LUDUS & PRAGMA

120. Musuh Satu Tujuan



120. Musuh Satu Tujuan

0Ada satu hal yang membuatku banyak belajar dari segala pengalaman yang sudah terjadi padaku dewasa ini, bahwa hal yang lebih berbahaya dari sebuah racun adalah perkataan dan janji manis seorang laki-laki. Adam Liandra Kin adalah laki-laki yang dimaksudkan di sini. Setiap kalimat yang diucap olehnya terasa seperti angin segar yang berembus begitu saja. Hilang sudah selepas semuanya berlalu tanpa ada bekas dengan sinar sang surya yang menyengat menggantikan hawa sejuk itu. Rasanya tak aneh lagi jikalau sang kekasih tiba-tiba saja membatalkan makan siang mereka di kantin sekolah. Bagi Davira, semuanya mulai terasa begitu familiar untuknya.     
0

Hatinya tak lagi sakit? Sangat salah. Setiap hari luka itu semakin terasa. Janji yang diucapkan oleh Adam dengan air mata yang tulus keluar dari dalam hatinya seakan tak pernah berharga untuk remaja itu. Semuanya palsu, rasa dan kalimat itu semuanya palsu! Davira membenci keputusannya sekarang. Jikalau saja ia tak memutuskan semuanya secara tergesa-gesa, maka rasa sakitnya tak akan pernah bertambah sekarang. Ia akan hidup lebih bahagia lagi selepas pergi dari ikatan sang kekasih. Meskipun tak rela dan tak bisa menerima semuanya dengan lapang dada, namun gadis itu amat yakin bahwa suatu saat nanti ia akan bisa mengikhlaskannya. Rasanya juga Adam, ia pasti bisa mengikhlaskannya.     

"Lo seperti gadis yang kesepian tanpa ada sahabat dan kekasih." Seseorang menyela dirinya. Tatapan kosong dengan menitikkan pada dua remaja yang berjalan menyusuri lorong sekolah dengan langkah tergesa-gesa itu kini menoleh. Menitik tepat pada gadis berparas oriental yang baru saja menyambangi posisinya.     

Kayla Jovanka, ikut menatap jauh ke bawah dua remaja yang kini mulai menghilang selepas berbelok di ujung lorong. "Lo bisa turun dari rooftop sekarang dan memergoki mereka. Adam dan Davina pasti sedang menuju ke gudang belakang sekolah," ucapnya tersenyum miring.     

Davira benar-benar tak mampu menjawab apapun sekarang. Pilihannya untuk naik ke rooftop sekolah memang bukan hal yang tepat. Niat hati ingin merelaksasikan otak dan hatinya yang sedang 'semrawut' berubah menjadi sebuah adegan penuh rasa penyesalan. Ia melihat sang kekasih ditarik paksa oleh Davina di bawah sana. Menyusuri lorong sekolah dengan langkah yang tergesa-gesa. Adam terlihat menurut saja. Bak seorang babu yang sedang diseret paksa oleh majikannya sebab sudah melakukan sebuah kesalahan besar.     

"Lalu?" tanya Davira menyela. Matanya kembali menatap ke bawah. Tak lagi mendapati tubuh sang kekasih, sebab mereka sudah hilang selepas memutuskan untuk berbelok di ujung lorong.     

"Maksud lo dengan kata lalu?" Kayla memincingkan matanya. Jujur saja sampai sekarang ia belum bisa menyingkirkan rasa bencinya pada Davira. Gadis sialan itu yang sudah merebut Adam dari sisinya. Menjadikannya sebagai buangan yang dilupakan begitu saja selepas Adam menyatakan perasaannya dan Davira menerima itu dua tahun lalu.     

"Setelah gue turun dan menghampiri mereka. Memergoki Adam dan Davina lalu meneriaki nama mereka dan mengatakan bahwa mereka sedang berselingkuh pada dunia tanpa ada bukti yang kuat. Lalu bagaimana lagi? Lo pikir dunia akan percaya dengan omong kosong?" Gadis itu tertawa kecil. Melipat kedua tangannya rapi di atas perut. Tatapannya tak tentu arah, dengan sesekali helaan napas yang menandakan betapa beratnya hati Davira sekarang ini. Menghancurkan Davina juga berarti menghancurkan sang kekasih.     

"Lo gadis bodoh rupanya." Davira kembali mengimbuhkan. Ia tersenyum selepas memungkaskan kalimat singkatnya itu. Melirik Kayla yang memutuskan untuk diam dalam sepersekian detik berjalan. Tak ada suara di antara keduanya saat ini. Hanya diam, dengan tatapan mengudara yang tak berobjek tetap.     

"Lo akan tetap diam dengan berpura-pura bahwa semuanya sudah kembali ke tempatnya? Lo yang gadis bodoh di sini," tukasnya memprotes. Kayla memang membenci Davira, namun melihat Adam semakin brengsek setiap harinya ia lebih membenci remaja sialan itu.     

"Davina pernah mengatakan ini sama gue dua tahun lalu ...." Gadis bermata kucing itu menjeda. Tepat mengarahkan tatapannya untuk menitik sepasang manik mata yang teduh memberi sentral ke arahnya. Tak ada kebencian yang terlihat dari Davira untuk Kayla sekarang ini, jadi bisa dikatakan bahwa inilah kali pertamanya Davira berdiri sebagai seorang teman yang tak menyimpan kebencian di dalam tatapannya.     

Entah sejenak hilang sebab sudah terlalu banyak dendam dan kebencian di dalam hatinya untuk sang kekasih dan Davina Fradella Putri atau memang Davira memutuskan untuk tak lagi membenci Kayla sekarang ini, yang jelas tatapan itu sangat tulus dan teduh.     

"Dia akan mengambil semua yang ia sukai dan sudah direbut darinya dengan cara yang lebih elegan dari apa yang gue lakukan." Kayla menutup kalimatnya dengan tawa lirih. Panjang nada tertawa itu seakan benar bahagia, namun sebenarnya luka Kayla hampir sama dengan Davira.     

"Cara elegannya hanya membuat dirinya terlihat seperti sampah kotor dan menjijikan," susul gadis itu memalingkan wajah.     

Lawan bicaranya kini kembali menghela napasnya ringan. Davira bersyukur dari sekian banyak orang yang baik padanya, Tuhan menyisakan Kayla sebagai salah satunya. Gadis itu memang ular, namun jikalau ia sudah berniat untuk membantu maka dirinya akan menjadi sangat baik dan penuh perhatian seperti layaknya seorang sahabat dekat.     

"Haruskah gue meminta maaf sekarang?" Davira menyela. Sukses menarik perhatian Kayla yang berdiri tegap di sisinya. Gadis itu mengerutkan dahi sembari sesekali menyipitkan mata. Ambigu dan rancu, kalimat yang diucap oleh Davira amat sangat membuat dirinya diam dengan penuh tanda tanya.     

"Maksud gue, mungkin gue sedang dihukum sebab merebut milik seseorang dulunya. Gue mengambil tanpa ijin itu artinya sama dengan mencuri bukan? Semua pencuri harus dihukum." Ia menerangkan singkat. Sesekali tersenyum tipis untuk membuat kalimatnya terlihat tulus dari dalam hati. Namun Kayla memikirkan hal lain. Senyuman Davira itu terkesan begitu memilukan dan menyayat hatinya.     

"Jangan salah paham dengan posisi gue sekarang. Gue gak akan pernah memaafkan lo di masa lalu. Gue ada di sini cuma memanfaatkan lo untuk menghancurkan Adam." Kayla menyela. Ketus nada bicara terdengar masuk ke dalam lubang telinga Davira.     

Gadis itu hanya tersenyum. Sesekali menganggukkan kepalanya mengerti. Hatinya terluka, sesaat mendengar bahwa seseorang berambisi untuk menghancurkan kebahagian sang kekasih. Namun mau diapakan lagi, posisinya sekarang ini secara tidak langsung juga sedang berusaha untuk menghancurkan Adam.     

"Apa yang akan lo lakukan andai saja semuanya berjalan dengan lancar?" tanya Kayla melirih.     

Davira kembali menghela napasnya untuk kesekian kalinya. Ia tak pandai dalam bermain kata-kata sekarang. Entah mengapa namun dirinya merasa bahwa banyak yang berubah darinya sekarang. Masa mudanya tak benar bahagia bersama sang kekasih, hanya satu tahun di awal hubungan mereka. Selepasnya ... semua terasa semu dan sementara.     

Hingga sebuah pertanyaan selalu muncul di dalam benaknya, salahkah ia mencintai Adam?     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.