LUDUS & PRAGMA

48. Perjanjian Beralaskan Luka



48. Perjanjian Beralaskan Luka

0"Syarat?" Adam memicingkan matanya. Masih mencoba menelisik arti tatap bersama kalimat juga senyum yang mengembang di atas paras cantik Davira Faranisa sekarang ini. Ia belum pernah melihat Davira memberi tatapan seperti itu. Ekspresi wajahnya pun terlihat begitu asing untuknya. Selama ini Davira yang ia kenal adalah gadis lugu dengan tatapan polos nan teduh. Meskipun sikapnya dingin dan tak acuh namun setidaknya Adam bisa tahu bagaimana Davira Faranisa yang sebenarnya selama menjalin kasih dengan gadis itu. Davira adalah pribadi yang hangat. Penyabar dan pengertian yang luar biasa besarnya. Davira adalah si pemerhati dan si setia yang tak akan pernah absen dari pandangan Adam Liandra Kin dulunya. Semua yang dibutuhkan oleh Adam selalu mendapat perhatian penuh darinya.     
0

Bodoh memang Adam dulu! Ia hanya bisa mengeluh dan mengeluh saja. Berselingkuh dengan Davina atas dasar kebosanan semata. Semuanya berlanjut kala tak ada yang berniat untuk menghentikan perselingkuhan itu. Hingga akhirnya ia mendapatkan karmanya. Davira pergi. Meninggalkan semua kisah baik mereka begitu saja. Melupakan Adam dan semua yang terjadi di Indonesia. Bukan satu atau dua minggu, namun lima tahun lamanya.     

"Berusahalah untuk sembuh dan berjalan seperti dulu lagi. Jangan merepotkan semua orang yang ada di sekitarmu sekarang ini. Mereka juga punya kesibukannya masing-masing." Davira menuturkan. Nada bicaranya lembut dan bersahabat. Gadis itu menatap Adam penuh pengharapan. Harap-harap Adam mau mengerti apa yang dikatakan oleh Davira sekarang ini.     

"Untuk apa aku sembuh? Aku nyaman dengan—"     

"Jangan menghukum dirimu sendiri, Adam. Jika kamu berharap aku akan merasa iba karena itu jangan salah paham. Menyiksa diri sendiri dengan harapan, hanya akan merusak hidup kamu sendiri."     

"Bangkitlah. Saatnya untuk berubah," ucap Davira memungkaskan kalimatnya. Ia tersenyum mengakhiri semua yang ia katakan untuk Adam. Laki-laki itu hanya diam sembari menatapnya penuh pengharapan.     

"Kamu pasti membenciku 'kan?" tanya Adam mengalihkan fokusnya. Davira menghela napasnya kasar. Menundukkan pandangan untuk menatap daging tebal yang kini sudah mulai dingin sebab ia tak kunjung menyentuhnya. Pilihan yang salah jikalau ia datang dan memesan makanan berat seperti ini, sebab lawan mainnya sekarang terlihat tak ber-napsu untuk menyantapnya. Adam terus saja memberi tatapan pada dirinya. Tak pernah tertarik dengan aroma wangi daging yang menusuk dan menari-nari di dalam lubang hidungnya.     

"Jika aku membencimu, aku tak akan datang dan duduk di sini. Aku tipe orang yang ketika aku membenci seseorang, maka aku enggan untuk menatap wajah orang itu." Davira menjelaskan. Tersenyum aneh untuk menutup kalimatnya.     

Ada satu perasaan yang tak bisa dideskripsikan oleh dirinya saat ini. Jika ditanya benci 'kah Davira pada Adam? Jawabannya adalah sedikit. Davira hanyalah manusia biasa. Marah dan kecewa, sedih dan berduka adalah perasaan biasa yang dirasakan oleh dirinya atas dasar apa yang diterima oleh Davira Faranisa di masa lalu. Ia memang duduk dan berhadapan dengan sang mantan kekasih, namun apalah daya? Ia melakukan ini untuk menyelesaikan semua masalah yang berasal dari masa lalu. Joe, sahabatnya dari London benar! Semua akan terasa sia-sia saja. Sejauh apapun ia melangkah dan berjalan. Seberapa banyakkah langkah yang ia ambil untuk lari bak seorang pengecut, semua akan terasa tak ada gunanya. Ia harus datang kembali ke masa lalu. Menerobos mesin waktu untuk menyelesaikan dan menghadapi apapun yang belum selesai sebelumnya.     

Adam adalah salah satu hal yang belum selesai. Ia adalah akar dari semua permasalahan yang ada di dalam hidupnya. Dari pada membuang waktu untuk berbasa-basi dalam menyelesaikan permasalahannya, Davira ingin pergi langsung pada akarnya. Mencabut akar itu dan menanam tumbuhan yang baru.     

"Aku masih mencintaimu," kata laki-laki yang ada di depannya.     

"Aku masih mencintaimu, Davira. Aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Davina dan membenci gadis itu. Aku sadar bahwa semua yang—"     

"Jangan sukai aku," sela Davira memotong kalimat laki-laki yang ada di depannya saat ini. Adam mendongakkan pandangannya. Tepat ia menatap Davira yang diam membisu tak bersuara sedikitpun selepas menyelesaikan kalimatnya.     

--kalimat itu pernah ia dengar dua tahun lebih yang lalu. Kala itu Davira belum menyukainya dan sekarang, ia kembali mengatakannya. Benarkah rasa itu sudah tak ada di dalam hati Davira? Benarkah lima tahun adalah waktu yang cukup untuk melupakan semuanya?     

"Kenapa?"     

"Karena kamu brengsek," ucap Davira menuturkan. Kembali senyum tipis itu merekah. Tawa kecil muncul kala Adam menatapnya dengan serius. Davira mengetuk sisi meja dengan ujung kukunya.     

"Bercanda!" tukasnya mengimbuhkan.     

Ia kini menarik gelas yang ada di depannya. Menyeruput air putih dingin yang dipesan bersama dengan segelas jus dan satu porsi daging tebal beraroma manis.     

"Artinya aku boleh menyukai kamu?" tanyanya lagi.     

Davira menggeleng. "Fokus pada kakimu. Setidaknya berusahalah sembuh untuk sekarang ini."     

"Kalau aku sembuh, aku boleh meminta hadiah dari kamu?" Adam kembali berucap. Matanya berbinar seakan memberi isyarat pada dirinya bahwa Adam benar-benar berharap untuk itu.     

"Aku tak bisa memberi hadiah apapun karena aku tak ingin bertaruh lagi. Kita mungkin akan mengulang kesalahan yang sama. Jadi aku akan banyak membutuhkan waktu untuk memikirkan itu." Gadis itu menyela. Memberi pengertian pada Adam yang masih diam sembari menundukkan pandangannya. Ia paham benar, bagaimana perasaan Davira sekarang ini. Gadis itu tentunya kalut dan semrawut. Rasanya pasti sulit untuk menemui Adam kembali. Ia tak bisa melakukan ini untuk kedua kalinya. Duduk dan berhadapan dengan orang yang pernah meninggalkan luka di dalam hatinya tentu bukan hal yang mudah dilakukan oleh seorang gadis.     

"Tapi aku akan membantumu," katanya membujuk. Menarik pandangan Adam untuk kembali menatap gadis yang baru saja memberi harapan baru untuknya.     

"Aku akan membantumu untuk kembali sembuh. Setidaknya aku ingin membalas apa yang sudah pernah kamu berikan dulu. Toh juga, luka itu karena aku." Ia beralasan. Bukan, bukan itu yang menjadi alasannya membantu Adam. Ia hanya ingin memenuhi kesepakatan yang disetujui dengan Raffardhan Mahariputra Kin. Jika Davira berhasil untuk membuat Adam sembuh dan kembali termotivasi, maka Raffa dan Adam akan menjauh dari kehidupannya. Itulah yang mendorong Davira berjalan sejauh ini.     

Tak ada penyesalan nantinya? Ia tak tahu. Davira hanya ingin menuruti apa yang menjadi kata hatinya untuk saat ini. Ia ingin terbebas dari semua yang berasal dari masa lalu. Ia ingin membuka lembaran baru saat memulai dan memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Tak ada kenangan buruk lagi, tak ada keraguan lagi, dan tak ada rasa aneh yang menyelimutinya lagi. Ia ingin semuanya terasa baik-baik saja.     

"Aku berjanji untuk membantu kamu," pungkasnya menutup kalimat dengan senyum manis.     

.... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.