LUDUS & PRAGMA

131. Untuk Raffa dari Davira



131. Untuk Raffa dari Davira

0"Kenapa kakak memanggilku ke sini? Aku ingin belajar." Remaja jangkung bertubuh tinggi yang baru saja datang dan menghentikan langkahnya kini menyela. Tak ada suara dari Davira. Hanya diam menoleh sembari tersenyum ringan. Dalam lirik mata remaja yang ada di depannya tegas mengarah pada tote bag kecil yang ada di dalam genggaman Davira. Sedikit aneh, jikalau Davira memanggilnya hanya untuk memberikan sebuah hadiah dalam keadaan yang seperti ini. Dirinya tak sedang berulang tahun. Tak ada hari istimewa yang mendekati. Juga, perasaan yang ada di dalam hatinya sekarang tak terlalu baik. Apa sebabnya? Davira memberikan itu secara percuma? Tidak! Raffa rasa ada alasannya.     
0

"Itu untuk aku?" Raffa menunjuk tepat mengarah pada tote bag yang ada di depannya. Davira menganggukkan kepala ringan. Tersenyum manis kemudian menyodorkan apa yang dibawanya kemari.     

Tujuan awal gadis itu adalah memberi hadiah untuk Raffa atas segala kebaikan yang diberikan remaja itu belakangan ini. Davira banyak mendapat uluran tangan darinya, bahkan katakan saja keputusan yang dibuat oleh gadis itu sekarang ini berdasar pada apa yang diberikan oleh Raffa. Banyak ia memberi kata terimakasih tentunya. Segalanya berubah menjadi lebih baik terkadang lebih buruk untuk Davira. Tak ada yang bisa membuatnya terlihat bodoh sekarang ini. Ia mengetahui kebusukan sang sahabat juga sang kekasih sebab bantuan besar darinya.     

"Ambilah." Davira menyodorkannya.     

Raffa terdiam sejenak. Melirik apa kiranya yang ada di dalamnya kemudian kembali menatap Davira dengan benar. Remaja itu tak akan pernah termakan suasana begitu saja. Ada udang di balik batu. Itulah alasannya menangguhkan pemberian Davira.     

"Isinya sepatu bagus. Aku membelinya bersama Adam beberapa minggu yang lalu." Gadis itu mengimbuhkan. Mencoba memberi keyakinan pada remaja jangkung berwajah identik dengan sang kekasih untuk segera menerima bentuk rasa terimakasih yang ingin ia sampaikan. Memang tak besar dan berharga, harganya tak mahal hanya perlu mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu. Tak sebanding dengan informasi dan bantuan yang diberikan oleh remaja itu untuknya sebelum ini.     

"Kenapa kakak memberikan itu?" tanya Raffa menyela. Dalam diam mendengarkan semua kalimat Davira ia sedang berpikir situasi yang sedang terjadi saat ini. Memberikan hadiah di tengah keadaan yang tidak kondusif seperti ini? Raffa yakin Davira bukan gadis dungu yang tak bisa menyesuaikan diri dengan kondisi.     

"Hanya ... ingin berterimakasih atas semuanya," ucap Davira kembali mengembangkan senyum manis.     

"Terimalah. Jika ingin menjualnya karena gak suka, setidaknya terima dulu." Davira kini menggerutu manja. Berjalan mendekat lalu menarik pergelangan tangan Raffa untuk memaksa remaja itu segera menerima pemberian dari Davira.     

"Kakak sedikit aneh," katanya menyela. Ia menggenggam erat tali tote bag berwarna biru muda itu. Sesekali melirik isinya kemudian kembali memusatkan tatapan pada Davira.     

Gadis itu diam. Lagi-lagi hanya bisa tersenyum canggung sembari menggaruk-garuk sisi dahinya. Ada yang ingin Davira bicarakan, itulah tujuan keduanya. Ya, tentang kepergiannya. Juga tentang permohonan bantuan yang terakhir kali ia ajukan untuk remaja jangkung itu. Davira ingin meminta tolong lagi. Sekali lagi!     

"Aku ingin meminta tolong, lagi." Ia melirih. Menundukkan pandangan menatap ujung sepatu remaja jangkung yang ada di depannya.     

Tak ada suara dalam sepersekian detik berjalan. Hanya diam sembari saling tatap sesekali. Raffa menunggu Davira untuk kembali berucap, sedangkan gadis itu sedang mengumpulkan niat untuk memberatkan hari Raffa kesekian kalinya.     

"Aku ingin meminta bantuan," ulangnya sembari memberikan flashdisk kecil pada remaja jangkung itu. Salinan file yang sama dengan yang ia berikan pada Arka kemarin malam. Di dalamnya Davira ingin memberitahukan pada dunia bagaimana kisah menyedihkan yang ia alami satu tahun terakhir ini.     

"Saat acara pindah jabatan dan pelantikan ketua tim baru di sana akan ada perwakilan setiap organisasi. Semua berita dan kejadian yang terjadi akan keluar dan tersebar ke penjuru sekolah dengan cepat. Saat acara itu, aku ingin memutar apa yang ada di dalamnya." Gadis itu menjelaskan. Kini ringan helaan napas terdengar masuk ke dalam lubang telinga Raffa.     

"Lantas kalau sudah sudah tahu? Perhatian bukan hanya untuk Kak Adam dan Davina, tapi juga untuk kakak." Raffa meraih bahu gadis yang ada di depannya. Mencengkram erat untuk membuat Davira tersadar bahwa pilihannya akan membuat dirinya rugi sendiri nanti.     

"Mereka gak akan bisa melihatku lagi."     

"Apa maksudnya?" Raffa mendesak. Tatapan matanya tak bisa dibilang bersahabat lagi. Davira terlalu banyak bermain teka-teki dengannya.     

"Itu hal kedua dari tujuan aku mengajak kamu ke tempat sepi ini." Davira kembali berkelit. Tersenyum ringan sembari mencoba untuk melunakkan cengkraman kuat milik remaja jangkung yang ada di depannya.     

"Hal ketiga adalah aku ingin memberi aku salam perpisahan," susulnya sepersekian detik kemudian.     

Deg! Berhenti sudah jantung remaja itu. Kalimat singkat namun cukup membuat hatinya panas dan dadanya sesak. Rasanya seperti ... sesuatu sedang menghantam dirinya dengan kuat. Mencoba untuk merobohkan pendiriannya saat ini. Jika saja ia goyah, Raffa mungkin saja akan ambruk ke atas tanah.     

"Kakak mau pergi?" tanyanya menegaskan.     

Gadis itu tersenyum ringan. Menganggukkan kepalanya ringan sembari berdeham lirih untuk memberi respon pada remaja yang ada di depannya.     

"Kaka Davira!" Raffa mengeluh. Cepat ia kembali meraih tubuh gadis yang ada di depannya sekarang ini. Seperti mimpi buruk. Mendengar keputusan Davira akan pergi meninggalkan dirinya adalah sebuah mimpi buruk yang akan menghantui tidurnya nanti. Raffa tak rela jikalau ia kehilangan Davira sebab kelakukan brengsek sang kakak.     

"Jangan pergi. Aku akan membantu kakak untuk mencari jalan yang lain membalaskan semua dendam kakak sama mereka. Tapi jangan pergi, huh?" Remaja itu kembali memohon. Menyatukan kedua tangannya untuk memberi isyarat pada sang gadis agar menindahkan pernyataan dari dirinya.     

"Aku pernah mendengar itu," ucap Davira tertawa kecil. Ia tak benar bahagia sekarang. Tawa itu ada untuk membalut rapi air mata yang kini membuat matanya terasa begitu pedih. Raffa adalah remaja baik yang tak pernah melakukan kesalahan apapun padanya. Ia hanya remaja lugu yang sedang dimabuk cinta sebab paras cantik dan pesona yang ia miliki. Akan tetapi dengan jahatnya, Davira memberi luka pada hati suci milik Raffardhan Mahariputra Kin.     

"Kakak! Please!"     

"Aku sudah mengatur penerbangan minggu depan. Aku akan pergi pukul sepuluh pagi. Aku mempercayai kamu untuk melakukan ini. Balaskan semua dendam aku, oke?" Davira meraih kedua tangan remaja yang ada di depannya. Mengusapnya perlahan sembari sesekali tersenyum tipis.     

"Aku ingin melihatmu dua tahun lagi menjadi remaja yang lebih baik dari Adam Liandra Kin," ucap Davira menutup kalimatnya.     

Raffa terdiam sejenak. Tidak, ia tak ingin kehilangan gadis yang sudah mencuri perhatiannya selama dua tahun terakhir ini. Perpisahan apapun alasannya, dirinya tak bisa menerima itu!     

"Terimakasih sudah menyukaiku, Raffa."     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.