LUDUS & PRAGMA

74. Posisi Pengganti



74. Posisi Pengganti

0Keduanya melangkah bersama. Tak beriringan namun serirama arah dan tujuannya. Davira sengaja memilih berjalan di belakang gadis yang masih sama seperti sesaat ia mengungkapkan seluruh rahasia mengejutkan perihal dirinya dan Adam, sang kekasih. Dalam diam, Davina seakan menunjukkan bahwa tak hanya terkejut namun juga rasa sakit dan sesak di dadanya mulai terasa. Entah harus mempercayai atau tidak, sebab dalam pengetahuannya Davira Faranisa belum tau apapun perihal perselingkuhan yang dilakukan oleh dirinya bersama kekasih gadis itu.     
0

Davina menebak, apapun yang diceritakan oleh Davira hanya sebatas obrolan intim antar teman dekat yang ingin saling mengenal rahasia satu sama lain. Tak ada maksud terselubung di balik segala kalimat yang terucap dari celah bibir gadis itu sebelumnya.     

Bagi Davira, ia menang lagi! Seakan kemenangan beruntun mulai menggoyahkan segala pendirian lawan mainnya. Davira paham benar bagaimana rasanya dipaksa hancur dan sengaja diremukkan. Dirinya pernah merasakan hal itu. Bukan hal sekali, namun berulang kali. Akan tetapi yang terakhir adalah hal tak wajar dan tak bisa diterima olehnya begitu saja. Davira harus membalas semua perlakukan itu! Entah dengan cara yang baik atau dengan cara buruk bak seorang manusia berjiwa iblis sekalipun. Davina harus merasakan apa yang dirasakan olehnya sekarang ini.     

Gadis di depannya kini menghela napasnya ringan. Seakan paham benar apapun yang dikatakan untuk bertanya dan memperjelas hanya akan meracuni otak dan menganjurkan hati serta perasaannya. Jadi, Davina memilih untuk bungkam. Mendengar kalimat sialan itu keluar dari mulut Davira saja sudah sukses membuat hatinya panas tak kunjung dingin. Mau ditambah lagi? Tidak! Davina hanya cukup diam sekarang ini. Nanti akan ada waktunya ia berbincang dengan Adam untuk mempertanyakan perihal kebenaran yang ada.     

Keduanya kini masuk ke dalam kelas. Disapa dengan senyum ramah sang guru yang sudah menunggu kehadiran keduanya. Mengucapkan banyak terimakasih untuk Davira juga Davina yang sudah mau membantu membawakan buku pelajaran untuk semua teman-teman sekelasnya.     

Kini tugas dua gadis itu sudah selesai. Tinggal kembali ke tempat duduk untuk mengikuti pembelajaran siang ini. Davira melirik sejenak gadis yang masih kokoh dalam diamnya. Tersenyum tipis untuk mengiringi kepergian Davina. Sekali lagi, ia menang!     

Davira kini berjalan menuju ke bangkunya. Seorang remaja jangkung sudah duduk mengambil posisi nyaman sembari terus menatap dirinya dengan sesekali memindah tatapan pada Davina. Ada yang aneh, itulah arti perubahan ekspresi wajah Arka.     

"Ada yang salah sama kalian berdua?" Arka kini menegur dengan nada lirih. Sukses menghentikan langkah Davira yang baru saja ingin duduk di sisinya.     

"Tak ada." Davira menyahut dengan nada ringan. Tersenyum singkat kemudian menatap remaja cantik yang duduk jauh dari bangku miliknya.     

Davira tersenyum lebar. Apapun yang ada di dalam pikiran Davina sekarang ini, dapat dijamin olehnya bahwa itu adalah hal negatif. Akan sangat membanggakan kalau ia mendengar kabar bahwa Davina memutuskan Adam Liandra Kin.     

"Pasti ada sesuatu," sahut Arka menarik pergelangan tangan gadis yang ada di sisinya. Memaksa Davira untuk segera duduk dan mulai fokus dengan apapun yang ada di depan gadis itu.     

"Apa memangnya?" Gadis itu berkelit. Menaikkan kedua alisnya seakan tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Arka Aditya. Tidak! Ia berdusta! Davira paham benar apa yang dimaksudkan oleh sahabatnya itu. Arka mencurigai dirinya. Akan tetapi, Davira tak bisa berkata jujur dengan mengaku bahwa ia memberi tahu pasal adegan panas yang terjadi antara dirinya dengan sang kekasih. Sebab jikalau Arka tahu, Adam pasti akan berada dalam masalah besar.     

"Lo melakukan sesuatu ke Davina?" Arka kembali membuka mulutnya. Mulai mengintrogasi sang sahabat yang masih kokoh dalam senyumnya.     

"Gue hanya melakukan apa yang harus dilakukan. Karena gue adalah pacarnya Adam." Davira mengakhiri kalimat dengan senyum aneh. Melepas kasar genggaman tangan remaja jangkung yang masih diam sembari terus menatapnya curiga. Apapun itu, Arka yakin Davira mulai berubah menjadi gadis jahat sekarang ini. Memberi balasan pada orang-orang yang sudah menyakiti hatinya.     

°°°°°°°°°° LudusPragmaVol2 °°°°°°°°°     

Suara gemercik air samar terdengar masuk ke dalam telinga gadis yang baru saja membuka pintu kamar mandi. Menatap perawakan tubuh tinggi nan ramping yang masih kokoh menatap kedatangannya dari pantulan cermin persegi di depannya. Kayla Jovanka. Si gadis bermata kucing yang kini mengubah arah tatapan untuk Rena Rahmawati.     

"Kita selalu bertemu dan berpapasan, tapi anehnya kita jarang berbicara." Kayla mulai membuka mulut. Nada bicaranya memang ringan. Lirih dan bersahabat. Namun, senyum itu sangat menyebalkan.     

"Itu karena gue yang gak mau ngomong sama lo." Rena menyahut. Berjalan ringan menuju ke arah wastafel kosong yang ada di sisi Kayla.     

Tawa kecil nan singkat menghiasi. Mengiringi setiap tetes air yang turun dari keran di atas wastafel. Gadis itu tak mengerti, mengapa Rena juga ikut membencinya? Bukankah Kayla hanya punya masalah dengan Davina juga Davira serta Adam dan Arka? Ah benar! Solidaritas pertemanan.     

"Selamat." Kayla kini mengulurkan tangannya. Sukses menghentikan aktivitas Rena yang baru saja selesai mencuci tangan dan hendak meraih handuk kecil yang menggantung di sisi wastafel untuk mengeringkannya. Tatapan tajam kini menuju tepat untuk gadis bermata kucing yang masih kokoh dalam senyum menyebalkan miliknya itu. Seakan tak pernah punya rasa malu, Kayla selalu saja melakukan hal aneh seperti itu.     

"Selamat karena lo bisa menggantikan posisi Davira sejenak." Kayla melanjutkan.     

"Mengganti posisi Davira?" tanya gadis itu mengerutkan dahinya. Tak mengerti? Sangat!     

"Lo selalu ada di sisi Arka. Bahkan gue lihat, lo nangis saat Arka terluka. Peran lo sangat mirip dengan karakter Davira Faranisa."     

Rena kini memalingkan wajahnya. Menarik handuk kecil dan mengeringkan tangannya. Memutar tubuh untuk pergi dan menjauh dari gadis aneh nan sialan ini. Namun, Kayla mencegah. Tak semudah itu ia lolos dari genggaman tangan predator.     

"Lo mencintai Arka, bukan?" tanya Kayla sukses membuat Rena menoleh. Menatapnya tajam dengan sedikit semburat kemalasan. Sekarang Rena punya alasan untuk membenci seorang Kayla Jovanka. Wajahnya memang cantik, namun hatinya busuk bak iblis penggoda!     

"Apa urusannya sama lo?"     

"Kita sama." Kayla menyela. Tersenyum aneh kembali mengulurkan tangannya.     

"Permen karet akan menarik jikalau warnanya mencolok. Rasanya akan manis kalau itu adalah kunyahan pertama."     

"Katakan apa yang ingin lo katakan. Gue muka denger basa-basi keluar dari mulut sialan lo itu." Rena menyahut. Sinis nada bicaranya dengan tatapan dingin tak bersahabat.     

"Ketika permen karet itu sudah tak berasa dan berguna untuk memanjakan lidah, maka orang akan membuangnya. Tak ada yang suka menyimpan permen karet bekas gigitan orang. Karena itu menjijikan." Kayla meneruskan.     

"Apa maks—"     

"Itu posisi lo sekarang." Kayla tersenyum seringai. Memungkaskan kalimat kemudian menepuk pundak gadis yang ada di sisinya. Meninggalkan ia pergi tanpa mau memberi penjelasan lebih.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.