LUDUS & PRAGMA

70. Awal Pembalasan



70. Awal Pembalasan

0Bel berbunyi. Mengakhiri segala beban penyiksaan yang ada di dalam diri. Seluruh murid yang ada di dalam ruang kelas kini keluar berhamburan. Mencari tujuan mau kemana dan dimana mereka menghabiskan waktu istirahat yang amat singkat seperti ini? Gadis bersurai pekat lurus yang jatuh tepat di atas punggungnya itu kini menatap perawakan dua remaja yang saling beradu tatap satu sama lain. Percakapan singkat terjadi, dengan senyum manis yang mengakhirinya. Tanpa berpikir panjang ia mendekat. Selepas mengemasi semua barang-barangnya masuk ke dalam tas, dirinya memutuskan untuk menyapa si mantan teman sebangku. Entah kesalahan apa yang dilakukannya pagi ini. Akan tetapi, Davira beberapa kali mengabaikan dirinya. Davina sudah berusaha untuk mengajak ia berbicara. Berbincang dan berinteraksi akrab seperti sebelumnya. Akan tetapi, Davira terus saja berusaha pergi dan lekas mengakhiri.     
0

Memang, itu adalah salah satu sikap wajar yang dimiliki gadis menyebalkan dengan segala sikap dinginnya itu. Namun kali ini terasa lain. Seakan dalam tatap matanya ia menyimpan ribuan dendam pada gadis bernama lengkap Davina Fradella Putri.     

Kini tubuhnya berdiri di sisi meja tempat Davira berdiri. Sesekali tersenyum ringan untuk menarik perhatian gadis yang masih sibuk dengan aktivitasnya. Bukan disambut oleh si tuan yang menjadi tujuannya datang kemari, namun Arka Aditya lah yang menyambut kehadirannya. Remaja jangkung itu menoleh, menelisik perawakan tubuh yang sudah berdiri di sisinya lalu tersenyum ringan sembari ber-hai lirih untuk menyambut.     

"Kalian mau ke kantin?" tanya Davina menyela aktivitas. Mengakhiri segala kata yang terucap dengan senyum ringan tanpa mau memberi kata lebih di dalam senyum itu.     

"Gue ada urusan sebentar. Tapi Davira mungkin—"     

"Gue mau nemuin Adam setelah ini. Gak ada waktu untuk ke kantin." Davira menyela. Dengan nada bicara ketus dan dingin. Aktivitas juga tatapan matanya tak fokus. Masih dengan aktivitas lamanya untuk merapikan buku, mengemasi pena, dan menata apapun yang ada di atas meja juga loker miliknya.     

"Jadi lo bisa pergi sendiri," ucapnya mengimbuhkan. Melirik gadis yang menatapnya teduh. Ber-oh ringan sembari sejenak membulatkan matanya. Entah mengapa, setiap kalimat yang dilontarkan oleh Davira terasa begitu menyakitkan untuk dirinya saat ini. Bukan memberi solusi terbaik, namun kalimat yang diucapkan oleh gadis itu seakan seperti memberi penekanan pada dirinya untuk segera pergi dan menjauh. Davira tak ingin melihat wajahnya! Itulah kesan yang ada di dalam kalimat singkat milik Davira untuknya.     

"Tumben lo mau nemenin Adam di lingkungan—"     

"Salah kalau gue nemuin pacar gue?" Lagi-lagi gadis itu memotong kalimat. Sukses membuat lawan bicaranya terdiam membisu. Sekarang, Davina mampu menyimpulkan. Ada sesuatu yang terjadi di dalam hati sang teman dekat.     

"Lo bisa ikut gue ke ruang guru untuk menemui pembimbing. Ada beberapa hal perlu gue bicarakan dengan beliau." Arka menyela. Bangkit dari tempat duduknya sembari terus memberi tatapan pada Davina. Gadis itu tak mengerti juga, kalau Davira sedang tak ingin diganggu olehnya.     

Seakan mendapat penawaran yang lebih baik ketimbang bersama gadis yang sedikit sensi dengan dirinya hari ini, Davina menganggukkan kepalanya. Tersenyum aneh kemudian memindah fokus sorot lensa pekatnya untuk membalas tatapan dari Arka Aditya.     

Keduanya kini melangkah pergi. Menjauh dari gadis yang mulai menghentikan aktivitas dan kesibukannya. Kini menatap kepergian gadis sialan bersama sang sahabat. Senyum seringai mengembang. Seakan sesuatu muncul dari dalam pikirannya sekarang ini. Tentang sebuah pembalasan atas apa yang dilakukan oleh Davina padanya. Bukan salah Davira jikalau nantinya ia mengkhianati pertemanan baik dengan Davina. Akan tetapi semua kesalahan dimulai dari gadis brengsek yang sudah merebut sang kekasih darinya. Jikalau Davina bisa merebut kepercayaan yang diberikannya teruntuk sang kekasih, maka Davira juga bisa mengambilnya kembali. Memberi sedikit bonus dengan kejutan-kejutan yang menyenangkan.     

°°°°°°°°°° LudusPragmaVol2 °°°°°°°°°     

Keduanya melangkah tegas. Menyusuri lorong yang ramai dengan remaja sebaya berseragam sama dengan mereka. Arka menatap lurus ke depan, sedangkan Davina sesekali menoleh untuk menelisik arti tatapan remaja jangkung yang ada di sisinya. Sedikit aneh, sebab dalam dua tahun terakhir Arka tak pernah mau pergi berdua saja dengannya seperti ini. Bukan sebab sesuatu yang asing dan tak berdasar, tak inginnya remaja itu bersama dengan Davina adalah sebab gadis itu mencintai kekasih dari sahabatnya. Arka membenci fakta itu dan selamanya akan tetap begitu. Namun apa ini? Remaja itu mengajak Davina untuk pergi bersama?     

"Ada salah sama wajah tampan gue?" Arka menyela. Tak menoleh hanya terus menatap lurus ke depan.     

Gadis yang ada di sisinya kini memalingkan wajahnya cepat. Seakan baru saja terpergok sedang melakukan kejahatan, ia mengulum salivanya berat. Dalam sepersekian detik tak ada suara yang memecah keheningan. Hingga sampailah Davina pada sebuah pertanyaan yang mengganggu di dalam otaknya, perihal ada apa dengan dirinya juga sang sahabat, Davira Faranisa.     

"Davira marah sama gue?" tanya Davina mengabaikan pertanyaan dari Arka Aditya.     

Remaja jangkung itu diam. Mengangkat kedua bahunya tak mau memberi banyak kalimat basa basi.     

"Dan lo ... kenapa lo ngajak gue pergi ke ruang—"     

"Karena ini tanggung jawab lo." Arka memotong. Menghentikan langkahnya tiba-tiba. Menepi di sisi jalan lorong untuk membawa gadis itu berbincang ringan dengannya. Perubahan ekspresi wajah Davina sedikit aneh, tak mengerti dengan keadaan dan sikap Arka yang terkesan terlalu berlebihan hanya sebab kalimat tanya basa-basi darinya beberapa detik lalu.     

"Ada yang salah dari pertanyaan gue tadi?" Davina kembali berucap. Menyipitkan matanya kala remaja di depannya membuang wajah sembari menghela napasnya ringan.     

"Boleh gue tanya satu hal?" Arka mengabaikan. Tak ingin menjawab pertanyaan tak penting yang keluar dari mulut Davina.     

Gadis di depannya diam membisu. Menunggu kalimat tanya macam apa yang akan dilontarkan padanya hari ini.     

"Lo masih cinta sama Adam?"     

Deg! Kalimat itu sukses membisukan segala kalimat dan suara milik Davina. Ia tak tahu kalau Arka akan membahasnya lagi setelah sekian lama tak pernah terucap dari celah bibirnya.     

"Jawab gue," ucapnya menegaskan. Davina yang baru saja ingin menoleh untuk membuang tatapannya kini terhenti. Tegas ia berikan seluruh fokus untuk Arka Aditya. Dalam beberapa detik berselang, tak ada suara. Hanya diam dan saling melempar tatapan satu sama lain.     

"Kenapa lo harus tanya kalau lo tau jawabannya?" lirih gadis itu menjawab. Raut wajahnya tak bersahabat. Tatapan matanya juga tak sebaik sebelum ini. Jujur saja Davina muak dengan Arka Aditya yang selalu saja mencoba mencampuri urusan pribadinya. Hanya sebab ingin melindungi perasaan sang sahabat? Alasan yang kuno dan klasik!     

"Kalau gitu berhentilah." Arka menyahut.     

"Kenapa gue harus berhenti?"     

"Karena lo berurusan dengan Davira," pungkasnya menutup kalimat. Sukses membuat perubahan ekspresi di atas wajah cantik milik Davina.     

... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.