LUDUS & PRAGMA

136. Bahagia Bersama Duka



136. Bahagia Bersama Duka

0Rasanya manis, meskipun hatinya sedang pahit sekarang ini. Tatapannya menentu pada satu titik, Adam Liandra Kin. Remaja jangkung yang kini mencuri segala fokus milik gadis cantik yang sudah duduk rapi di depannya hanya terus menyantap gelato-nya dengan lahap. Sejenak ia mengabaikan Davira yang terus tersenyum manis untuk menanggapi segala aktivitas kecil sang kekasih.     
0

"Ada gelato di bibi kamu," sahut Davira menegur. Remaja yang baru saja ingin kembali menyendok gelato di depannya itu terhenti. Sejenak ia mendongak. Tepat mengarahkan pandangan pada wajah cantik milik Davira.     

Gadis itu tersenyum manis. Sigap mengulurkan tangannya untuk segera mengalami wajah Adam. Menyeka sisa gelato yang ada di sisi bibir tipis remaja itu dengan ujung ibu jarinya. Usapan lembut itu sukses membuat bibir Adam melengkung tajam. Indah pipinya menggembung sebab senyum manis yang merekah kian tegas.     

"Kamu seperti anak kecil kalau sudah makan es krim dan gelato." Davira menggerutu. Menarik kembali tangannya untuk terlipat rapi di depan tubuhnya.     

Adam tertawa. Benar, ia akan menjadi Adam 'yang sesungguhnya' kalau sudah makan makanan manis seperti ini. Apalagi kalau makannya ditemani oleh sang gadis tercinta.     

Davina? Jujur saja, banyak posisi yang tak bisa digantikan oleh gadis itu. Ia hanya sebatas 'angin penyejuk' untuk Adam kala sedang bosan dengan kesendirian juga Davira. Bosan dengan Davira? Yaps! Se-cinta apapun Adam dengan sang kekasih, tetap saja ia adalah seorang manusia laki-laki. Bosan dan ingin mencari sesuatu yang baru adalah sifat dasarnya.     

Jangan munafik! Sebagian besar laki-laki akan melakukan hal yang sama.     

"Boleh aku minta gelato-nya?" Adam merengek. Tepat menitikkan manik mata elangnya untuk menatap gundukan gelato milik sang kekasih yang kini mulai mencair. Davira tak menyentuh itu sama sekali. Selepas pelayan datang menghantarkan semua yang mereka pesan, gadis itu hanya terus menatap Adam. Davira memang yang mengajaknya kemari. Menyantap gelato manis dan dingin di malam hari seperti ini adalah ide usulan dari sang kekasih, namun entah mengapa gadis itu tak berselera sedikit pun untuk memakannya.     

"Hm. Ambil. Habiskan semuanya," tutur Davira mendorong mangkuk kaca di depannya. Tepat terhenti kala sang kekasih menerima apa yang ia sodorkan.     

"Boleh aku habiskan?" Adam kembali menyela. Suaranya lucu tak berat dan terkesan tegas seperti biasanya. Ia merengek bak bayi. Tatapan matanya teduh dengan binar-binar yang menggemaskan. Davira menyukai ini. Itulah alasannya mengajak Adam untuk datang kemari.     

Dari sekian banyak menu makanan yang bisa disantapnya, ia memilih gelato sebab Adam akan terlihat menggemaskan karena itu. Davira ingin mengukir malam yang indah bersama Adam. Setidaknya, ia bisa melihat kekasihnya tersenyum bahagia untuk malam ini.     

"Ngomong-ngomong, Davira." Adam kembali menyela. Kasar menyeka bibirnya sembari terus mengecap rasa manis gelato yang masih menempel di atas permukaan lidahnya. Gadis yang dipanggil namanya itu menoleh. Mendongakkan kepala sejenak sesaat sebelumnya sempat melepas fokus untuk tak lagi menatap sang kekasih.     

"Aku punya rencana bagus!" Adam menegaskan. Senyum kuda menjadi penutup kalimatnya sekarang ini. Davira yang diam mendengarkan kini mengerutkan dahinya samar. Cukup lama ia menunggu lanjutan kalimat dari kekasihnya itu.     

"Minggu depan ayo berlibur ke pantai. Mau?"     

Deg! Perasaannya hancur! Sangat hancur. Ia tersenyum menang. Namun senyum itu, palsu! Mendengar kalimat yang terlontar keluar dari celah bibir sang kekasih dengan ekspresi bahagia seperti itu membuat semua dinding pertahannya runtuh. Dadanya mulai sesak, batinnya bergejolak, dan rasanya ... sangat sakit!     

"Ke pantai?" Davira mengulang. Mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya sedang menjerit-jerit kesakitan sekarang ini. Rasanya mulai hampa. Tak lagi ia bisa merasakan manis di dalam dirinya. Semua hilang sirna sesaat tatapan tulus nan teduh itu memblokir seluruh pandangannya.     

Mengapa Adam seperti orang berbeda ketika sedang bersamanya? Bukan si tukang selingkuh yang sudah mengkhianatinya dengan kejam. Bukan seperti laki-laki brengsek yang suka mempermainkan hati gadis cantik. Ketika sedang bersamanya, Adam bagaikan malaikat tanpa sayap yang dikirim surga untuk melindungi rasa sakitnya. Menutup dan menyembuhkan luka yang ada di dalam hatinya juga membuat dirinya nyaman dan bahagia.     

Berat rasanya, sungguh! Sangat berat mengingat fakta bahwa ini adalah malam terakhirnya melihat sang kekasih.     

"Aku ngajak Raffa kemarin. Tapi dia bilang gak mau, katanya aku harus lebih banyak menghabiskan waktu dengan kamu."     

Davira terdiam. Kali ini ia benar-benar tak mampu berbicara apapun. Semua kalimat yang ada di dalam otaknya terasa hilang begitu saja. Tatapan Adam merusak segalanya.     

--haruskah ia membatalkan penerbangannya besok?     

"Gimana? Kamu mau? Kalau mau aku akan memilih pantai yang bagus." Adam kembali menawarkan. Gadis yang di depannya masih bungkam seribu bahasa. Tepatnya, Davira kaku mati gaya. Ia hanya mematung. Dengan tatapan yang mulai berubah setiap detiknya. Sayu dan sendu.     

"Davira!" susul remaja itu membuyarkan lamunan sang kekasih.     

"Huh?" Davira mengernyit. Menatap tegas remaja jangkung yang ada di depannya sekarang ini. Adam masih sabar menunggu jawaban sang kekasih. Dalam diam, ia paham Davira sedang memikirkan sesuatu.     

Adam mengenal baik sang kekasih dalam dua tahun terakhir ini. Katakan saja seperti masa mudanya dimulai bersama Davira Faranisa.     

"Mau ikut?" ulangnya kembali melontarkan pertanyaan yang sama. Davira masih tersenyum. Entahlah, harus menjawab apa dirinya sekarang ini? Berjanji dan mengingkari? Tidak! Bahkan ia membenci sesuatu yang mengharuskan dirinya mendustai janjinya sendiri. Akan tetapi mau mengaku bahwa ia akan pergi ke London besok pagi dan meninggalkan si tukang selingkuh yang ada di depannya sekarang? Bodoh!     

"Kita lihat minggu depan. Tak ada yang bisa membuat rencana lebih baik dari semesta." Gadis itu tersenyum. Benar, inilah jawaban terbaik yang bisa dikatakan untuk Adam. Tak mengiyakan apalagi menolaknya.     

"Tapi kamu setuju dengan rencana itu?"     

"Hm. Sangat setuju," sahutnya tersenyum manis.     

Palsu! Sampai sekarang semua yang diberikan untuk Adam hanya sebuah kepalsuan semata. Gadis itu hanya ingin menutup hari dengan bahagia. Tidak, namun dengan lega. Davira tak ingin pergi meninggalkan banyak kesedihannya. Setidaknya meskipun tak resmi, ia ingin memberi salam perpisahan pada sang kekasih malam ini.     

"Adam!" panggilnya dengan nada bicara yang manis.     

"Mau berfoto dengan wajah seperti itu?" tanya Davira terkekeh kecil. Gelato lagi-lagi menghias sisi bibir remaja jangkung yang ada di depannya.     

"Wajah seperti itu?" Adam mengernyitkan dahinya samar. Ingin menarik ponsel yang ada di sisi Davira untuk melihat wajahnya sendiri, akan tetapi naas. Sigap jari jemari sang kekasih menarik benda pipih itu. Menguasainya dengan mulai membuka layar kunci. Menggesernya dan masuk ke dalam mode kamera depan.     

"Cheese!" katanya antusias. Adam diam sejenak. Melirik sang kekasih yang terkesan sangat egois malam ini.     

--namun akhirnya remaja itu mengikut gerak tangan Davira. Foto yang menggemaskan!     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.