LUDUS & PRAGMA

75. Memori Masa Lalu



75. Memori Masa Lalu

0"Jika kita mempunyai kesempatan kedua, maka gunakan itu sebaik mungkin. Sebab tak semua orang bisa memberikan kesempatan ketiga untuk memperbaiki kesalahan." Kalimat itu terdengar berulang kali masuk ke dalam lubang telinga gadis yang kini duduk sembari menyeruput kopi susu hangat di depannya. Kedatangan tamu penting seperti ini tentu mengundang banyak suara dan mata untuk mengarah padanya. Kayla Jovanka datang menyambangi ruang kerja Davira malam-malam begini. Mencegah kepergian gadis itu untuk segera kembali ke rumahnya.     
0

Kayla tak banyak berbicara. Ia hanya berkeliling memanjakan mata menatap segala arsitektur dan tata ruang kerja yang baginya begitu indah juga rapi. Selera khas dari seorang Davira Faranisa. Kayla masih mengingat itu dengan jelas. Semua terekam di dalam memorinya hingga kini. Bagaimana ia membenci gadis itu? Juga bagaimana ia mulai menaruh simpati dan empati padanya?     

"Gue harus segera pulang, katakan tujuan lo datang ke sini." Davira melirih. Meletakkan cangkir yang ada di dalam genggamannya.     

"Lo akan datang di pernikahan gue akhir tahun bukan?" tanyanya berbasa-basi. Kini netra itu kembali menatap gadis yang hanya diam sembari tersenyum manis. Tak ada jawaban dari dirinya. Bungkam sembari menarik satu sisi bahunya.     

"Setidaknya berjanji dulu. Buat gue lega." Kayla berjalan mengarah padanya. Duduk di atas kursi berhadapan dengan lawan bicaranya itu.     

Davira menghela napasnya kasar. "Gue cuma manusia. Gue gak mau berjanji apapun."     

"Jangan aneh! Semua bisa berjanji dan Tuhan yang menentukannya." Kayla menggerutu. Menarik secangkir kopi identik rasa dan warna dengan milik Davira Faranisa. Ia menyeruputnya dengan kasar. Berh-ah ringan selepas merasakan sensasi hangat nan manis menyentuh permukaan tenggorokannya.     

"Gue akan mengusahakan itu. Lo tahu sendiri gue orang sibuk sekarang," ucap Davira terkekeh ringan. Menarik kedua sisi bahunya untuk mulai bermain kata dengan gadis yang menjadi lawan bicaranya saat ini.     

"Davira ...." Kayla memanggil. Mengubah topik pembicaraan selepas berdecak kasar mendengar jawaban dari gadis menyebalkan satu ini. Bukan hanya ia yang sibuk, tetapi juga semua orang yang masuk ke dalam daftar list undanganya. Semua adalah orang penting untuk kehidupan mereka masing-masing. Gadis satu ini hanya bisa beralasan saja.     

"Hm?" Davira menoleh. Menitikkan manik matanya tepat mengarah pada Kayla.     

"Lo balikan sama Adam lagi?"     

Pertanyaan itu sukses membuat kalimatnya terhenti. Tak ada kata yang terucap dari celah bibir gadis yang ada di sisinya. Hanya memandang tanpa mau memberi respon sedikitpun. Dari netra itu, Davira ingin berbicara banyak. Akan tetapi, Kayla bukan tempat yang tepat untuk itu. Ada Arka tentunya. Pria itu adalah tempat yang pas untuk Davira berbicara pasal Adam Liandra Kin.     

"Kalau iya tinggal bilang iya, kalau enggak tinggal bilang enggak. Kenapa harus memasang wajah seperti itu." Kayla kembali menggerutu. Melipat bibirnya masuk ke dalam sebab ia tak tahu pertanyaan singkat itu mampu membuat atmosfer di antara keduanya benar-benar berubah drastis.     

"Menurut lo sendiri?" Davira berkelit. Tersenyum aneh menutup kalimatnya.     

Gadis bermata kucing dengan balutan gaun mewah di depannya itu tertawa kecil nan ringan. Ia hanya sempat mendengar kabar simpang siur dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Mengenal Davira juga Adam tentunya. Mereka banyak menceritakan ini itu perihal apa yang dilihat olehnya. Davira terlihat sering menghabiskan waktunya bersama Adam belakangan ini. Gadis itu terlihat bahagia, meskipun tak selamanya akan begitu. Ada satu pertanyaan yang tertanam di dalam benaknya sekarang ini. Benarkah cinta mereka kembali terajut?     

"Gue hanya menyampaikan apa yang gue lihat dan gue dengar. Selebihnya lo sendiri yang tahu." Gadis itu menyahut. Melirik lawan bicaranya yang merekahkan senyum seringai di atas paras cantiknya.     

"Seseorang pernah berkata pada gue. Bahwa apapun yang terjadi, berjalan sesuai dengan apa yang dikatakan dan diinginkan hatimu. Meskipun nanti jalannya salah dan buntu. Meksipun nanti kau terjatuh dan tersungkur. Namun, kau tak akan menyesali apapun sebab itu adalah kata hatimu." Kalimat panjang itu mulai membuat Kayla mengerti satu hal. Gadis itu pandai. Hanya dengan perumpamaan itu, ia mampu menyimpulkan seorang diri.     

Apa yang dilakukan oleh Davira sekarang ini adalah keinginan hatinya. Beresiko ataupun tidak, ia hanya ingin melakukannya.     

"Lo akan menerima dia lagi?" tanyanya melirih. Tersenyum simpul untuk mengiringi kalimat pendeknya itu.     

Davira menghela napasnya ringan. Mulai memutar bola matanya menyapu setiap bagian ruangan yang membatasi tubuh keduanya dari lingkungan luar. Tak ada yang aneh nan asing, sebab ia selalu berada di sini lebih dari satu dua kali datang. Ini adalah tempat kedua untuk Davira selepas rumah mewahnya. Jadi, memandang sekitar bukan sebab menyesuaikan diri dengan lingkungan, ia hanya sedang mencoba mengembalikan keadaan hatinya.     

"Gue akan mendukung apapun itu, Davira. Hubungi gue jika lo punya satu atau dua permintaan. Gue akan membantu kalau—"     

"Lo ada di sini selama gue gak ada. Boleh gue tanya sesuatu?" Davira menyela. Memotong kalimat gadis bermata kucing yang ada di depannya.     

Kayla mengangguk-anggukkan kepalanya. Samar, tetapi cukup untuk memberi tahu padanya bahwa apa yang dikatakan oleh Davira mendapat nilai sempurna!     

"Apa yang dilakukan Adam tepat setelah kepergian gue?" tanyanya sembari menatap dengan teduh.     

Kayla tersenyum. Ia diam dalam sepersekian detik berjalan. Rasanya tak asing, sebab Davira pasti akan menanyakan hal ini. Bukan pada Arka. Gadis itu tentunya adalah orang pandai yang tak mau mengambil risiko kebohongan oleh sahabatnya. Davira berpikir pastinya, sahabat tuanya itu pasti akan menambah fakta baik untuk membuatnya lega.     

"Setelah lo pergi, Adam mengejar lo untuk pergi ke bandara. Dia bahkan mengabaikan surat perpisahan yang lo tulis. Bukannya tak ingin menghargai, tetapi Adam tak ingin membaca apapun yang menegaskan lo benar-benar pergi."     

Davira menghela napasnya ringan. "Lalu? Bagaimana bisa kakinya ... ah, sudahlah."     

"Dia mengalami kecelakaan saat ingin mengejarmu. Mobil menabraknya dan boom! Dia kehilangan mimpinya untuk menjadi seorang atlet."     

Gadis itu kembali menitikkan matanya untuk Kayla. Tidak, untuk apa gadis bermata kucing ini membohongi dirinya? Tak ada untung bukan?     

"Setelah itu, Davina meninggalkan Adam. "     

Kayla menghembuskan napasnya perlahan. Kembali netra itu menatap paras cantik milik gadis yang ada di depannya. Davira mendengarkan dengan penuh keseriusan sekarang ini. Ia bersungguh-sungguh untuk mengetahui kebenaran fakta yang ada di balik kepergiannya.     

"Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Itulah singkatnya." Kayla tersenyum manis. Mencoba untuk menelisik arti tatapan mata yang diberikan Davira untuk dirinya.     

"Dan hubungan mereka berakhir?" tanya Davira dengan lirih.     

"Adam tak pernah mencintai gadis brengsek itu dengan segenap hati. Dirinya hanya menggunakan Davina sebagai angin segar yang berembus sesaat. Dia hanya mencintai lo, Davira." Kayla menutup kalimat. Mencoba membuat gadis yang ada di depannya berdiri di atas kaki dengan penuh keyakinannya. Adam datang bukan untuk menutup kesalahannya, tetapi ia datang untuk menjadi Adam yang baru untuk Davira Faranisa.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.