LUDUS & PRAGMA

96. Maafkan aku, Sebab Mulai Ragu Padamu.



96. Maafkan aku, Sebab Mulai Ragu Padamu.

0"Pertama ... temui Kak Adam, dia ada di lantai atas kamarnya. Mama gak ada, jadi lakukan apapun seperti biasanya, jangan membuat Kak Adam curiga. Sebab ia begitu mengenal kakak." Kalimat itu melekat jelas di dalam rekam pikiran Davira. Langkahnya terhenti. Sejenak menatap pintu kayu yang sedikit terbuka untuk memberi celah cahaya sekaligus udara luar untuk masuk ke dalam ruang kamar. Ia melirik. Kaki Adam sedang bergoyang mengikuti alunan musik yang keluar dari earphone yang menyumbat telinganya sekarang ini. Perlahan Davira membuka pintu kamar remaja itu. Kini tergambar jelas betapa santainya Adam menghadapi akhir pekan yang membosankan. Hanya dengan diam di dalam kamar sembari mengotak-atik ponsel miliknya. Lagu menemani. Membuat ruang di dalam otak dan telinganya tak sesepi situasi yang sedang dialaminya sekarang ini.     
0

Davira melirik sejenak lemari besar yang ada di sudut ruangan. Hanya ada satu lemari tempat Adam menyimpan seluruh pakaiannya, jadi bisa dikatakan bahwa Davira sudah menemukan target tujuannya datang kemari siang ini. Gadis itu kini menghela napasnya ringan. Mencoba tetap tenang dan biasa seperti apa yang diminta oleh Raffa sebelum dirinya memutuskannya untuk datang ke lantai atas.     

Gadis itu mengetuk pintu. Dua kali, Adam hanya diam. Hingga Davira memutuskan untuk berjalan masuk dan mendekati sang kekasih. Duduk di sisinya, hingga sukses membuat Adam tersentak. Remaja itu menoleh. Menatap Davira yang tersenyum ringan ke arahnya.     

"Sejak kapan kamu datang?" tanya Adam sigap bangkit dari posisi tiarapnya. Melepas kasar earphone yang menyumbat telinganya kemudian duduk bersila di sisi Davira.     

Gadis itu menaikkan satu sisi bahunya. Berbasa-basi dengan senyum ringan tanpa jawaban yang pasti.     

"Pasti sudah lama 'kan?" Adam melipat bibirnya masuk ke dalam mulut. Kecewa mungkin ada, sebab ia sudah memuat sang kekasih menunggunya cukup lama.     

"Tak masalah, lagian aku datang ke sini juga tanpa memberi kabar terlebih dahulu," ucapnya lembut.     

Adam meraih pundak sang kekasih. Mengusapnya perlahan kemudian mulai menelisik penampilan Davira siang ini. Hitam dan berduka, Adam sudah mendengar kabarnya tadi pagi. Sebelum Davira berangkat dan menghadiri pemakaman, gadisnya itu memberi sebuah kabar duka yang mengejutkan. Adam tak tinggal diam kala itu, ia ingin datang dan ikut serta. Namun Davira menolaknya. Katanya, Adam tak perlu datang sebab ia tak ingin merepotkan siapapun. Toh juga, mamanya sudah menyampaikan salam duka duka dari Adam untuk keluarga Mira.     

"Pemakamannya berjalan lancar?" tanya Adam lembut.     

Gadis di sisinya mengangguk ringan. "Aku bahkan bertemu dengan papa dan Alia." Gadis itu tersenyum lagi. Sekarang senyum itu terasa berbeda untuk Adam.     

Remaja jangkung itu mencondongkan badannya ke depan. Memeluk gadis berbalut busana serba hitam itu penuh kasih sayang. Davira membalasnya. Sejenak ia kembangkan senyum manis untuk mengiringi adegan romantisnya bersama kekasih.     

Permintaan kedua dari Raffa, buatlah suasana senatural mungkin. Tak perlu berlebihan atau tergesa-gesa untuk mengambil kotaknya, aku pasti membantu kakak. Jadi jangan khawatir. Tetaplah bersikap seperti Davira yang baik penuh kehangatan untuk Kak Adam.     

Davira melepas pelukannya. Sejenak melirik ponsel Adam yang masih memutar lagu kesukaan remaja itu. "Kita dengarkan bersama." Davira meminta. Menarik ponsel Adam dan melepaskan kabel earphone dari dalam lubangnya.     

Adam mengikuti. Menatap gadis yang terlihat begitu cantik dan mempesona untuknya kali ini. Bagi Adam dalam keadaan apapun, Davira tetap terlihat cantik dan mempesona.     

Remaja itu menarik dagu sang kekasih. Membawa tatapan matanya untuk kembali bertemu dengan sepasang netra teduh nan tajam milik Adam Liandra Kin.     

Davira fokus. Sepasang netranya kini menitik paras tampan milik remaja jangkung yang ada di depannya. Adam perlahan mendekatkan bibirnya pada sang gadis, ingin memulai adegan romantis di tengah duka yang dihadapi oleh Davira sekarang ini. Bukan ingin memanfaatkan kelemahan kekasihnya sekarang, namun Adam mengira bahwa dengan cara ini mungkin saja ia bisa menghibur hati Davira yang sedang gundah.     

Perlahan namun pasti, Davira merasakan embusan napas sang kekasih yang mulai menerpa permukaan wajahnya. Dirinya tak ingin menolak, sebab munafik jikalau ia mengatakan bahwa dirinya membenci semua ini.     

PYAR!!! Suara nyaring menyela aktivitas keduanya. Membuat Adam mau tak mau harus kembali menarik wajahnya untuk menjauh dari paras cantik sang kekasih. Davira ikut menoleh. Menatap ke luar ruang kamar untuk memastikan bahwa yang ia dengar adalah sebuah suara yang tak salah.     

"Sepertinya terjadi sesuatu dengan Raffa, aku akan memeriksa." Remaja itu sigap bangkit dari posisi duduknya. Selepas berpamit singkat dengan sang kekasih ia turun dari ranjangnya. Berjalan cepat menuju ke arah ambang pintu. Membuka dan menutupnya kembali hingga punggung dan perawakan Adam hilang selepas suara pintu samar ditutup.     

Davira tak mengikuti, sebab inilah rencananya. Peraturan ketiga saat Raffa menyetujui untuk membentunya sekarang ini adalah ketika Adam pergi dan keluar dari kamarnya, jangan mengikuti. Tetap berada di dalam kamar sebab inilah waktu yang tepat untuk menggali semua informasi. Raffa tak bisa menahan Adam terlalu lama. Paling-paling hanya lima belas menit berselang. Jadi Davira harus bergegas!     

Gadis itu kini turun dari ranjang. Berjalan tegas mengarah tepat pada almari besar yang ada di sudut ruangan. Ia mulai membukanya. Perlahan namun pasti sembari memantapkan dirinya untuk melakukan hal bodoh ini. Dua tahun bersama Adam, baru sekarang Davira merasa setahun ini. Keraguan itulah yang mendorongnya untuk melakukan hal bodoh seperti ini.     

Gadis itu mulai menelisik setiap bagian almari. Mengalihkan semua benda yang menghalangi pandangannya sekarang ini. Ia menyingkap semua gantungan baju sang kekasih. Mulai menyisir semua tempat yang sedikit gelap sebab tak ada cahaya yang masuk ke dalam almari.     

Tatapannya terhenti! Tepat saat netranya menangkap sebuah kotak biru tua dengan motif bintang kecil berwarna emas. Davira menarik kotak itu. Benar! Inilah yang ia cari. Kotak dimana seluruh peselingkuh sang kekasih disimpan rapi.     

Davira memutar kotaknya. Mencari lubang kunci untuk segera membuka itu sebelum Adam kembali ke kamarnya. Akan tetapi, apa ini? Tak ada lubang kuncinya! Kotak itu bukan kotak rahasia yang dikunci dengan sebuah gembok untuk bisa membukanya.     

Raffa menipunya?     

Davira kini menarik tutup kotak itu. Terbuka! Ya! Semudah itu untuk membukanya. Kunci sialan yang ada di dalam genggamannya sama sekali tak berguna. Lalu, mengapa Raffa harus menipunya begini? Entahlah. Untuk sekarang semua tipuan itu terasa menjadi hal yang patut diabaikan.     

Davira mulai menelisik bagian kotak, melihat satu persatu semua barang yang ada di dalam kotak itu sekarang. Ia menghentikan aktivitasnya. Entah mengapa semuanya terasa melelahkan. Melihat semua yang ada di dalam kotak ini, sangat membuatnya lelah. Bahkan selepas mengetahui perselingkuhan sang kekasih, perasaannya masih saja hancur seperti ini.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.