LUDUS & PRAGMA

80. Most Beautiful Night



80. Most Beautiful Night

0Ia menatap jam dinding yang ada di depannya. Sesekali napasnya keluar begitu ia mengembuskannya dengan kasar. Tak ada alasan Davira untuk melakukan hal yang berat malam ini. Semua barangnya sudah dikemas. Janjinya dengan Adam pagi tadi akan segera ditepati besok pagi. Ia mengambil cuti satu hari absen dari kesibukannya di kantor. Rasanya sedikit aneh. Ia hanya akan berlibur ke pantai dan menghabiskan harinya di sana. Menatap ombak yang bergulung terbawa embusan bayu di tengah pantai lepas. Merasakan hawa khas pantai yang sudah lama tak dicium olehnya. Davira akan menikmati hal-hal wajar besok. Berakhir pada pemandangan sunset yang indah di ujung pantai. Bersama Adam angannya akan kembali naik membelah awan yang ada di atas sana.     
0

Davira bangkit dari tempat duduknya. Mamanya tak pulang kiranya, wanita itu meninggalkan pesan beberapa jam yang lalu bahwa Davira tak perlu menunggunya untuk menyantap makan malam kali ini. Ia akan menginap di kantor. Menyelesaikan urusannya untuk bertemu dengan klien besok pagi. Hari yang penting bukan hanya untuk dirinya saja, banyak orang yang menganggap setiap detik berjalan dalam hidupnya adalah waktu yang penting dan berharga.     

Ia resah dan gelisah! Terus melirik jarum jam dingin yang berputar pada porosnya. Hari tak kunjung berubah. Malam terasa lebih lama kali ini. Ia hanya perlu datang ke kamarnya saja. Mencoba tidur berharap besok cuaca cerah menyempurnakan bahagianya. Davira masih bisa mengingatnya dengan baik. Lumatan ringan itu benar-benar menggairahkan. Ia ingin sekali lagi! Ah, tidak. Ia ingin berkali-kali mendapatkan itu. Gadis itu tak ingin munafik lagi untuk sekarang. Ia merindukan Adam layaknya seorang kekasih yang merindukan kekasih jauhnya.     

Pintu diketuk. Menandakan seseorang datang menyambangi rumahnya. Davira tak akan menebak itu adalah mamanya. Wanita itu akan selalu menepati perkataannya perihal tak pulang ke rumah dan meninggalkan Davira sendirian. Tidak, tidak benar sendirian. Ada Alia dan Ana di dalam kamarnya. Mereka terlelap sebab waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lebihnya beberapa menit berjalan.     

Suara bel nyaring mengikuti. Seakan-akan yang datang tak sabar sebab Davira terlalu lama dalam memberi respon.     

Gagang pintu ditekan. Menampilkan tubuh jangkung nan kekar seorang pria muda berponi naik yang datang membawa beberapa bungkus makanan di kedua genggaman tangannya. Adam Liandra Kin. Ya, memangnya siapa lagi? Jangan berharap Arka akan datang selepas ia dinyatakan menjadi kekasih dari Rena Rahmawati. Pria itu pasti lebih mementingkan kekasihnya ketimbang Davira Faranisa. Bukan salahnya, toh juga hal itu sudah wajar. Mereka bukan lagi anak muda yang suka mengumbar janji akan hidup semati sebagai seorang sahabat.     

Hubungan yang masih baik-baik saja meskipun usia datang bersama kesibukan di antara keduanya saja sudah membuat Davira maupun Arka Aditya sungguh mengucapkan syukur kepada sang kuasa. Hubungan yang seperti itulah, yang diidam-idamkan oleh Davira sejak dulu.     

"Kenapa datang malam-malam begini?" tanya Davira sedikit. Tentunya ia terkejut. Adam datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu.     

--bukannya apa, pakaian yang ia kenakan sekarang ini benar-benar memalukan!     

Baju tidur bergambar wajah sapi menggemaskan dengan celana serupa yang jatuh tepat di atas kedua mata kakinya. Sandal berbulu halu berwarna merah muda menjadi penyempurna penampilan menggemaskan Davira sebelum pergi ke ranjang dan terlelap di dalam mimpinya. Ah, jangan lupa tentang rambut yang diikat ala kadarnya yang terpenting nyaman dan tak menutup bagian wajahnya. Jika disatupadukan, Davira sangat mirip seperti seorang pembantu rumah tangga ketimbang seorang bos besar pemilik perusahaan berlantai banyak menjulang tinggi.     

"Tante Diana bilang dia gak akan pulang malam ini. Jadi dia meminta bantuan untuk membawakan kamu makanan." Adam mempersingkat. Belum juga Davira mempersilakan pria itu datang masuk ke dalam rumahnya, Adam sudah menerobos tanpa meminta persetujuan Davira. Menganggap bahwa bangunan megah ini adalah rumah pribadinya.     

"Aku gak bilang kamu boleh masuk," gerutu Davira mengikuti langkah Adam yang tegas menapaki satu demi satu ubin yang ada di bawahnya.     

Pria itu terhenti. Memutar tubuhnya membuat Davira mengikuti aktivitas kecilnya itu. Keduanya bertarung dalam tatapan mata. Fokus Adam memblokir seluruh pandangan milik Davira Faranisa malam ini.     

"Tante Diana sudah mengijinkan."     

Adam kembali berjalan. Menaiki satu demi satu anak tangga untuk sampai ke tujuannya malam ini. Bukan ruang makan. Tempat itu bersebalahan dengan ruang tidur milik Ana dan Alia. Adam tak ingin mengganggu dua putri cantik yang sedang menemui pangerannya di dalam mimpi, jadi Adam memutuskan untuk naik ke lantai atas.     

"Kenapa naik ke lantai atas?!" tanya Davira mencoba menarik tubuh Adam untuk kembali memutar tubuhnya.     

Adam tertawa kecil. Tarikan Davira hanya sebatas angin berembus untuknya. Tubuhnya terlalu tinggi dan tenaganya terlalu besar untuk ini. Jadi Adam bisa mengabaikan untuk sejenak. Hingga ia sampai ke tujuannya. Kamar pribadi milik Davira Faranisa.     

"Adam ...." Davira terus memanggil. Mencoba menghentikan langkah kaki remaja jangkung yang ada di depannya. Memang, ia masih sama persis seperti lima tahun berlalu. Keras kepala tak bisa mendengarkan orang lain kalau sudah kokoh dalam tujuannya.     

Langkah itu kini berada di ujung anak tangga. Melangkah dengan tegas mengarah ke depan pintu kamar milik Davira. Adam menghentikan kakinya. Menatap pintu kayu yang ada di depannya. Sejenak tak ada suara dari gadis yang mengekori dirinya sejak tadi. Davira diam bukan menerima semua ini secara tiba-tiba. Gadis itu hanya sedang memahami suasananya.     

"Buka pintunya. Tangan aku penuh," ucapnya memberi perintah. Sedikit memiringkan tubuhnya untuk memberi celah pada Davira melakukan perintahnya barusan itu.     

Davira menyeringai. "Kamu gila? Kita makan di kamar aku?" tanya gadis itu memprotes.     

"Aku bahkan membawa soda juga." Adam terkekeh-kekeh. Menatap wajah lucu gadis polos di depannya itu. Adam merindukan wajah ini. Tak ada polesan make up yang menutupi kecantikan seorang Davira Faranisa.     

"Gak! Enak aja. Turun ke lantai bawah sekara—" Ucapan gadis itu terpotong kala Adam meletakkan kasar kedua kantung besar berisi makanan yang sudah dibawanya jauh-jauh untuk mengisi perut Davira Faranisa.     

"W--why?" tanya Davira tak mengerti.     

Adam terdiam sejenak. Mengulurkan tangannya untuk mendorong pintu kamar milik Davira. "Kita akan makan di balkon. Suara aku akan mengganggu tidur Ana dan Alia." Pria itu mengakhiri kalimatnya dengan senyum manis. Masuk ke dalam kamar gadis yang baru saja menyeringai tipis selepas mendengar alasan tak masuk akal itu.     

"Kamu cuma alasan doang 'kan!" pekik Davira meninggikan nada bicaranya. Adam benar-benar menjengkelkan!     

"Bingo!" Pria itu menyahut dari dalam kamar Davira. Tak menghiraukan betapa kesalnya gadis cantik yang kini mulai menyusulnya masuk ke dalam kamar. Menatapnya aneh selepas tahu Adam duduk bersila di atas ranjang kamarnya sembari menepuk-nepuk sisi yang kosong untuk memberi isyarat pada Davira datang dan duduk di sisinya.     

--pria ini sudah tak waras!     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.