LUDUS & PRAGMA

6. Ludus, Si playboy brengsek tak tahu diri.



6. Ludus, Si playboy brengsek tak tahu diri.

0  Adam Liandra Kin, begitulah susunan nama yang menjadi identitas pada seragam putih abu-abu yang dikenakan remaja bertubuh atletis dengan otot pepak, dan berani taruhan jikalau roti sobek adalah bentuk otot perut datarnya itu. Arka maupun Candra memang tak mengenal baik siapa itu Adam. Namun, yang mereka tahu hanyalah Adam itu seorang playboy yang suka mengencani banyak gadis berwajah cantik dari media sosial maupun dari lingkungannya sekitar. Ada yang bercerita. Mengenalkan nama-nama gadis yang pernah ia dekati dengan menyebutkan nama, asal sekolah, alamat rumah, dan media sosial yang dipunyai si gadis-gadis itu—sudah seperti identitas perkenalan semasa duduk di bangku sekolah saja.     
0

  Dan jujur saja, semua yang didekati Adam atau mendekati remaja berperingai sedikit brengsek itu adalah mereka-mereka yang bermodalkan wajah dan body yang mumpuni. Seperti Kayla Jovanka saat ini. Gadis itu bisa dibilang cantik dengan mata sipit dan semburat wajah oriental yang saat Adam tanya, wajah itu ia dapatkan dari sang ibu yang berketurunan asli China. Jika dideskripsikan, beginilah wajah ayu dari Kayla Jovanka.    

  Matanya sipit seperti mata kucing. Hidungnya runcing dan bibirnya tipis setipis rambut pekat lurus yang jatuh tepat di atas pundak kecilnya. Tubuhnya tinggi meskipun tak setinggi Adam. Jikalau gadis itu berdiri, hanya sampai telinga remaja jangkung yang sekaligus teman sekelas itu. Dagunya lancip dan garis rahangnya tegas. Sepasang lensa pekat yang teduh jikalau memandang si lawan bicara. Ada satu tahi lalat kecil di sudut mata kirinya. Sekilas seperti menjadi satu dengan alis bulan sabit yang indah melengkung di atas kelopak matanya. Kekurangan dari si gadis anggun cantik jelita ini adalah, ia tak seksi. Tak seperti gadis-gadis yang dulunya dekat dengan Adam. Juga, tak se-seksi Davira Faranisa.    

  Bagaimana Kayla bisa dekat dengan Adam?     

  Ceritanya sangat singkat jika diambil intinya saja. Katakan saja semacam cinta sebab tak sengaja saling menubruk. Bukan hanya raga yang jatuh, namun juga hati dan perasaan. Sekilas pandang wajah ayu Kayla mencuri perhatian seorang Adam Liandra Kin. Wajah cantik yang tetap cantik meskipun sinar surya mencoba membakar permukaannya. Sedikit memerah, tapi itu membuat Kayla bak anak babi lucu yang menggemaskan. Katakan saja, se-'buluk' apapun keadannya, Kayla Jovanka tetap cantik dengan wajah campurannya.    

  Setelah insiden tabrak menabrak di hari kedua masa orientasi siswa baru saat itu, Adam terus membidik Kayla sebagai 'target'nya setelah lama vakum dari dunia keplayboy-annya. Brengsek memang tujuan awal dari remaja satu itu. Akan tetapi, siapa sangka bahwa setelah mencoba mendekati Kayla, Adam merasa nyaman dan ingin terus berbicangan ringan dengan si gadis. Hingga ia melupakan waktu kadangkala.    

  "Lo suka sama Arka-nya atau sama cewek yang baru aja masuk ke koperasi?" sela Kayla bertanya kala Adam terus saja memusatkan tatapannya pada punggung Arka.    

  Adam menoleh. Tercengir kuda kemudian mengacak puncak kepala Kayla. "Suka kamu," sahutnya sembari kini menurunkan tangan berototnya dan mencubit pipi kiri Kayla.    

  Aw! Sangat manis dan menggemaskan kelakuan mereka berdua.    

  "Cih, dasar playboy!" gerutu Kayla menepuk perlahan pundak Adam.     

  Kemesraan itu mereka lakukan di sisi lapangan basket. Ya di sisi lapangan yang bisa membuat siapapun melihat dengan jelas sikap manja yang dilakukan oleh Kayla Jovanka. Bagi mereka si-fans, itu adalah momen indah yang layak diberikan apresiasi berupa tepuk tangan dan sorakan yang meriah. Namun, bagi mereka si-haters yang iri dengan berkah yang diterima Kayla Jovanka—bisa menjadi gadis terpilih yang dekat dengan Adam Liandra Kin— hanya bisa memanyunkan bibirnya sembari menajamkan tatapannya. Menahan umpatan gila yang ini keluar untuk memberi sumpah serapah pada si gadis—Kayla Jovanka.    

  "Katanya mau ke perpustakaan," tutur Adam kemudian. Gadis di sisinya mengangguk. Samar bibir merah mudanya berucap kata iya kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Adam mengiringi. Menyamakan langkah dengan si gadis yang kini hanya menatap lurus ke depan.     

  "Eh, Dek Adam ya?" kata seniornya menyala. Adam menghentikam langkahnya kala tiga gadis berjajar rapi menghadang jalannya.     

  "Kamu kapten baru yang gantiin Mas Fadel 'kan?" tanya lagi. Adam mengangguk.    

  "Aku dulu official basket yang ngurusin anggota baru serta semua keperluan basket untuk tanding, merekrut anggota baru juga." Gadis itu menjelaskan. Adam yang mendengarkan hanya manggut-manggut sebab dirinya sendiri pun tak tahu harus menjawab apa untuk meladeni seniornya ini.    

  "Aku mau bicarain sesuatu tentang ini sama kamu, sepulang sekolah bisa ketemuan?"     

  Adam menatapnya, Ah bukan, bukan untuk menatap parasnya, tapi menatap tubuh seksi penuh dengan 'godaan' itu.     

  "B--bisa," sahut Adam lirih.     

  Kayla melirik Adam sinis. Persetanan memang remaja ini. Entah bagaimana bisa ia menjadi playboy di usianya yang masih bisa dibilang baru ingin menginjak masa benar-benar remaja. Sebab Adam baru saja berulang tahun bulan lalu tepat sebelum dirinya dinyatakann sebagai siswa di SMA Amerta Bintari. Ya, Adam baru saja berusia 17. Akan tetapi peringai remaja ini sudah seperti iblis penggoda saja.    

  "Nanti aku ke kelas kakak. Nama kakak siapa?" lanjut Adam kemudian.     

  Gadis itu tersenyum sembari mengulurkan tangannya. "Lalita Rahmawati. Panggil aja Lita, aku dari kelas 12-IPA3. Kalau canggung sebab di sana banyak senior nantinya, tunggu aja di depan gerbang parkian biasa. Aku bakalan ke sana nanti," katanya menjelaskan.     

  Adam meraih uluran tangan itu. "Adam Liandra Kin, panggil aja Adam."     

  Kayla berdecak. Serius, ia ingin mencekik gadis yang juga seniornya di sekolah ini sampai mampus. Menyeret tubuhnya ke tepi pantai dan melemparnya ke tengah-tengah. Biarkan tubuh semampai nan seksi yang menyebalkan itu habis dimakan ikan hiu.    

  "Oh ya, ini siapa?" tanyanya berbasa-basi.    

  Wah! Gadis brengsek ini sedang mengulur waktu untuk terus bisa berbincang dengan Adam rupanya.    

  Adam menoleh pada Kayla yang hanya tersenyum kecut untuk pertanyaan dari senior genitnya itu.    

  "Temen sekelas aku," jawab Adam tersenyum ringan. Kayla menatapnya. Kecut, kalimat dari Adam itu terdengar kecut jika bisa dirasakan oleh indera perasanya. Sayangnya, tak bisa. Hanya perasaannya saja yang bisa mengekspresikan bahwa Kayla masih dianggap teman biasa oleh seorang Adam Liandra Kin, dan perasaan yang dihasilkan sesaat setelah mendengar kalimat Adam adalah, sesak.     

  Adam tak salah sih, sebab dirinya—Kayla— memang tidak pernah mendengar kata cinta untuk menyatakan perasaannya terucap dari mulut seorang Adam. Toh juga, mereka baru dekat beberapa minggu ini. Kiranya hampir dua bulan setelah masa orientasi siswa selesai dilaksanakan.     

  "Oh begitu ya, aku kira pacar kamu."     

  Remaja tampan itu menggeleng samar dengan senyum khas yang menampilkan lesung di pipi kirinya.    

  "Ya udah deh gitu aja. Aku tunggu sepulang sekolah ya, Dek."    

  Dak dek dak dek, palalu ambyar! Sumpah demi kiki kucing kesayangannya bahwa Kayla ingin mengunduli rambut senior genitnya itu.     

  Adam mengangguk. Membiarkan ketiga gadis yang menghandangnya tadi berlalu pergi menuju sebuah lorong yang ramai dengan para seniornya. Sesekali ia melirik Kayla yang masih mengerutkan bibi merah mudanya. Kayla kesal? Ya. Bagaimana tidak, Adam sangat membuatnya kecewa dengan jawaban singkat yang menandakan bahwa Kayla Jovanka hanyalah si teman baik yang suka mengekori Adam belakangan ini.     

  "Kok manyun?" Adam kembali mencubit pipi gadis di sisinya.    

  Kayla menggerutu acak. Sesekali melirik Adam sinis kemudian mengelus pipinya yang sedikit sakit sebab cubitan Adam yang tak bisa dikatakan lembut. Adam gemas, begitulah alasan si remaja itu mencubit kasar pipi Kayla.    

  "Gue cuma temen?" tanya gadis itu memprotes.     

  Adam menaikkan sisi alinya. Ternyata sebab itu, toh.    

  "Bukan gitu, eneng cantik ...." katanya mengalunkan nada dibagian akhir kalimatnya.    

  "Kalau gue bilang lo temen spesial gue, ntar mereka nge-bully lo gimana? Terus lo jadi nggak nyaman deket sama gue gimana? 'Kan gue yang rugi!" Adam beralasan. Sekarang ia juga ikut memanyunkan wajahnya kala Kayla masih kokoh dengan ekspresi wajahnya.    

  "Paham dong ya?" Adam melanjutkan. Sedikit membungkuk untuk menyamakan tingginya dengan Kayla.    

  "Jadi sekarang jangan marah lagi, ya. Jelek banget mukanya kalo marah," pinta remaja itu sedikit merengek.    

  Kayla tersenyum. Rengekan itu ... sangat menggemaskan! Membuat gadis berketurunan Indo-China itu ingin mengecup bibir Adam Liandra Kin.    

  "Terserah deh," katanya melanjutkan langkah sepasang kaki pendeknya. Adam mengekori. Kembali mencoba menyeimbangkan langkah kakinya agar seirima dengan gadis cantik bertubuh ramping nan mungil di sisinya itu.     

  Bagi Adam, Kayla Jovankan adalah satu-satunya target yang tersisa setelah remaja itu 'membuang' semua target yang ia milikki.    

  Adam, memang sedikit brengsek di mata orang tak paham bagaimana 'seorang ludus' bermain dalam sebuah cinta. Ya, ludus hanya akan mengejar dan mengejar. Kemudian setelah dapat ia 'bermain' bersama dalam sebuah hubungan percintana yang sederhana namun penuh dengan kata bualan yang melankolis nan romantis.    

  Benar, begitulah singkatnya cara ludus 'bekerja'.    

  ***LnP***    

  Waktunya pulang! Sorak sorai dengan sedikit suara gebrakan meja yang menandakan bahwa jam pelajaran telah resmi usai dilaksanakan menjadi cara semua murid mengekspresikan kegembiaraannya. Penat tentunya. Meskipun hari ini adalah awal jam pembelajaran penuh dilaksanakan, namun rasanya mereka sudah menua saja sebab materi gila yang terus mencoba menerobos masuk ke dalam otak mereka.     

  Setelah bel nyaring dibunyikan, semua mengemasi buku, pena, pensil, dan segala milik mereka yang ada di atas meja. Tak melupakan tradisi biasa—berdoa sebelum pulang ke rumah layaknya anak sekolah dasar yang baru melangkah ke dunia pendidikan— mereka. Setelah itu, semua berhamburan keluar meskipun ada beberapa dari mereka yang kokoh di dalam kelas dengan alasan bahwa parkiran masih ramai dan jajaran motor serta sepeda mereka belum bisa diambil.    

  Namun, Davira tak begitu. Ia datang diantar oleh mamanya dan pulang ... grab juga abang gojeklah yang akan menghantarnya kali ini. Bukannya si mama tak setia dengan ketidakkonsistenannya akan kegiatan antar-jemput anak semata wayangnya ini, namun, mamanya sibuk. Rapat mendadaklah yang membuat si wanita berusia 40 tahunan itu menyuruh Davira untuk pulang dengan menyewa gojek atau grab saja.    

  Dan di sinilah gadis itu berada. Sebuah lorong menuju parkiran belakang yang akan membawa tubuh semampainya sampai ke gerbang belakang sekolah tanpa harus berlelah-lelah dalam berjalan. Atau bisa dikatakan bahwa Davira Faranisa sedang mengambil jalan alternatif sekarang ini.    

  Ia terus melangkah. Mengambaikan ponsel dalam genggamannya yang terus berdering sebab Arka yang menelepon. Davira hilang! Itulah alasan terbaik Arka terus menelepon Davira sesaat gadis itu tak ditemukan oleh sepasang lensa pekatnya. Sebenarnya Arka akan menghantar Davira pulang saat mendengar bahwa mama Davira tak bisa datang menjemput. Remaja tampan itu meminta Davira menunggu sejenak sebab ia memarkirkan motornya di parkiran depan. Davira mengangguk untuk mengiyakan. Akan tetapi ... gadis itu berdusta.    

  Ia memilih pergi tanpa sepengetahuan Arka. Davira hanya tak ingin merepotkan sahabat kecilnya itu. Toh juga, tak enak jika dilihat orang-orang di sekolahnya kalau Davira berboncengan dengan jajaran remaja tampan si teman Adam Liandra Kin.    

  Jadi ia memutuskan untuk pergi saja.    

  Gadis itu menghela napasnya. Sejenak terhenti kala lensanya melihat perawakan tubuh yang sedikit tak asing untuknya.    

  Adam Liandra Kin.     

  Ya, Adam.    

  Davira kembali melanjutkan langkahnya. Mendekat dan semakin dekat dengan posisi remaja yang sedang berbicara riang bersama seorang gadis.     

  Bukan, dia bukan gadis yang sama yang ia temui kala di remaja aneh itu mencegat langkahnya tadi siang. Gadis itu berbeda.     

  Remaja itu berbincang dengan santai dan sesekali meraih tangan gadis bertubuh semampai dengan paras cantik khas orang tanah jawa. Tak luput juga pipi si gadis dicubit manja oleh Adam. Membuat si gadis yang tadinya diam sembari berbicara padanya menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang tersipu malu.    

  Davira semakin mendekat. Kali ini telinganya jelas mendengar kata pujian yang hiperbola keluar dari celah bibir remaja berperawakan jangkung itu.    

  Davira memiringkan senyumnya. Jadi ... Adam itu remaja brengsek yang suka bergonta-ganti pasangan hanya dalam satu hari? Wah! Sangat disayangkan meningat parasnya yang tampan dan fisiknya yang mumpuni. Namun, hati si remaja bak iblis penggoda yang tak tahu diri.    

  ...To be Continued...


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.