LUDUS & PRAGMA

114. Permulaan Yang Sebenarnya



114. Permulaan Yang Sebenarnya

0-Kafetaria, senja 17.00-     
0

-Jakarta, Jantung Kota Negara Indonesia-     

Suasana sedikit ramai tertangkap jelas oleh sepasang netra teduh milik Davina Fradella Putri. Janji diajukan. Tak lagi malam kalau senja sudah pergi, namun sore hari menyambut senja datang dan memungkaskan hari sebelum larut benar memulai tugasnya. Beberapa hari ini Adam juga Davina dipulangkan lebih awal. Bukan tanpa sebab, namun ujian akhir akan datang minggu depan. Dahlil dipulangkannya seluruh penghuni sekolah Amerta Bintari lebih awal tiga jam dari biasnya adalah tak lain tak bukan untuk menyuruh semua siswa mempersiapkan diri dengan baik. Menambah jam pembelajaran, mengurangi waktu bermain, dan memberi ekstra waktu untuk beristirahat dan menjaga kesehatan sebab musim hujan juga akan datang.     

Di tepat yang dipenuhi lampu bulat kecil berwarna kuning terang yang menggantung di atas pohon inilah Adam dan Davina berada. Mendustai sang kekasih dengan mengatakan bahwa ia akan pergi 'nongkrong' dengan teman-teman sepermainannya di dalam lapangan basket. Tak banyak berbicara ini itu, Davira menurut saja. Kekasihnya mungkin perlu pergi bersama dengan orang yang bisa membuat Adam menjadi dirinya sendiri. Katakan saja, setiap orang yang bersama pasangannya, pasti ia akan menjadi lain. Entah berubah banyak, atau hanya secuil kepribadian aslinya yang menghilang.     

Adam seorang laki-laki muda. Remaja yang berapi-api dengan jiwa yang membawa. Tak salah bukan kalau mengijinkan kekasihnya pergi bersama remaja sebaya yang sering disebut olehnya sebagai teman 'nongkrong' itu? Tentu tak salah jikalau dirinya memang benar pergi dengan mereka.     

Adam menarik kursi kayu yang ada di depannya. Mempersilakan Davira untuk duduk dengan rapi. Menghadap sebuah pagar tanaman indah yang menjadi pembatas antara parkiran luar dengan area kafetaria. "Sambil nunggu pesanan, mau membahas sesuatu yang menarik hari ini?" Davina menyela kala sang kekasih gelap sudah memutar langkah dan duduk berposisi saling hadap dengannya.     

Remaja itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Tersenyum manis untuk mengimbangi ekspresi wajah bahagia milik Davina Fradella Putri sekarang ini. Gadis itu memang cantik, namun bagi Adam Davira masih satu tingkat di atasnya.     

"Gue menang dari Kayla." Ia tersenyum kuda. Mengakhiri kalimat dengan tatapan mata yang berbinar-binar.     

Adam terus menelisik. Tak menoleh apalagi memindah fokus lensa pekatnya sekarang ini. Sesekali matanya menyipit bersama dengan kerutan dahi yang mulai muncul samar. Kalimat singkat yang diucapkan dengan penuh ketegasan itu seakan memberi banyak tanda tanya untuk dirinya. Bahkan Adam sendiri pun tak tahu, mau memberi respon apa sekarang ini?     

"Gue bilang gue berhasil mengalahkan gadis sombong itu." Davina mengulang. Kali ini raut wajahnya berubah aneh. Adam tak memberikan respon sesuai dengan harapannya. Jika tak tersenyum, setidaknya bertepuk tangan meskipun itu palsu. Dasar tak peka!     

"Jadi?"     

Baiklah, ini sedikit menyebalkan untuk Davina. Adam tak pernah tahu persaingan macam apa yang ia perjuangkan untuk mendapatkan kembali harga dirinya yang jatuh di depan gadis bermata kucing dengan mulut sialan nan menyebalkan itu. Adam ... tak pernah tahu! Remaja itu hanya terus mengurus Davira dan bola basketnya saja belakang ini, bahkan adegan menyedihkan yang membuatnya menangis sore iru, masih terekam jelas di dalam otak Davina Fradella.     

"Katakan saja singkatnya, kita bersaing siapa yang akan menang atas lo. Gue atau dia?" Gadis itu mempersingkat. Mulai membuat gambaran kecil di atas meja dengan ujung jeri jemari panjang bercat kuku merah muda.     

Adam mulai mengangguk. Kini sorot matanya kembali naik selepas memperhatikan gerak gerik jari Davina yang bermain di depannya. "Kalian memperebutkan aku?" tanya Adam penuh rasa penasaran.     

Gadis itu tertawa kecil. Kembali menarik jari jemarinya untuk ia simpan rapi di dalam lipatan tangan rapinya di atas meja. "Tujuan kita berbeda. Gue mendapatkan hati lo kembali dan Kayla menghancurkan kebahagian lo."     

"Dia selalu menyombong tentang itu. Tapi rasa percaya diri itu membuatnya sangat payah," susulnya tersenyum miring.     

"Jadi lo melindungi gue?" Adam menggoda. Menarik pipi tirus gadis yang ada di depannya kemudian mencubitnya kasar.     

Davina mengerang ringan. Kasar pula tangannya itu memukul punggung tangan milik sang kekasih. Memaksa Adam untuk segera menghentikan aktivitas konyolnya saat ini. Remaja jangkung itu tertawa kecil. Rajukan Davina sangat menggemaskan, meskipun tak se-menggemaskan milik sang kekasih yang sah, Davira Faranisa.     

"Tentu. Lo adalah cowok gue sekarang," jawabnya dengan bangga.     

Adam tersenyum ringan. Meskipun semua kembali berjalan normal. Tak ada kebohongan jikalau hatinya separuh masih bersama dengan Davira. Anehnya begini, Adam akan seutuhnya bersama Davira ketika ia memang benar-benar sedang bersama gadis itu secara fisik. Semua hati dan raganya akan terkumpul menjadi satu bersama gadisnya itu. Akan tetapi ketika Davina muncul, raga dan hatinya seakan terbelah menjadi dua. Separuh adalah Adam Liandra Kin untuk seorang Davina Fradella Putri, dan separuhnya lagi adalah Kapten Kin untuk Davira Faranisa.     

Katakan saja Adam tak bisa membagi hatinya jikalau sudah bersama Davira. Namun, ketika ia bersama Davina hatinya akan terbagi menjadi dua seperti ini. Senyumnya memang untuk Davina, tatapannya juga untuk gadis berponi itu, namun hati dan pikirannya separuh melayang untuk Davira Faranisa.     

"Gue mau ke kamar mandi dulu." Adam menyela. Bangkit dari posisi duduknya dan berjalan mendekat pada gadis yang kini menganggukkan kepalanya mengerti. Ikut melempar senyum untuk sang kekasih.     

"Makanlah dulu jika pesanannya datang. Kamar mandinya mungkin antre." Adam mengimbuhkan. Mengusap puncak kepala gadis yang mengerang ringan untuk memberi respon singkat padanya.     

Bagi Davina hari ini Adam adalah miliknya. Mau sah ataupun tidak, ia sama sekali tak peduli dengan hal itu. Toh juga, teman-temannya di luar sana tak akan pernah mengerti bagaimana perasaan dan kisah buruknya selama ini. Menjelaskan tak akan pernah mendapat hasil yang memuaskan.     

Gadis itu menghela napasnya kasar. Menatap kepergian sang kekasih yang kini berbelok di ujung bangunan. Hilang selepas menerobos jalan kecil menuju ke dalam kamar mandi. Tempat ini jauh dari jangkauan teman sebayanya. Jadi, sedikit aman dan tenang kalau sedang bersama Adam seperti sekarang ini.     

°°°°°°°°°° LudusPragmaVol2 °°°°°°°°°°     

Suasana ramai didapati oleh Adam kala langkahnya mulai dekat dengan area kamar mandi umum yang dibangun terpisah dari bangunan utama kafetaria. Ada beberapa antrean yang menunggu, jadi mau tak mau Adam harus berdiri di barisan paling belakang. Menunggu beberapa menit untuk menunggu gilirannya masuk ke dalam kamar mandi.     

Remaja itu menoleh. Mencoba menelisik tempat yang sedikit asing untuknya sebab ia jarang kemari sejak beberapa bulan terakhir. Sedikit berbeda ornamen dan tata bangunannya. Beberapa dari mereka dibangun lebih baru dan ditata ulang sedemikan rupa. Ponsel remaja itu berdering. Membuat Adam kini memusatkan tatapan tepat mengarah pada saku celana panjangnya. Jari jemarinya sigap merogoh masuk ke dalam kantung mengambil ponselnya.     

"Lihat ke belakang kamu." Seseorang mengiringinya pesan. Sukses membuat Adam membulatkan matanya sempurna. Terkejut sebab orang itu adalah Davira Faranisa.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.