LUDUS & PRAGMA

135. Malam Terakhir



135. Malam Terakhir

0-Satu Hari sebelum kepergian Davira Faranisa-     
0

-Senja terakhir masa ujian akhir semester-     

Jakarta, 20.22 WIB     

Adam menatap teduh gadis cantik berjalan menuju ke arahnya. Senyum manis mengembang bersama dengan lambaian tangan memecah keramaian di depannya. Davira terlihat begitu cantik kalau melepas seragam sekolahnya dan mengganti itu dengan baju rumah dengan style khas yang selalu ia pakai kalau pergi bersama dirinya. Kasual namun tak monoton. Menjadi penyejuk untuk mata yang memandang. Adam mencintai keindahan itu. Pesona yang ditampilkan oleh sang kekasih dari ujung rambut hingga ujung kakinya seakan menjadi pemandangan indah untuk seorang Adam Liandra Kin.     

Ia semakin mendekat. Kini berlari kecil untuk menghampiri posisi remaja jangkung ber-hoodie hitam pekat tak ada corak sedikitpun itu. Adam ikut berjalan, memang dihampiri oleh seseorang dengan tatapan mata dan senyum indah seperti itu seakan menjadi keunikan dan kebahagian tersendiri untuk sebagian orang. Akan tetapi akan lebih kalau bertemu di tengah titik. Melepas rindu yang menggebu dengan pelukan hangat yang membekas. Adam menghampiri kekasihnya.     

Tangan panjang dengan otot berlengan pepak itu kini terentang. Seakan memberikan celah lebar untuk sang kekasih jatuh di dalam pelukannya sekarang ini. Tanpa aba-aba dan isyarat yang berarti, Davira merengkuhnya. Tubuh Adam kini ada di dalam pelukan hangat gadis itu. Mengabaikan beberapa pasang mata yang memandang dua kekasih saling melepas rindu bak pasangan romantis di dalam drama yang sudah lama tak bertemu.     

Bohong! Baru senja lalu, Adam dan Davira berpisah. Selepas selesai ujian sore tadi. Melepas rindu dengan saling bertatap dan berbincang sembari menyusuri lorong sekolah. Ada janji baik yang diucap oleh Davira sebelum perpisahan terjadi di antara mereka berdua. Davira ingin menghabiskan senja dan malam bersama sang kekasih. Di sebuah pusat perbelanjaan kota inilah, gadis itu memilih tempatnya. Ia tak ingin pergi jauh di tempat indah dengan harga tiket yang mahal. Dirinya hanya ingin bersama Adam hari ini, sebab besok ia akan pergi meninggalkan sang kekasih.     

"Aku bilang aku yang akan menjemputmu," ucap Adam melirih. Ia melepas pelukan sang kekasih. Menatap Davira dengan penuh kehangatan.     

Gadis itu membalas. Ikut mengembangkan senyum manis sembari menggelengkan kepalanya samar. Davira mencintai Adam, namun ia tak bisa terus berada di posisi seperti ini. Berat rasanya harus pergi meninggalkan sang kekasih bertahun-tahun lamanya begini. Akan tetapi, Davira membenci fakta bahwa Adam sudah berselingkuh dari dirinya.     

--dari sekian banyak gadis cantik di muka bumi yang makmur ini mengapa harus Davina Fradella Putri?     

"Aku tadi ada urusan, maaf kalau terlambat terlalu lama." Davira mulai membuka mulutnya. Kini memindah tangan untuk menggenggam jari jemari milik sang kekasih.     

Adam menganggukkan kepalanya ringan. Mulai melangkah seiring dengan gerakan kaki yang diciptakan oleh sang kekasih. Ini yang Davira suka, berjalan ringan sembari melihat ini itu untuk menyejukkan mata dan hatinya. Menghilangkan pikiran buruk yang mengganggunya sebelum ini.     

"Urusan apa?" tanya Adam menyela langkah.     

Davira mendongak. Kalau saja sepatunya tak tinggi sekarang ini, mungkin ia harus lebih berusaha lagi untuk bisa menjangkau wajah sang kekasih. Ia hanya setinggi telinga Adam kali ini, jadi mau tak mau Davira harus sedikit mendongakkan kepalanya.     

"Hanya masalah kecil. Tapi sudah tertangani," tuturnya tersenyum tipis.     

Davira mengurus kepergiaannya. Tak ingin ada yang terlewat. Semua rencana yang disusun harus sudah marang, rapi dan ada pada tempatnya.     

"Masalah rumah?" tanya Adam lagi.     

Ia mengangguk ringan. "Mama akan ada perjalanan bisnis minggu depan. Jadi aku ditinggal sendiri lagi." Dusta itu untuk menutupi lukanya. Davira mengatakan hal yang tak pernah ada faktanya. Semua yang terucap dari celah bibir itu hanya kebohongan semata. Toh juga ia tak sepenuhnya salah. Ada dosa Adam di dalam dosanya sekarang ini. Jika saja sang kekasih tak membohongi dirinya maka Davira tak akan melakukan semua ini.     

"Mau makan apa?" Gadis itu mengalihkan pembicaraan. Menatap apapun yang ada di sekelilingnya sekarang ini.     

"Terserah kamu. Aku ngikut."     

Percakapan sejenak terhenti. Tak ada suara yang menyela di antara keduanya sekarang ini. Adam tak kunjung kembali membuka mulutnya begitu juga Davira yang hanya diam sembari kian tegas merapatkan jari jemarinya untuk menggenggam pergelangan tangan sang kekasih.     

"Gelato!" Davira melirik sebuah tempat. Tak terlalu ramai. Hanya ada beberapa orang yang duduk di depannya. Sebuah kedai es krim manis dengan sensasi lembut yang menggembirakan lidah mengecap. Davira ingin itu!     

"Malam-malam begini?" tanya Adam memastikan.     

Gadis di sisinya kembali menoleh. Menatap sang kekasih dengan benar. "Tak boleh?"     

Remaja itu kini mengembangkan senyum manis. Mengusap puncak kepala sang kekasih sembari tertawa geli. Davira sangat menggemaskan!     

"Aku beliin sama kedainya," tutur remaja itu berbasa-basi.     

Davira terdiam. Hanya ikut tertawa kecil mengimbangi apa yang dilakukan oleh Adam sekarang ini.     

Keduanya berjalan ringan. Mendekat pada tempat yang menjadi destinasi singgah mereka untuk pertama kalinya. Davira tak ragu, sebab ia ingin mengukir sebuah kenangan indah untuk terakhir kalinya sebelum benar berpisah dengan sang kekasih.     

"Kamu pilih tempat, biar aku yang mengantre gelato-nya." Adam tersenyum ringan. Menunjuk ke segala tempat kosong yang ada di depannya sekarang ini. Ingin berniat untuk pergi dan meninggalkan Davira di sana dengan langkah kaki ringan. Akan tetapi sang kekasih menahannya. Menarik ujung hoodie hitam yang ia kenakan untuk menarik kembali fokus Adam.     

"Aku ingin mengantre bersama," kata gadis itu lembut.     

Adam sejenak diam. Tak menimpali sebab bukan ini seorang Davira Faranisa. Gadis itu selalu memilih tempat kala dirinya mengantre untuk memesan apa saja yang akan menemani perbincangannya dengan sang kekasih hati. Alasannya cukup sederhana, Davira tak suka berdiri lama bersama jajaran orang asing yang menunggu di depan meja kasir. Toh juga, sudah menjadi tugas Adam bukan untuk memperlakukan sang kekasih bak ratu dari istana megah di negeri dongeng?     

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Adam berkelit. Gadis yang dilempari pertanyaan hanya tersenyum miring. Menaikkan kedua sisi bahunya tanpa mau berucap sepatah katapun sekarang ini.     

"Kamu sedikit aneh ...." Ia melirih. Mengacak puncak kepala sang kekasih dengan manja. Selanjutnya? Ia mengangguk. Menyetujui apapun yang diminta oleh kekasih hatinya sekarang ini. Toh juga permintaan Davira tak aneh-aneh, kok. Hanya menanti Adam mengantre di depan meja kasir untuk memesan apapun yang bisa memuaskan hatinya malam ini.     

Nyaman nan sederhana. Hanya itu yang diinginkan oleh Davira sebenarnya. Hubungannya tak perlu mewah. Tempat kencannya tak perlu megah dan berkelas. Tak perlu ada bintang lima yang berkerlip di bangunan tempatnya singgah bersama sang kekasih hati untuk menghabiskan senja dan menyambut malam. Hanya sebuah kencan sederhana namun nyaman seperti ini. Tak susah bukan?     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.