatianmu selama ini apa?" Tanya nya.    

  "Aku hanya mengangap mu teman Di, tak lebih." Jelasku lagi.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.