LUDUS & PRAGMA

22. Comeback Home!



22. Comeback Home!

0-Dua hari sebelum pesta pameran galeri milik Adam Liandra Kin-     
0

"Terimakasih atas pesanannya, Kakak. Selamat menikmati." Nada bicara yang ramah. Senyum manis mengiringi seakan menjadi penutup perbincangan singkat di antara keduanya. Raffa menerima uluran tangan dengan es krim vanila yang dipesannya. Menyerahkan itu untuk gadis cantik yang berdiri di sisinya sekarang ini. Naila, menatap jauh ke luar kedai es krim. Selepas remaja jangkung yang ada di sisinya kasar menyenggol bahunya, ia menoleh. Sigap tangannya menerima apa yang diberikan Raffa untuknya. Tersenyum ringan kemudian kembali memusatkan tatapannya keluar kedai.     

Siang ini cuaca sedikit mendung. Tak ada cahaya sang surya yang tegas menyorot terjun mengenai permukaan bumi. Sang surya bersembunyi di balik gumpalan awan hitam di atas cakrawala. Aroma manis manis ke dalam lubang hidungnya, kala sebuah roti panggang kembali disodorkan padanya. Raffa banyak 'memanjakan' Naila kalau sudah kembali dari kampus begini. Berjalan-jalan ringan sembari menikmati apa yang disuguhkan oleh alam siang ini. Raffa membeli dua cone es krim vanila dengan topping manis di atasnya. Dua roti panggang yang mengembang dengan olesan susu putih yang manis kalau disentuh oleh lidah.     

Gadis itu kini menghela napasnya kasar. Selepas mendapat kembalian atas bayarannya, Raffa kini menatap sang gadis. Naila hanya diam. Sesekali matanya berkeliling untuk memastikan bahwa es krim yang ada di dalam genggamannya tak mencair hingga mengotori tangannya.     

"Ayok." Raffa menyela. Menarik pergelangan tangan gadis yang masih kokoh di tempatnya.     

Tak ada bantahan dari Naila. Gadis itu hanya diam sekabri terus melangkah mengikuti arah sepasang kaki jenjang milik Raffardhan Mahariputra Kin. Keduanya keluar dari dalam kedai. Satu es krim vanila dengan dua roti panggang di tangan kirinya. Gadis itu benar-benar bahagia siang ini. Sejenak melupakan keluh kesah serta beban yang menimpa hidupnya. Perihal sang ibunda tercinta, memangnya mau beban apa lagi?     

"Lo habis ini akan ke rumah sakit?" tanya Raff menyela langkahnya. Menengadahkan kepalanya untuk memastikan bahwa mendung siang ini tak akan menurunkan hujan pada akhirnya.     

"Ada kakak keponakan gue di sana. Gue akan kembali setelah ngurus kampus. Ada satu mata kuliah lagi habis ini," tuturnya menerangkan singkat. Hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Raffa tak menyahut apalagi memberi suara untuk menjawab kalimat dari Naila.     

Cukup jelas bukan kalau Naila akan kembali ke kampus selepas ini. Menjadi mahasiswi yang baik dan berbudi sebelum akhirnya menjadi seorang putri yang berbakti.     

"Ngomong-ngomong soal Kak Adam, dia sudah membaik?" tanya Naila sembari tersenyum manis. Jari jemari gadis itu kini mulai memainkan cone ice cream yang ada di dalam genggamannya. Tak banyak bersuara selepas itu, diam sejenak ada untuk menjeda keduanya. Naila memang tak akrab dengan sang kakak, hanya pernah bertemu beberapa kali kala gadis itu datang menyambangi kediamannya. Tapi tak salah bukan kalau bertanya akan hal itu? Toh juga Adam adalah kakak kandung dari sahabatnya.     

"Sedikit membaik. Prediksi dokter ia akan sembuh tahun ini. Tergantung bagaimana usahanya." Raffa menimpali sembari menganggukkan kepalanya untuk mengiringi setiap kata yang diucap olehnya.     

Naila paham, bahwa apapun yang terjadi di masa lalu tentang Raffa bersama kakaknya adalah sesuatu yang buruk. Wanita yang melahirkan kedua remaja berwajah identik itu bercerita bagaimana dekatnya Raffa dengan sang kakak. Remaja jangkung itu begitu menyayangi kakaknya dulu. Selalu bertanya dan bertanya perihal keadaan Adam kalau laki-laki itu tak sedang berada di rumah. Meksipun Naila tak tahu bagaimana rincinya, namun setidaknya ia bisa menebak. Apapun yang terjadi di masa lalu dengan menyangkut-pautkan seorang gadis bernama Davira Faranisa.     

"Kenapa liat gue kayak gitu?" tukasnya memprotes kala tersadar Naila mulai kembali dengan tatapan aneh untuk dirinya.     

"Lo beneran gak mau cerita sama gue tentang apapun di masa lalu? Minimal tunjukkan foto Davira Faranisa lah!" Naila menggerutu. Kini menghentikan langkah kakinya bersama Raffa yang mengekori.     

"Gak ada." Raffa menyahut. Menatap cone yang ada di dalam genggaman Naila.     

"Makan es krimnya keburu mencair," susulnya mengimbuhkan.     

"Gak mungkin lo gak punya foto gadis yang lo suka?" Naila kembali mendesak. Kali ini tak akan mudah percaya dan melepas Raffa begitu saja. Hampir empat tahun lebih persahabatan dirinya dengan remaja jangkung itu, Raffa mengenal dan mengetahui setiap inci dan setiap sudut kehidupan Naila di masa lalu dan di masa sekarang. Bahkan masa depan pun, Naila mengatakannya pada Raffa. Tentang apa yang menjadi mimpinya dan tentang bagaimana ia ingin menghadapi dunia nantinya. Bukannya mendapat balasan yang tepat, remaja itu lebih banyak diam dan menghindar kalau sudah menyinggung kejadian di masa lampau. Bahkan satu adegan saja, Raffa tak pernah mau menceritakan itu pada Naila.     

Tak adil bukan? Ya! Ia hanya diberi tahu pasal nama, bukan peran dan alur cerita.     

Raffa menundukkan kepalanya. Menatap ujung sepatu putih yang masih terlihat baru. Lima tahun lalu Davira memberikan itu. Sedikit sempit rasanya, namun belakangan ini ia ingin menggunakan sepatu itu setelah sekian lama menyimpannya di dalam almari. Raffa tak ingin barang kesayangannya rusak oleh lingkungan luar. Itu sebab ia menyimpannya selama ini.     

"Kenapa?" tanya Naila mengikuti arah sorot tatap mata yang ada di depannya sekarang ini. Dari penampilan Raffa, ada yang aneh! Tidak, lebih tepatnya ada yang asing.     

--ah sepatu itu, baru!     

"Lo mau pamer sepatu baru sama gue?" kekeh gadis itu tertawa ringan. Tak ada jawaban dari Raffa, remaja itu terus menatap apapun yang ada di bawahnya sekarang ini.     

"Aku yang membelikan sepatu itu!" tukas seseorang menyela. Dari jarak yang tak cukup jauh, namun juga tak bisa dibilang dekat. Seorang wanita muda berdiri dengan syal tebal yang membalut lehernya.     

Naila mendongakkan kepalanya. Diikuti dengan Raffa yang melakukan hal identik. Satu objek mencuri perhatian keduanya sekarang ini.     

"S--siapa?" tanya Naila lirih. Sejenak tatapan mata gadis itu meneliti setiap bagian tubuh wanita muda berambut pendek dengan ujung ikal berwarna cokelat tua itu. Senyumnya manis dan matanya indah melengkung bulan sabit. Kini ia melambai ringan. Semakin tegas merekahkan senyum pada remaja jangkung yang masih diam sembari menatanya penuh ketidakpercayaan.     

--Davira Faranisa kembali!     

"K--kak Davira!" ucapnya terbata-bata. Sigap ia melepaskan es krim yang ada di dalam genggamannya. Sigap memutar tubuh bersama langkah kaki yang kini berputar untuk menjangkau tubuh wanita muda di depannya itu. Davira merentangkan tangannya. Kini tersenyum kuda dengan tatapan yang berbinar. Menunggu remaja jangkung di depannya untuk datang dan tenggelam dalam pelukan hangatnya sekarang ini.     

"Kakak kembali?!" tukasnya sembari berlari. Jatuh tepat ke pelukan gadis yang kini mengangguk-anggukkan kepalanya.     

Semesta menjawab doanya!     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.