LUDUS & PRAGMA

72. Kejutan Dari Sang Kekasih!



72. Kejutan Dari Sang Kekasih!

0Davira menghentikan langkahnya. Bersama sang kekasih yang terpaksa untuk mengimbangi aktivitas baru milik gadis yang kini perlahan melepas genggaman tangan miliknya. Sukses membuat Adam menundukkan pandangannya sembari menatap jari jemari Davira yang mulai lepas dari genggaman jari jemari panjang milik Adam. Jikalau gadisnya melakukan itu hanya sebab canggung terasa kala tak sengaja berpapasan dengan Davina, maka Adam menjamin bahwa sang kekasih sedang dirasuki oleh cenayang dari masa lampau yang sedang berkeliaran siang ini. Davira yang dikenal olehnya bukan gadis lemah yang akan mengalah begitu saja. Toh juga, Davina belum tahu pasal terbongkarnya perselingkuhan mereka.     
0

Adam tak benar menepati janjinya semalam. Selepas perpisahan terjadi di antara dirinya dan kekasih, berselang beberapa jam, Davira membuat panggilan singkat dengannya. Dalam suara yang lirih berjeda dengan helaan napas yang terdengar begitu berat, gadis itu mengatakan bahwa ia ingin semua kembali pada tempatnya. Tak ada berubah dan tak boleh ada yang terasa lain. Semua akan tetap sama, dengan Davira yang berusaha untuk mengikhlaskan apa yang sudah terjadi. Gadis itu tak ingin memperlebar masalah yang ada. Dirinya hanya ingin hidup bersama Adam dalam lembar kertas yang baru. Menutup catatan lama dengan hanya mengambil bagian yang manis saja.     

Sebuah kalimat penutup masih melekat jelas di dalam ingatan remaja itu, jikalau sang kekasih meminta Adam untuk menyelesaikan hubungannya dengan Davina. Mengatakan pada sang gadis bahwa semua sudah berakhir. Adam akan mengakhirinya. Memulai sesuatu yang baru dengan kekasih yang sah. Bukan menjalin hubungan dengan gadis brengsek sialan tak tahu diri seperti Davina Fradella Putri.     

Gadis di sisi Adam kini tersenyum ringan. Perlahan memindah tangannya untuk merangkul tangan sang kekasih. Menarik tubuh Adam untuk lebih dekat lagi dengannya. Tak menciptakan jeda juga celah seperti sebelumnya. Gadis itu semakin tegas mengembangkan senyum manis. Seakan bahagia benar-benar menyelimuti dalam hatinya sekarang ini.     

"Hai ... Davina." Ia berucap kala posisi intim tercipta di antara Davira juga Adam. Sekarang Adam paham mengapa sang gadis melepas genggaman tangannya, sebab ia ingin posisi yang terlihat lebih romantis ketimbang sepasang kekasih yang bergandengan tangan kala sedang berjalan bersama. Davira ... ingin mulai membalas rasa sakit yang didapatkan oleh dirinya kemarin malam.     

"Lo udah selesai dengan urusan lo sama Arka?" tanya Davira berbasa-basi. Semakin kuat merangkul sang kekasih yang ada di sisinya.     

Davina diam sejenak. Melirik jari jemari Davira yang kuat menggenggam tangan sang kekasih. Tubuh mereka berhimpit. Tak menciptakan celah di antara keduanya. Sungguh, pemandangan aneh nan asing yang membuat hatinya panas!     

"Ah, itu ...." Davina mulai menyahut. Memindah arah sorot matanya tak lagi menatap jari jemari milik Davira. Tersenyum pada gadis yang menjadi lawan bicaranya kali ini.     

"Arka bilang dia bisa pergi sendiri," susulnya mengimbuhkan.     

Davira mengangguk samar. Tersenyum kaku sembari ber-oh lirih. Ia menatap Adam. Remaja yang mematung di tempatnya sembari sesekali memalingkan wajahnya. Bagi Adam ia belum siap untuk menerima perlakuan dan situasi aneh ini. Bagaimana perasaan Davina dan bagaimana kondisi sang kekasih, Adam paham benar. Yang dirasakan oleh Davina adalah ketidakberdayaan yang menyebalkan. Memaksa dirinya harus mengalah dan diam memendam semuanya. Sebab gadis itu paham, posisi mana yang lebih penting untuk Adam sekarang. Sedangkan untuk sang kekasih, Davira Faranisa. Adam paham jikalau gadis itu sedang marah di balik senyum dan segala keramahan yang ditunjukan olehnya sekarang ini. Davira ingin memutar balikkan keadaan. Menjadikan dirinya sebagai pemenang atas perlombaan yang tak pernah dimulai olehnya selama ini.     

"Ngomong-ngomong soal gelang yang gue minta kemarin," ucapnya sukses membuat Davina menoleh padanya. Juga Adam, yang kini menatap sang kekasih dari samping. Seakan tak percaya bahwa Davira akan membahasnya sekarang.     

Gelang merah muda itu ada di dalam saku celana Adam sekarang ini. Sedangkan gelang biru muda yang dipesan Davira beberapa waktu lalu, Adam melihatnya sebelum mereka berpisah kemarin sore. Gadis itu membuang gelang yang identik bentuk namun berbeda warna tepat masuk ke dalam tong sampah di sisi jalanan komplek.     

"Gue membuangnya." Davira melanjutkan. Kali ini tatapan yang diterima olehnya sedikit lain. Davira mengernyitkan dahinya samar. Perlahan matanya menyipit seakan mencoba untuk menerka kalimat apa yang kiranya akan menjadi penerus kata menyebalkan itu.     

Adam semakin tegas menatap sang kekasih. Sesekali mencoba untuk menyenggol bahu Davira agar tak meneruskan kalimatnya. Tak lucu bukan jikalau Davira mengatakan bahwa ia membuangnya selepas menangkap basah perselingkuhannya dengan Davina?     

"Gue memberikan gelang birunya ke Adam, tapi dia bilang dia akan membelikan gelang yang lebih mahal lagi. Dia juga bilang kalau gelang itu buruk dan jelek. Jadi kita membuangnya." Davira meneruskan. Entah harus lega atau bagaimana, Adam hanya bisa tersenyum kecut.     

"Bukankah begitu, Kapten Kin?" tanya Davira mengubah sorot lensa pekat miliknya. Menatap sang kekasih yang hanya menganggukkan kepalanya ringan sembari tersenyum kaku.     

"Maaf mengatakan itu, tapi aku harus jujur 'kan?" kelitnya kembali memusatkan tatapan untuk Davina.     

Gadis di depannya sejenak melirik Adam. Senyum yang mengembang di atas paras sang laki-laki tercinta sungguh menyebalkan!     

"G--gak papa. Toh juga cuma gelang murahan." Davina berucap. Ikut tersenyum pada gadis yang ada di depannya.     

"Sampaikan perminta maafan gue sama saudara jauh lo. Kapan-kapan pertemukan kita, gue mau berterimakasih sekaligus meminta maaf." Davira kembali memancing. Mengabaikan perubahan ekspresi gadis yang sesekali melirik ke arah sang kekasih.     

"Tentu. Gue akan atur pertemuannya nanti." Gadis itu mengangguk samar. Menghela napasnya ringan mencoba untuk tetap menguasai diri sekarang ini.     

"Kalau gitu gue pergi dulu," imbuhnya ingin menutup kalimatnya. Tersenyum canggung dan mulai melangkah untuk pergi dari tempatnya sekarang.     

Davina paham sekali saja ia berucap, maka akan hancur sudah segala harapan baiknya bersama Adam. Remaja brengsek itu sudah berjanji padanya akan mengakhiri hubungan dengan Davira. Menjalin segala harapan baik dengannya sebagai sepasang kekasih yang sah. Katanya, Davina hanya harus menunggu. Waktu dan suasana yang tepat akan datang suatu saat nanti. Meskipun dalam setiap benak dan hatinya, ia merasa sesak. Tak mampu bergerak bebas bersama sang laki-laki idaman.     

"Davina ...." Davira kembali memanggil. Sukses membuat gadis yang baru saja ingin meninggalkan dirinya kini menoleh dan memutar tubuhnya. Menatap Davira yang kembali tersenyum manis padanya.     

"Kapan-kapan kita berdua akan mengadakan pesta barbeque kecil-kecilan. Mau ikut?" tanyanya dengan nada ringan.     

Gadis di depannya tersenyum aneh. "Pesta? Untuk memperingati apa?"     

Davira kini semakin tegas mengembangkan senyumnya. Menatap sang kekasih yang masih memilih menjadi pemeran bisu dalam adegan canggung ini. "Entah hanya harapan atau memang sudah ditakdirkan, aku berniat untuk bertunangan dengan Adam setelah lulus nanti. Pesta itu, aku gunakan untuk memberi tahu teman-teman terdekat."     

Davina diam membisu. Persetanan gila Adam Liandra Kin bersama sang kekasih!     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.