LUDUS & PRAGMA

65. Kisah Paling Mengesankan



65. Kisah Paling Mengesankan

0"Bagaiman dengan Adam?" tanya Rena menyela keheningan. Gadis yang baru saja ingin menyantap steak daging di depannya itu menoleh. Mendongakkan kepalanya untuk menatap satu persatu lawan bicaranya sekarang ini. Ia hanya diam. Entah harus memberi respon bagaimana sebab Davira sendiri pun tak tahu, harus bagaimana sekarang ini? Kontrak kerjasama dirinya dengan Raffa dikembalikan oleh remaja sialan itu. Membuatnya tak kuasa untuk berbuat apapun. Sistemnya memang mudah, Davira hanya cukup pergi meninggalkan semua ini. Berlagak seperti aktris profesional yang tak mengenal keadaan lamanya. Seperti seorang karakter tokoh yang mengalami amnesia. Itu sangat mudah, menghindari Adam dengan alasan sibuk yang selalu melandanya. Namun hatinya berkata lain, ia ingin terus hidup dengan kontrak kerja sama itu. Davira tak ingin kehilangan alasannya untuk tetap berada di jalan yang sama.     
0

"Apanya yang bagaimana?" tukasnya menimpali. Kembali memotong steak daging yang ada di depannya sekarang ini.     

"Raffa membatalkan kontrak kerjasama itu bukan?" Pria muda yang ada di depannya menyahut. Menyela gadis yang kini meletakkan garpu juga pisau makan yang ada di dalam genggamannya. Davira menghela napasnya. Memalingkan wajah untuk menatap apapun yang ada di luar jendela. Sore akan datang, sampai detik ini ia belum memutuskan. Davira belum bisa membuat keputusan untuk memilih mana yang akan ia tapaki. Jalan baru dengan benar-benar meninggalkan Adam atau tetap menetap di jalan yang lama. Sebentar lagi, senja sudah menutup harinya. Waktu untuk menjemput Adam akan tiba. Jika ia tak datang, maka Raffa yang akan mengambil alih.     

"Davira ...." Rena memanggil. Menarik pergelangan tangan gadis yang ada di depannya. Ia menoleh, tepat di dalam satu titik dua manik mata itu beradu.     

"Lakukan apa yang hati lo ingin lakukan, jangan menyesali apapun nantinya." Suara lirih itu membuayarkan semua lamunannya. Rena tersenyum di bagian akhirnya. Menutup kalimat dengan usapan lembut yang berakhir pada sebuah rasa yang hangat.     

"Gue bahkan gak tau apa yang harus gue lakukan sekarang ini. Gue gak bisa memutuskan dalam keadaan hati yang tak baik." Davira menyela. Menundukkan pandangan matanya untuk menatap gumpalan daging di bawahnya. Arka tak membuka suara sedikitpun. Tak ada kalimat yang keluar dari celah bibir merah muda nan tipis darinya itu.     

"Jawab pertanyaan gue sekarang," sela Arka selepas diam tak bersuara sedikitpun. Bukan hanya Davira yang menoleh padanya, namun juga Rena.     

"Lo suka sama Joe?"     

"Enggak! Lo gila bilang kayak gitu!" Davira menggerutu. Pria muda di depannya itu terlalu jauh dalam mengalihkan pembicaraan mereka. Bagi Davira, ia mengira bahwa Arka mulai jenuh dengan pembicara mereka saat ini. Adam dan Adam! Membuatnya tak bisa berpikir lain sekarang.     

"Soal berita kehilangan dokumen papa lo waktu itu untuk projek yang gak lo sukai di London, itu ulah lo juga?"     

"Enggak! Gue bilang itu cuma kebetulan. Tuhan lagi memihak sama gue," ucapnya menegaskan. Rena menatap sang kekasih, menyenggol bahunya untuk mulai menyadarkan pria di sisinya agar segera kembali pada pembicara mereka saat ini.     

"Lo yang membuat papa lo gagal meeting waktu itu?"     

"Enggak! Itu bukan gaya gue untuk membatalkan projek kerja papa. Gue emang gak suka projek itu, tapi gue gak ikut campur sama sekali karena gue gak suka!" Davira mulai meninggikan nada bicaranya. Berulang kali ia mengatakan bahwa Davira bukan dalang dari kegagalan projek sang papa kala itu. Ia memang tak suka, namun sebab ketidaksukaan dirinya Davira tak pernah turun tangan untuk mengurusinya.     

"Lo suka Adam?" tanya Arka tiba-tiba. Membuat gadis yang baru saja kembali ingin membuka mulutnya itu terdiam. Ditatapnya sang sahabat yang tersenyum aneh untuk ekspresi wajahnya saat ini. Davira kini mengerti, pengalihan dengan cecar pertanyaan itu hanya untuk membuat sebuah perbedaan. Davira akan berbohong ketika ia diam tak mampu menjawabnya dengan sigap. Arka mengenal semua sifatnya.     

"Arka tanya tuh," sahut Rena mengimbuhkan. Ia tersenyum manis.     

Davira menghela napasnya kasar. "Kalian berdua memang sialan," ucapnya berdecak.     

*** LudusPragmaVol3 ***     

Cahaya rembulan menyinari. Pria muda yang duduk di bawah gelapnya bentangan cakrawala itu kini mulai menghela napasnya ringan. Ia menunduk. Menatap kedua ujung sepatunya yang mulai dingin. Berjam-jam yang lalu Adam datang ke tempat ini, sebuah kedai dengan permen kapas dan beberapa gula-gula manis yang dijual olehnya. Bangunan ini tak jauh dari rumah sakit tempatnya melakukan terapi. Beberapa hari ia selalu datang kemari untuk melepas lelah setelah berubah seharian penuh. Bukan hanya mengandalkan terapinya, namun Adam juga mengandalkan nekat dan tekad kuatnya untuk ini. Ia berlatih sebelum Davira fajar datang dan Davira menjemputnya. Ia kembali melakukan hal yang sama kalau malam datang selepas ia membersihkan dan merapikan diri. Semua Adam lakukan sebab ia tak sabar untuk dua bulan kedepan. Ia ingin segera meminta hadiah yang diberikan oleh Davira beberapa hari yang lalu.     

Mobil yang tadinya melaju sedang membelah padatnya jalanan kota kini terhenti. Tepat di sisi bahu jalan pengemudi memarkirkan mobilnya. Davira datang kemari sebab satu kabar buruk yang didapatinya beberapa jam yang lalu. Adam tak ingin kembali ke rumah kalau bukan ia yang menjemputnya.     

Pria jangkung itu terus saja mengatakan hal yang sama, Davira akan menjemputnya sebentar lagi. Davira sudah berjanji sebelum mereka berpisah tadi padi. Jika pun sibuk, ia akan menunggu Davira sampai datang dan menjemputnya dengan sabar. Gadis itu datang kemari sebab rentetan kalimat gila yang diberikan padanya melalui pesan singkat.     

--dan di sinilah gadis itu berada! Menatap jauh pria muda yang duduk di atas kursi panjang depan kedai gula-gula. Adam terlihat begitu sabar menunggunya datang. Tak ada ekspresi wajah marah atau kecewa sebab Davira terlalu lambat kali ini.     

Gadis itu menundukkan pandangannya. Menghela napasnya berat kemudian berdecak kasar. Adam sangat bodoh! Mengapa ia tak pergi bersama Raffa tadi? Mengapa harus merelakan tubuhnya untuk dilahap oleh kedinginan malam seperti ini?     

Langkah kakinya mulai tercipta. Kini Davira berjalan mendekat untuk menghampirinya. Lamat-lamat ia melihat Adam mulai menyadari kehadirannya. Pria itu melambaikan tangan untuk menyambut kehadiran Davira kali ini. Adam berdiri dengan tongkat besi yang menyangga tubuh jangkungnya itu. Menunggu kehadiran Davira untuk menjemputnya malam ini. Benar dugaannya, Davira akan datang menjemput dirinya.     

"Apa yang aku bilang, kamu akan datang pasti!" ucapnya dengan tegas. Terus mengembangkan senyum pada lawan bicaranya. Gadis itu hanya diam. Mengerang dengan nada ringan untuk membalas kalimat dari Adam.     

"Kenapa kamu gak pergi sama Raffa tadi? Aku bilang aku sibuk," ucapnya melirih. Menundukkan pandangan untuk menatap ujung sepatu Adam.     

"Aku ingin menunjukkan sesutu padamu." Adam menyahut. Menarik pandangan gadis itu untuk kembali menatapnya.     

Perlahan ia melepaskan tongkat yang ada di dalam genggamannya. Mulai melangkahkan kakinya untuk mendekat pada gadis yang ada di depannya sekarang ini. Davira diam. Semua yang ia lihat seperti mimpi!     

"K--kamu ...."     

"Larilah dan aku mengejarmu," ucap Adam tersenyum manis.     

Davira memilih bungkam. Semuanya terasa gila!     

"Davira," panggil Adam untuk gadis yang ada di depannya.     

Davira mendongakkan kepalanya. "Hm?"     

Tak ada kalimat yang terucap dari celah bibir pria jangkung di depannya. Adam hanya diam sembari melangkah ke arahnya. Meraih tubuh Davira untuk memeluk gadis itu dengan hangat. Pelukan ini ... bukan hanya Adam yang merindukannya, namun juga Davira.     

.... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.