LUDUS & PRAGMA

138. Hari Penghakiman



138. Hari Penghakiman

0-Hari kepergian Davira Faranisa-     
0

-Sekolah Menengah Atas Amerta Bintari-     

-10.00 WIB-     

Suasana sedikit riuh tak terkendali. Beberapa orang yang baru masuk mulai sibuk untuk mencari kursi yang paling nyaman dengan jendela besar sebagai target udara masuk dan menerpa permukaan kulit. Aula sekolah Amerta Bintari memang luas. Kiranya seratus orang lebih bisa berada di dalamnya tanpa berdesak dan bersumpek ria menjadi satu. Namun, jika ada jajaran kursi dan meja seperti ini setidaknya manusia yang datang harus mau berbagi tempat dengan manusia yang lainnya. Toleransi sesama umat manusia ciptaan Tuhan dan berbagi udara di dalam ruangan yang sama.     

Rapat pelantikan anggota tim basket baru juga pelepasan jabatan Adam Liandra Kin dari kedudukan dan peranannya sebagai ketua tim basket utama Amerta Bintari. Bukan hanya tim basket yang menjadi sasaran utama acara yang diadakan setiap satu tahun sekali ini, namun juga organisasi lainnya. Masa purna tugas untuk senior kelas dua belas yang akan menghadapi ujian akhir dan ujian nasional nantinya. Menjadi murid teladan tanpa terikat organisasi apapun yang mengganggu fokus dan minat belajar adalah tujuan diadakannya acara hari ini.     

Bukan Adam yang memimpin tentunya sebab ia hanya akan menjadi point of center kali ini. Mata tertuju pada ketampanan Adam yang tiada tandingnya. Semua yang datang mewakili organisasi terkesima dengan pesona kapten basket yang sudah miliki kekasih hati itu. Bukan hanya satu, namun dua gadis cantik. Davira Faranisa dan Davina Fradella Putri.     

"Lo nyari seseorang?" Candra menyela fokus Adam yang terus menatap ke luar pintu masuk. Banyak yang datang dari sana, namun tak satupun yang menarik perhatiannya. Ia menunggu sang kekasih tentunya. Davira hanya terlihat batang hidungnya tadi pagi. Selepas ia berpisah dengan sang kekasih kemarin malam, gadis itu tak banyak berkata. Hanya diam sembari terus menggenggam jari jemari tangannya. Konyolnya, Adam bahkan sampai menyentir dengan satu tangan sebab Davira memblokir tangan kirinya.     

"Davira." Ia menyahut. Kini melirik Candra yang menganggukkan kepalanya mengerti.     

"Dia gak datang ke sekolah hari ini." Candra kembali membuka mulutnya. Sukses menarik perhatian Adam yang menoleh lalu memberi tatapan tegas ke arahnya     

"Apa maksudnya?"     

Remaja berpotong cepak ala tentara itu terdiam sejenak. Ah, hampir saja ia kelewatan berbicara. Mengatakan bahwa Davira sudah tak ada di lingkungan sekolah kali ini. Tentu, gadis itu pasti sudah ada di bandara sekarang. Entah sendirian atau benar bersama Arka Aditya yang menghantarnya. Yang jelas, Davira berpamit padanya tadi pagi. Memberikan salam perpisahan dengan rasa terimakasih yang amat besar untuk remaja jangkung berhitung tak mancung itu.     

Candra membantunya untuk mengungkap perselingkuhan sang kekasih yang kedua kalinya. Jadi Davira tak ingin pergi begitu saja. Alasannya datang ke sekolah pagi ini adalah untuk mengambil barang yang tertinggal juga memberi salam perpisahan pada Candra.     

"Gue tanya, dia gak sekolah hari ini? Gue gak lihat Davira dari tadi. Seharunya dia ada di barisan paling depan." Candra tertawa kecil di bagian akhir kalimatnya. Menunjuk tepat ke arah kursi kosong yang ada di barisan paling depan sisi dinding ruangan aula.     

Adam menghela napasnya ringan. "Dia datang tadi pagi. Tapi saat gue ajak ke sini, dia bilang ada urusan di kantor guru. Jadi kita berpisah," ungkapnya menjelaskan.     

"Udah coba lo hubungi dia?" Candra menyahut. Tentu, ia akan terus ikut pergi kemanapun alur pembicaraan Adam sekarang ini. Meskipun ia tahu, Davira sudah mematikan ponselnya sedari pagi selepas berpamit padanya.     

Alasan Candra membantu Davira? Bukan sebab ia membenci Adam Liandra Kin. Candra menyukai persahabatan dirinya dengan sang kapten basket, namun ia membenci cara Adam bermain dengan perasan gadis yang amat tulus memberi harapan padanya. Candra tau bagaimana rasanya dikhianati oleh sang kekasih. Ia paham benar bagaimana sakitnya menjadi seorang Davira Faranisa sekarang ini.     

"Arka juga belum datang?" Adam kembali berucap. Menatap Candra dengan penuh pengharapan. Remaja yang kini berkacak pinggang tepat di depannya itu hanya menggeleng ringan. Berpura-pura sedang khawatir layaknya apa yang dirasakan oleh Adam sekarang.     

Arka tak akan datang! Candra tahu betul akan hal itu. Remaja jangkung itu sudah memintanya untuk mengatur segalanya saat pelepasan nanti. Arka lebih memilih menghantar sang sahabat untuk pergi ke bandara di tengah kota. Alasannya cukup singkat namun sangat kuat, sebab ini adalah pertemuan terakhirnya dengan Davira Faranisa. Ia tak tahu, kapan gadis itu akan kembali nantinya? Janji yang diucapkan memang hanya dua tahun berjalan paling lama, namun Davira adalah manusia. Ia tak tahu, semesta sedang melukis apa di atas sana.     

"Adam! Kita mulai!" Seseorang memberi interuksi. Mengangkat tangannya untuk menarik perhatian dua remaja yang berdiri di sisi layar proyektor besar.     

Adam mengangguk. Melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Arka tak datang, juga sang kekasih tak lagi terlihat batang hidungnya. Bukankah ini sedikit aneh? Ya, itu yang baru saja terbesit di dalam benaknya. Akan tetapi, Adam tak bisa banyak memikirkannya. Apa yang ada di depannya sekarang ini lebih penting ketimbang harus mencurigai sang kekasih dan sahabat sialannya itu.     

--bagaimana bisa wakil ketua basket pergi meninggalkan tanggung jawabnya begitu saja? Bukankah Arka itu sungguh sialan?     

"Basket duluan lalu kita lanjut ke paskibraka," tuturnya memberi perintah.     

Kembali remaja jangkung itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Kini Adam berjalan menuju ke tengah. Berdiri tepat di depan semua hadirin yang datang untuk memulai acaranya. Adam tersenyum manis, sangat manis! Meskipun bola matanya kini tak bisa benar fokus sebab mencari keberadaan sang kekasih, namun tetap saja ia harus profesional sekarang ini.     

"Selamat pagi semuanya. Perkenalkan aku Adam Liandra Kin, kapten basket sekaligus pemimpin utama ekstrakurikuler basket di SMA Amerta Bintari." Adam memulai. Kini memutar tubuhnya dan memberi instruksi pada Candra yang berdiri di sisi layar untuk memberi perintah menampilkan video dan slide yang sudah dibuat oleh Davina sebelum ini.     

"Untuk pengenalan bagi siswa baru, aku akan—" Adam menghentikan kalimatnya. Tidak! Bukan video ini yang dilihatnya kemarin sore kala berkencan dengan Davina. Video ini lain! Seseorang menggantinya!     

"Candra ...." Adam melirih kata kalimat aneh mulai masuk ke dalam netra indahnya.     

Selingkuh! Gila siapa yang sudah menyisipkan kata itu sebagai pembuka videonya?     

Adam menoleh. Menatap setiap orang yang kini mulai saling berbisik. Netranya menajam kala tak sengaja bertemu dengan Davina yang duduk di barisan kedua.     

"Bagaimana rasanya ketika mengetahui kekasihmu berselingkuh dengan gadis lain? Gadis itu adalah ... sahabat baikmu sendiri!" Kalimat itu membuka seluruhnya.     

"Inilah wajah asli Adam Liandra Kin!" Tegas kalimat diperbesar itu menjadi pengiring. Adam kembali menoleh. Menatap ke layar besar yang ada di depannya.     

Kini ia mengerti, Davira ada di baliknya!     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.