LUDUS & PRAGMA

19. Bertemu untuk Berpisah



19. Bertemu untuk Berpisah

0Taksi itu melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota. Sesekali berhenti untuk mematuhi lampu merah yang datang lalu kembali berjalan selepas hijau menyala dengan terangnya. Adam duduk rapi di atas kursi penumpang. Remaja jangkung itu tak habis-habisnya menatap pemandangan Kota Jakarta kalau malam tiba begini. Indah, sangat indah. Selama ini ia hanya berada di dalam rumah. Menghabiskan waktu senggangnya untuk membangun galeri seni dan melukis wajah cantik sang mantan kekasih. Dalam setiap goresan itu ada harapan dari Adam untuk semesta. Jaga Davira dan beri dia kebahagian yang setimpal atas apa yang terjadi di masa lalu.     
0

Jujur saja Adam sendiripun tak tahu bagaimana ia akan mengolah perasaan yang begitu mengganggu untuknya seperti ini. Juga ia tak tahu, mau sampai kapan rasa itu ada dan mendiami hatinya.     

Ia kini menghela napasnya ringan. Menyandarkan tubuhnya ke belakang tanpa mau mengubah sorot matanya untuk terus terlempar ke luar jendela mobil. Lampu-lampu indah itu membantu hatinya untuk sedikit lebih baik. Membuat pikirannya jauh lebih tenang dan damai lagi. Pemandangan malam benar menghiburnya kali ini.     

Taksi yang ditumpangi olehnya kini memelan. Terhenti di bahu jalan seiringan dengan seorang gadis yang menghadang di depannya. Adam menoleh. Tepat mengarahkan pandangan untuk menatap jauh ke depan dari sela-sela kursi yang ada di depannya.     

Benar, seorang gadis!     

"Ada apa, Nona?" tanya si supir sembari membuka kaca mobilnya. Ia meninggikan nada bicaranya. Sedikit marah? Tentu! Sebab gadis itu menghentikan mobil secara mendadak. Bagaimana kalau ia tertabrak nantinya? Dasar, gadis ceroboh!     

"Bisa antarkan saya ke halte bus pertama di jalan ini?" Ia menjawab. Suara itu tak asing untuk Adam. Bahkan logatnya berbicara pun juga tak berubah sama sekali masih sama seperti lima tahun yang lalu.     

"Bagaimana ini ... tapi aku sudah ada penumpang. Nona bisa cari taksi yang lain." Si supir menyahut. Sigap kembali tangannya berniat untuk menutup kaca pintu mobil. Meninggalkan gadis aneh yang baru saja menghentikan perjalannya.     

"Please! Saya akan membayar lebih!" Ia menegaskan. Memohon sembari menyatukan dua tangannya tepat di atas paras cantiknya malam ini.     

"Penumpangku tidak nyaman kalau—"     

"Suruh dia masuk." Adam memotong kalimat. Memberi interuksi pada di supir untuk segera mengijinkan gadis itu masuk ke dalam taksi.     

Sejenak diam membentang. Baik Adam maupun pria paruh baya berjenggot tipis dengan kumis yang melekat di bawah hidungnya itu sama-sama terdiam.     

"Tidak apa-apa?" tanya si supir memastikan.     

Adam kini menganggukkan kepalanya. Tersenyum ringan sembari menggeser posisi duduknya untuk berada di ujung kiri kursi penumpang.     

"Masuklah, Nona!" ucapnya memberi perintah. Gadis itu tersenyum manis. Kini mulai memutar langkahnya untuk berjalan dan membuka pintu belakang taksi. Ia akan masuk sekarang. Sungguh, setidaknya masih ada satu harapan kecil di tengah kegundahan hatinya sekarang. Seseorang ingin bertemu dengannya malam ini. Berjanji akan bertemu di sebuah rumah makan ternama yang ada di Jakarta. Tepatnya pukul delapan malam, itulah janji yang dibuat sebelum ini. Akan tetapi, Davina Fradella Putri mengkhianati janjinya sendiri. Terlambat tiga puluh menit? Yaps! Ia berharap si teman yang mengajaknya bertemu kali ini tak marah dan membatalkan janji yang dibuat.     

"Sekali lagi terimakasih atas—" Ucapan Davina terhenti kala sukses menarik pintu taksi yang akan menghantarkan tubuhnya sampai ke depan halte bus di seberang perempatan kedua. Gadis itu menatap paras remaja yang tak asing untuk dirinya. Lima tahun memang berlalu. Semuanya berubah, namun tidak untuk paras milik Adam Liandra Kin.     

"Kenapa gak jadi masuk?" tanya Adam tersenyum miring. Gadis itu menghela napasnya kasar. Menggelengkan kepalanya untuk keputusan bodoh ini. Ia akan lebih rela berjalan kaki ketimbang harus bersama Adam sekarang!     

"Gak usah gak jadi. Gue mending—" Tangan Davina ditarik paksa. Membuat gadis yang baru saja ingin kembali menutup pintu taksi.     

"Jalan pak," tutur Adam memberi perintah. Mengabaikan perubahan ekspresi wajah yang dilukiskan oleh gadis di sisinya itu.     

Taksi kembali berjalan. Menyusuri padatnya jalanan kota yang tak akan pernah mati meksipun larut malam hampir datang seperti ini. Davina memalingkan wajahnya selepas melepas kasar genggaman tangan Adam yang sudah menariknya masuk ke dalam taksi. Sepersekian detik berjalan tak ada suara apapun. Sesekali si supir menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa penumpang awalnya itu nyaman selepas kedatangan orang baru yang menyela.     

"Kamu benar tidak papa dengan—"     

"Tak apa. Kita saling mengenal." Adam menyahut. Tersenyum manis menatap sang supir yang ada di depannya. Kini terasa sedikit aneh. Bukannya rasa canggung yang ada dan menyelimuti, namun sebuah amarah yang menggebu-gebu di dalam hati Adam. Gadis yang ada di sisinya ini pernah menjadi orang berharga untuknya. Bahkan demi Davina, ia rela mengkhianati sang kekasih. Akan tetapi selepas Adam jatuh dan hancur, ia menghilang begitu saja tak ada kabar yang terdengar dari Davina Fradella Putri.     

"Benarkah? Wah, kebetulan."     

"Dia teman—"     

"Dia pacarku." Kembali suara berat itu menyela. Memotong kalimat Davina yang kini menoleh sembari memberi tatapan aneh untuk Adam.     

"Kita udah gak berhubungan lagi, Adam." Lirih suara Davina menyahut. Tersenyum seringai di bagian akhir kalimatnya.     

"Kita memulai hubungan berdua. Kesalahan itu juga kita lakukan berdua. Jadi, kira hancur dan jatuh berdua." Adam menyahut. Menarik pergelangan tangan Davina yang kini mulai meronta-ronta. Ia merasa bahwa laki-laki yang ada di sisinya sekarang ini bukanlah Adam Liandra Kin yang dulu ia cintai. Bahkan dari caranya menatap, sudah sangat lain!     

"Lepasin!" ucapnya memberi penekanan.     

Adam tertawa kecil. Kasar ia kembali menghempaskan tangan gadis yang ada di sisinya. Taksi masih berjalan dengan kecepatan sedang. Membelah jalanan kota untuk menghantarkan dua penumpang yang ada di kursi kemudi.     

"Benar! Gue meninggalkan lo karena lo udah gak berharga lagi. Pikirkan Adam! Gadis mana yang mau merawat pacarnya, ah tidak ... selingkuhannya?" Ia mengerjap. Sejenak diam kala Adam menatapnya dengan tajam. Ia tak tahu, bahwa dirinya mempertahankan gadis jahat dengan membuang gadis baik seperti Davira Faranisa. Jika saja ia tak memulainya lagi, maka semua ini tak akan pernah terjadi.     

"Jangan berharap gue masih suka sama lo seperti dulu," imbuhnya melirih.     

Adam tertawa kecil. Memalingkan wajahnya untuk membuang tatapannya. Lucu, sangat lucu! Bahkan melihat paras Davina saja ia benar-benar marah sekarang. Bagaimana bisa ia menaruh harapan pada gadis jahat seperti ini?     

"Berhenti, Pak," ucap Adam memerintahkan.     

Sang supir mengindahkan apa yang diminta oleh Adam. Taksi berhenti di sisi jalanan.     

"Keluar." Adam berucap. Melirik Davina dengan akhir sebuah tatapan tajam untuk gadis yang ada di sisinya itu.     

... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.