LUDUS & PRAGMA

79. Pasangan Baru



79. Pasangan Baru

0"Katakan apa permintaan keduanya?" tanya Davira menyela langkah keduanya. Sesekali melirik pria jangkung yang ada di sisinya sekarang ini.     
0

Adam terdiam. Terus memusatkan tatapannya jauh ke depan sembari sesekali tersenyum ringan selepas mendengar apa yang dikatakan oleh Davira Faranisa. Tak sepenuhnya sebab alasan itu, Adam sesekali mengembangkan senyum manis di atas paras tampannya sebab rasa bibir Davira masih bisa dirinya kecap dengan jelas di atas permukaan bibir tipis merah mudahnya. Ia bahagia! Sangat sederhana memang. Hanya sebatas ciuman dengan lumatan ringan yang menyapu setiap bagian bibir gadis cantik yang ada di sisinya sekarang ini. Akan terapi bagi Adam, hari ini ia mendapat banyak anugerah untuk itu.     

"Jangan bilang menunggu waktu yang tepat lagi," gerutu gadis itu ringan. Mulai menundukkan pandangannya menatap ujung sepatu putih miliknya sekarang ini.     

Pria yang ada di sisinya tertawa kecil. Menggelengkan kepalanya lalu menarik pergelangan tangan lawan bicaranya saat ini. Menghentikan langkah kaki Davira untuk sejenak berhenti dan menatap Adam dengan benar.     

Lekat lensa itu masuk ke dalam sepasang netra indah milik Davira Faranisa. Gadis cantik yang menunggu dirinya untuk kembali berbicara.     

"Jangan menolaknya, oke?" Adam memberi sebuah kesepakatan padanya. Mengacungkan jari kelingking tepat di depan Davira yang sejenak terdiam menatapnya lekat-lekat. Penuh harap tatapan itu ia beri untuk sang gadis. Berharap Davira akan mengangguk dan menyetujui apapun permintaan terakhirnya untuk hari ini.     

Davira tak menolak ciuman itu. Ia mengikuti setiap gerakan bibir Adam dengan begitu baik. Nostalgia dua tahun berlalu, ingatan itu pasti masih melekat di dalam berkas memorinya.     

"Hm. Aku berjanji. " Davira membalasnya. Perlahan mulai merekahkan senyum manis di atas paras cantiknya. Kepalanya mengangguk samar. Apapun yang akan diminta Adam, Davira berharap ia tak melebihi batasannya.     

"Ayo berlibur," katanya dengan tegas. Mengakhiri kalimat singkat itu dengan tatapan penuh gairah dan ambisi. Tegas netra itu berbinar seakan ingin berbicara padanya bahwa Adam benar-benar menginginkan hal ini.     

"Kamu menunda permintaan kamu yang ternyata hanya ngajak aku liburan?"     

"Hm. Ayo berlibur ke pantai." Adam menyahut. Meraih kedua tangan gadis yang ada di depannya. Erat jari jemarinya itu menggenggam. Menghangatkan pergelangan tangan Davira yang masih diam menatap tak mengerti. Banyak hal yang bisa diminta Adam untuk menebus hutang Davira padanya. Namun, ia lebih memilih hal sepele seperti itu?     

"Bukan hanya sehari. Mari menginap dan menghabiskan satu malam bersama." Adam kembali mengimbuhkan. Sukses membuat Davira membulatkan matanya tegas. Pikirannya kini mulai melayang jauh. Menghabiskan malam bersama? Ah tidak! Ingatannya dipaksa kembali kala ia menyerahkan tubuhnya pada Adam lima tahun yang lalu.     

"Bukan itu maksud aku. Aku hanya ingin menginap dalam satu tempat yang sama. Kita menghabiskan hari dengan—" Adam mengehentikan kalimatnya. Menarik perhatian Davira yang kini tertawa kecil untuk itu. Tingkahnya begitu menggemaskan!     

"Hm. Mari kita lakukan." Davira menyahut. Tegas kalimat singkat itu muncul dari celah bibirnya. Adam terdiam sejenak. Ia tak percaya Davira akan menerimanya semudah ini.     

"Benarkah?" tanya Adam memastikan.     

Gadis yang ada di depannya mengangguk tegas. Tersenyum tipis mengakhiri responnya untuk Davira Faranisa.     

"Kapan?" Davira kembali menyela. Membuka suaranya untuk memecah keheningan selepas Adam memutuskan untuk diam tak lagi berbicara.     

"Besok."     

••• LudusPragmaVol3 •••     

Hawa panas menyelimuti. Tengah hari datang bersama sang surya yang mulai menggila. Sinarnya tak lagi hangat, akan tetapi berubah menjadi panas seakan ingin memanggang hidup-hidup siapapun yang ada di bawahnya sekarang ini. Mendukung suasana ramai dengan keluh kesah para Pengunjung sebab pesanan tak kunjung datang. Ia beruntung! Sangat beruntung! Datangnya tak terlalu terlambat. Kafe tadi belum seramai sekarang ini. Memesan tak perlu waktu yang lama untuk menunggu pesanan datang. Kiranya cukup lima belas menit berjalan saja, ia sudah mendapat apapun yang dituliskan di dalam menu pesanannya.     

Kisah bahagia datang menghampiri. Hubungannya dengan gadis cantik itu semakin membaik satu sama lain. Naila bukan lagi milik seseorang. Gadis itu sendiri sebagai seorang perempuan yang mandiri. Kabar baik diterima Raffa selepas mendapat panggilan darinya pagi buta tadi. Katanya Naila akan mulai bekerja pekan depan. Minggu akan ada wawancara penempatan posisi untuk dirinya. Davira benar-benar menepati janjinya degan baik.     

Raffa bersama gadis itu sekarang ini. Semburat kebahagiaan muncul di atas paras cantiknya. Naila adalah gadis yang baik, maka ia harus mendapat takdir yang baik pula. Semua kembali berjalan normal selepas pahit manisnya kehidupan dirasa oleh Naila. Perasannya sudah membaik. Sang ibu pergi untuk mendapat tempat yang lebih baik dan lebih bahagia lagi. Surga yang dibangun oleh Tuhan tentunya lebih indah dan lebih bagus untuk ditempati ibunya. Naila hanya perlu bersyukur dengan keadaannya sekarang ini.     

"Apa rencana pekan depan? Mau cari kontrakan?" Raffa menyela. Menyedot kasar minuman dingin yang ada di depannya. Gadis yang ia lempari pertanyaan hanya tersenyum. Menaikkan kedua sisi bahunya sembari memberi teka-teki padanya.     

"Gue sudah tidak membuat rencana untuk hidup. Lakukan apa yang bisa dilakukan hari itu. Semua akan lebih mudah jika berpendirian seperti itu." Naila menyahut. Sukses membuat senyum aneh melengkung di atas paras tampan milik Raffa.     

"Lo ada benarnya," sahutnya terkekeh-kekeh.     

"Kalau lo sendiri?"     

"Gue akan mencoba hidup seperti itu. Menjalankan bisnis papa dan membantu mama. Itu tujuan gue setiap harinya." Raffa mengakhiri kalimat dengan anggukan ringan. Ia tak ingin banyak memohon pada sang kuasa, hidupnya sudah benar-benar cukup dan bahagia dengan semua ini.     

Kakaknya kembali bahagia dan bersemangat untuk menempuh hidup dan menyusun masa depan. Davira kembali dari London dan berada di kota yang sama dengannya. Rena dan Arka menemukan kebahagiaan mereka, meskipun Raffa terlalu mau memperdulikan itu. Ada Naila di sisinya. Mamanya juga menyukai gadis baik ini. Berharap bahwa ialah yang akan menjadi pelabuhan terakhir hati sang putra tercinta.     

--Raffa benar-benar merasa cukup dengan kebahagiaan ini.     

"Ngomong-ngomong ... Kak Davira mengakuinya kemarin." Naila menyahut. Mengubah arah pembicaraan keduanya.     

"Tentang?" tanya Raffa memincingkan matanya tak mengerti.     

"Dia masih menyukai Kak Adam."     

Raffa menghentikan sejenak aktivitasnya. Melirik gadis yang menatapnya dengan penuh kehangatan. Tebakannya tak pernah salah. Baik Adam juga Davira Faranisa, sama-sama munafik dengan menyembunyikan rasa mereka di balik keadaan sulit yang mereka lalui selama ini.     

"Lo gak senang karena lo masih suka sama Kak—"     

"Gue sudah menyukai seseorang." Raffa menyahut. Memotong kalimat Naila yang menatapnya polos. Gadis itu mengangguk ringan. Tersenyum tipis kemudian kembali menatap beberapa potong kentang yang ada di depannya.     

"Gadis itu adalah lo," pungkasnya menutup kalimat.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.