LUDUS & PRAGMA

132. Malam Yang Dingin



132. Malam Yang Dingin

0-Empat hari sebelum kepergiaan Davira Faranisa-     
0

-Kediaman Keluarga Kin-     

-Jakarta, 19.39 WIB-     

Suara dentingan sendok yang beradu dengan garpu di atas piring kini mulai melirih seakan hilang ditelan waktu yang semakin menua. Remaja jangkung berkaos abu tipis itu tak henti-hentinya menatap paras sang kakak yang semakin terlihat jelas identik dengannya. Raffa membatasi komunikasi dengan Adam belakangan ini. Remaja itu hanya menjawab dan berbicara kalau sang kakak mengajaknya bersua terlebih dahulu. Raffa tak lagi pernah mampir ke dalam kamar pribadi sang kakak, semua tugas yang sulit untuk dikerjakan olehnya selalu ia minta bantuan pada teman-teman sekelasnya. Adam bagai orang asing untuk Raffa lambat laun, semua terasa asing selepas dewasa adalah status yang disandang oleh sang kakak juga dirinya.     

Raffa membenci papanya semakin hari semakin kuat rasa itu. Begitu pula sang kakak yang kini mulai dibenci olehnya. Bukan soal Davira yang lebih memilih untuk bersama sang kakak, namun pasal perselingkuhan yang membuat Davira pergi tiga hari lagi. Semua terasa begitu cepat. Waktu yang bergulir seakan memakan segala kenangan baik yang terukir bersama gadis idamannya. Davira tak pernah lagi berkunjung ke rumah Adam selepas hari itu. Tepat saat sang gadis menemukan foto kencan mesra sang kakak dengan gadis sialana bernama Davina Fradella Putri.     

Tak bisa ia pikirkan dengan baik semua yang sudah terjadi. Seakan sepi mulai menelan segala keramaian yang ada di dalam hidupnya. Semua bermula selepas sikap aneh sang kakak yang terendus oleh kekasihnya, Davira Faranisa. Gadis itu mulai bersikap lain. Tak lagi mampir untuk menyapa, Davira hanya datang untuk memastikan sesuatu saja. Raffa kini paham, bahwa sang gadis idaman hanya sedang mengulur waktu untuk mengikuti kemana takdir membawanya pergi. Mengumpulkan segala kekuatan dan alasan untuk segera menyimpulkannya, mau dibawa kemana hubungannya dengan Adam nanti? Inilah jawabannya! Davira memutuskan untuk berlari sendirian. Pergi menjauh dari Adam dan meninggalkan semua kekacauan yang ada di Indonesia. Kenangannya memang banyak yang indah, namun tak sedikit pula buruk menelannya.     

Remaja itu mulai paham bagaimana rasanya sakit dikhianati. Semua akan pergi dan mengalah. Memilih lari seperti seorang pengecut yang tak punya kekuatannya. Davira melakukannya, ia memilih menjadi seorang pengecut.     

"Kenapa menatap kakak seperti itu?" Adam akhirnya menyela. Ia sadar sedari tadi sang adik terus memperhatikan segala gerak gerik yang ia ciptakan. Entah sebab apa, namun Adam merasa bahwa ada yang aneh belakangan ini.     

"Dia pasti akan merindukan kakak," ucap Raffa melirih. Segera membungkam mulutnya untuk diam dengan memasukkan sesuap nasi ayam di depannya. Lirih suara itu masuk ke dalam telinga Adam membuat remaja jangkung itu kini menyipitkan mata sembari sesekali samar dahinya berkerut.     

"Kamu tadi bilang apa?" Remaja itu kembali membuka suaranya. Mencoba untuk meminta sang adik kembali mengulang perkataan yang baru saja terdengar begitu samar dan lamat-lamat masuk ke dalam lubang pendengarannya.     

Raffa menggelengkan kepalanya. Tersenyum manis sembari terus mengunyah apapun yang ada di dalam mulutnya sekarang. Ia tak ingin membongkar dan menghancurkan rencana Davira, berbicara seperti tadi hanya untuk melegakan hatinya saja. Ia tak berniat memulai percakapan dengan sang kakak malam ini. Selepas semuanya disantap habis, Raffa akan pergi dari meja makan.     

"Ngomong-ngomong, gimana ujian kamu?" tanya Adam kembali menyela. Ia menarik tisu makan dan menyeka mulutnya. Satu porsi nasi bersama ayam tepung sudah ia habiskan. Segelas air putih pun sudah lenyap tak bersisa. Hanya tinggal Raffa yang belum menuntaskan makannya malam ini, sebab remaja itu terlalu sibuk untuk menatap paras sang kakak.     

Sebab tampan dan terpesona? Hei, jangan salah. Paras Raffa identik dengan Adam. Jikalau hanya sebab itu, Raffa bisa melakukannya di depan cermin. Mengangumi dirinya sendiri sembari terus mengungkap kalimat pujian yang membuat dirinya mengepakkan sayap dan terbang tinggi.     

"Lancar aja. Tinggal tiga hari," sahur Raffa sembari menelan makan masuk ke dalam perutnya.     

"Selesai ujian mau liburan sama aku dan Davira?"     

Deg! Percakapan terhenti sesaat remaja itu menyebut nama sang kekasih. Ingin tertawa! Sangat puas dengan terbahak-bahak sekarang ini. Raffa tak tahu kalau kakaknya mempunyai rencana bagus nan indah seperti itu. Akan tetapi, mau bagaimana lagi Davira akan pergi di malam akhir ujian selesai dilaksanakan.     

"Bersama Kak Davira?" Raffa mengulang. Tetap terlihat tenang sedikit polos dengan tatapannya itu.     

"Hari pekan setelah ujian, akan ada acara di sekolah untuk pelepasan jabatan aku dan pelantikan anggota basket serta organisasi lainnya. Besoknya, aku berniat mengajak Davira untuk berlibur ke pantai. Mau ikut?"     

Raffa kembali terdiam sejenak. Tersenyum seringai kala mendengar kalimat panjang dari sang kekasih. Ia sudah menonton video berdurasi pendek dengan penutup salam perpisahan dari Davira untuk sang kakak. Semua bukti perselingkuhan remaja itu ada di dalamnya. Adam akan benar-benar tamat jikalau video itu diputar di depan umum, Davira bukan gadis yang mudah dipermainkan!     

"Kak Davira tahu soal ini?" Raffa menyahut. Tepat menitikkan manik matanya untuk menatap sang kakak. Cukup lama ia menunggu jawaban dari Adam, tak ada suara hingga sang kakak kembali menghela napasnya ringan.     

"Aku akan memberi tahunya nanti. Kamu mau ikut?"     

Sang adik menggelengkan kepalanya. "Itu liburan kalian. Aku tak ingin mengganggunya."     

"Serius?" Adam kini berusaha menggoda. Sedikit mencondongkan badannya ke depan. Mengusap punggung tangan sang adik untuk memberi bentuk kasih sayang padannya. Adam masih marah sebenarnya, perasaan Raffa untuk Davira tak bisa dimaafkan begitu saja. Akan tetapi, tetap saja Raffardhan Mahariputra Kin adalah adik kandungnya. Ia tak bisa membenci dan memusuhi remaja itu untuk rasa yang tak bisa dikendalikan oleh. Asalkan Raffa tak berusaha menghancurkan hubungannya, Adam masih akan mentoleransi itu.     

"Aku sangat serius."     

Percakapan terhenti. Keduanya kini saling melempar tatapan bersama senyum tipis yang mengembang. Raffa kembali melanjutkan makannya. Bersama sang kakak yang kini mulai mengupas buah-buahan yang ada di dalam genggamannya.     

Tak sulit untuk membuat suasana hangat kembali tercipta di antara dirinya dan sang adik. Hanya butuh saling mengerti dan saling menghargai saja. Selebihnya, biarlah waktu yang menentukannya.     

Suara bel menyela. Seseorang datang untuk bertamu ke dalam rumah keluarga Kin. Adam yang baru saja ingin memainkan pisau buah di tangannya itu terhenti. Sejenak menatap Raffa yang baru saja bangkit untuk membukakan pintu, namun Adam mencegahnya.     

"Makan aja, biar kakak yang membuka pintunya." Adam menyela. Tersenyum manis pada sang adik yang kembali duduk. Tatapannya mengarah pada setiap langkah yang diambil oleh Adam sekarang. Berjalan ringan menuju ke arah ambang pintu. Perlahan gagang pintu di tekan untuk membukakan ruang bagi tamu yang datang.     

"Selamat malam, Adam ...."     

Remaja itu diam mematung kala tak menyangka siapa yang kini datang dan berdiri di depannya. Arka Aditya.     

... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.