LUDUS & PRAGMA

45. Hai, Takdir Baru!



45. Hai, Takdir Baru!

0Tatanan bunga indah yang memikat pandangan mata menjadi fokus gadis yang kini berjalan sembari sesekali menyentuhkan ujung jari jemarinya untuk bunga-bunga cantik yang ada di sisi kanan dan kirinya sekarang ini. Ia datang bersama Rena Rahmawati, bukan lagi Arka Aditya yang menemani dirinya untuk menghabiskan hari. Laki-laki itu pergi selepas mendapat sebuah panggilan dari kantornya. Benar, Arka sekarang adalah orang yang sibuk. Pengacara pembela umum yang mengabdikan hidupnya untuk masyarakat luas. Meskipun gaji yang setinggi pengacara khusus yang hanya menerima para manusia ber-uang, namun setidaknya Arka menikmati pekerjaannya sekarang ini.     
0

Hanya bersisa Rena yang terus saja mengomeli dirinya di dalam mobil saat perjalan kemari. Meninggalkan kedai tempatnya mematai-matai dan datang ke sebuah toko bunga dekat komplek tempat tinggal Rena. Kata Davira, sekalian menghantar Rena yang ingin pulang ke rumahnya. Gadis itu tak henti-hentinya menggerutu untuk memberi Davira pelajaran berharga. Keputusan sahabat lamanya untuk tidak kunjung mengunjungi dirinya di kediaman rumahnya selepas kembali dari London adalah alasan Rena terus saja membuka mulutnya. Seakan tak pernah lelah, gadis itu terus saja mengulang kalimat dengan inti yang sama. Davira adalah sahabat terjahat yang sudah melupakan dirinya.     

"Lo beneran gak akan kembali ke London?" Kalimat tanya itu kembali terulang. Meskipun Davira sudah memberi berbagai macam respon untuk Rena Rahmawati, namun gadis itu tak kunjung puas. Ia terus saja menanyai dirinya dengan kalimat tanya yang mulai membosankan. Davira sudah menganggukkan kepalanya, tersenyum untuk Rena, mengerang ringan, bahkan ia sudah mengatakan kalimat yang membenarkan pertanyaan dari Rena barusan. Apa yang kurang? Tidak ada! Hanya saja Rena yang tak kunjung mendapatkan kepuasan.     

"Hm. Gue akan tetap di sini." Davira menjawab. Tak menoleh hanya terus berjalan menyusuri setiap celah bagian yang dibuat bak gang-gang kecil dengan pembatas bunga-bunga indah di sisi kanan dan kirinya.     

"Karena apa? Maksud gue lo lima tahun di London, gue sempat berpikir bahwa lo gak akan pernah kembali lagi ke Indonesia. Tapi mendengar kabar bahwa lo yang membuat Davina datang dengan pakaian berduka dan bunga anyelir untuk lukisan wajah lo di galeri Adam, membuat gue terkejut. Lo akhirnya kembali tapi gak ngabarin gue setelah sekian lama." Kalimat panjang lebar itu mengekspresikan betapa kecewanya hati Rena sekarang ini. Ia berharap Davira sendirilah yang mengabari dirinya, bukan orang lain.     

"Karena Indonesia adalah rumah gue," jawab Davira menghentikan langkah. Satu buket bunga yang indah, mencuri perhatiannya kali ini. Ia menoleh pada Rena. Menunjuk tepat ke arah buket bunga yang ada di sisinya sekarang.     

"Gue mau beli yang itu," tuturnya mengabaikan pertanyaan dari Rena.     

"Davira!" Rena kembali menggerutu. Menjejak-jejakkan kakinya ke lantai sembari menggerutu manja.     

"Akan gue jelaskan alasan kenapa gue kembali, tapi gak sekarang. Gue mau membeli bunga dan mendatangi seseorang setelah ini." Davira tersenyum manis. Ia meraih bahu sang sahabat dan mengusapnya perlahan.     

"Lo udah janji, oke?! Harus ditepati!" Rena menyela. Tegas nada bicaranya ia tujukan untuk Davira. Gadis di depannya hanya tertawa ringan. Menganggukkan kepalanya untuk menyahut gadis yang ada di depannya sekarang ini.     

Rena kini menoleh. Tepat menitikkan manik matanya untuk menatap buket bunga yang baru saja menarik perhatian seorang Davira Faranisa. Benar, selera yang bagus. Kombinasi bunga yang ada di dalam buket itu, sangat manis dan elegan. Cantik kalau dipandang mata dengan benar. Davira pandai memilih sesuatu.     

"Ngomong-ngomong lo beli untuk siapa?" tanya Rena kembali menatap Davira.     

"Hanya ... seseorang," ucapnya menggantung.     

"Lo punya pacar di Indonesia? Itu alasannya lo kembali ke Indonesia?" Gadis itu asal menebak. Mencoba untuk menerka apa yang menjadi pemikiran juga tujuan gadis yang ada di depannya. Siapa yang akan dikunjungi oleh Davira dengan membawa bunga secantik itu?     

"Kenapa gue harus punya pacar?" kelit Davira tersenyum simpul.     

Rena terdiam sejenak. Mulai menggerutu samar kala tak menyangka bahwa Davira akan pandai menutupi semuanya. Ia benci teka-teki begini. Rasa ingin tahu, menggerogoti dirinya sekarang.     

"Lo akan tau nanti." Davira kini mengalihkan pandangannya. Melambaikan tangan untuk memanggil staf yang bisa mengambilkan dirinya buket bunga itu. Davira akan membelinya. Membawa itu untuk menemui seseorang yang menjadi alasan utamanya datang dan membeli bunga.     

"Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya staf itu lembut.     

Davira menunjuk satu buket bunga di sisinya. "Aku ingin membelinya."     

"Untuk pacarnya? Sangat cocok!" Wanita berseragam kuning tua itu menyela. Menebak asal untuk pelanggan pertamanya itu.     

"Buket bunga ini dibuat untuk mengekpresikan kasih sayang dan cinta yang hangat. Sangat cocok kalau diberikan untuk orang terkasih," ucapnya sembari mengambil buket yang diinginkan oleh Davira.     

Rena menatapnya. Senyum sang sahabat seakan memiliki makna lain untuk itu. Davira lebih mirip seseorang yang sedang menyembunyikan niat jahatnya.     

"Mau saya tuliskan sekalian nama pacar, nona untuk kartu ucapannya?"     

Davira mengangguk. "Adam Liandra Kin, mantan kekasih yang buruk. Tuliskan itu."     

Rena menghela napasnya kasar. Benar, satu-satunya laki-laki di Indonesia yang ada di dalam hati Davira hanyalah Adam. Adam Liandra Kin.     

••• LudusPragmaVol3 •••     

Tatapan gadis itu teduh. Sedikit sayu namun masih bisa dikatakan indah penuh penghayatan. Ia kembali ke tempat ini lagi. Di jam yang sama selepas galeri seni selesai menjadi tempat pameran yang diserbu banyak orang sejak pagi hingga senja datang menyapa. Davira datang di galeri seni sang mantan kekasih. Selepas berpisah dengan Rena, ia memutar stir mobil untuk kembali mengambil jalan yang sama.     

--dan di sinilah Davira berada! Satu lukisan wajah yang tak asing untuknya, sebab ojeknya adalah dirinya di masa lalu. Buket bunga itu ada di dalam genggaman Davira.     

"Maafkan, kami. Tapi pameran sudah tutup beberapa jam yang lalu, Nona. Anda bisa datang besok pagi. Masih ada promo untuk harga lukisan hingga Minggu depan," sela seseorang pada Davira. Gadis itu menunduk. Tak kunjung memutar tubuhnya untuk menyambut kedatangan seseorang yang ada di belakangnya. Posisinya sedikit jauh dari Davira. Kiranya harus sedikit berjalan maju untuk bisa menjangkau posisi berdiri Davira Faranisa.     

"Maaf sekali lagi. Tapi galeri ini akan segera ditutup. Anda bisa kembali lagi besok." Suara itu ... Davira mengenalnya! Sangat mengenalnya! Lima tahun berjalan tak mengubah apapun. Hanya keadaan, tidak untuk sang mantan kekasih.     

Gadis itu kini menghela napasnya. Memutar tubuhnya perlahan untuk menatap Adam dari jarak yang normal.     

"Long time no see, Adam." Gadis itu menyela. Tersenyum tipis mengiringi kalimatnya     

Adam bungkam! Tak percaya bahwa Davira ada di hadapannya sekarang ini. Sungguh, hatinya ... entahlah! Ia tak bisa mendeskripsikan ini semua.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.