LUDUS & PRAGMA

129. Bahagia Terakhir



129. Bahagia Terakhir

0-Senin, Hari Ujian Akhir dimulai-     
0

-Satu minggu sebelum kepergian Davira Faranisa-     

-Jakarta, 2019-     

Suasana tak seramai biasanya. Seperti sudah menjadi sebuah tradisi klasik para murid yang sedang menempuh masa ujian akhir untuk menentukan nilai yang akan tercatat di laporan akhir tahun, semua sibuk dengan memegang buku dan menatap fokus ke dalam benda itu. Menghabiskan setiap kalimat demi kalimat dengan mulut yang sesekali komat kamit bak seorang dukun yang sedang membaca mantranya. Memang, tak semuanya begitu. Ada beberapa dari mereka yang masih kokoh dalam diamnya untuk ikut meresapi hening tanpa mau masuk ke dalam aktivitas seperti teman-teman yang lainnya.     

Davira Faranisa. Tak berbohong jika gadis itu mengatakan bahwa ia tak bisa fokus belakangan ini. Raganya memang terlihat baik-baik saja. Tak ada terluka hingga mengeluarkan darah atau tak ada yang remuk dan hancur sekarang ini. Fisiknya utuh dan sehat layaknya gadis yang lain. Ia masih kuat berjalan, cara bicaranya pun tergolong normal. Ia sesekali bersenda gurau dengan siapapun yang duduk di sisinya sekarang ini. Meskipun senyumnya tak tulus, namun ia masih bagus dalam mengimbangi suasana yang sedang tercipta.     

Bukan tanpa alasan gadis itu begitu. Kepergiaannya memang bukan hanya candaan semata saja. Semua adalah nyata adanya. Ia akan pergi. Meninggalkan suasana yang mungkin akan sangat dirindukan olehnya nanti. Adam, ya mungkin ia akan paling merindukan sang kekasih nantinya.     

Tentang hubungan? Tentu perginya Davira sebab ia ingin mengakhiri hubungannya dengan Adam Liandra Kin. Ia tak ingin terlibat apapun lagi dengan remaja brengsek itu. Jikalau selepasnya pergi Adam akan bahagia bersama Davina, itu bukan menjadi bahan pertimbangan untuk Davira Faranisa lagi. Ia tak akan pernah mau memperdulikannya. Mau bersama siapapun, itu adalah keputusan Adam Liandra Kin.     

"Davira!" Seseorang menyela lamunannya. Ditoleh kepala gadis yang kini tersenyum ringan untuk menyambut kedatangannya. Hal yang paling membuat Davira ingin segera mengakhiri minggu ini adalah kepura-puraan yang terus saja harus dilakukan olehnya. Tersenyum pada Davina Fradella Putri? Cih, benar-benar memuakkan!     

"Bisa jawab pertanyaan nomor ini? Gue rasa ini akan muncul di soal ujian nanti." Davina kembali membuka suaranya. Duduk bersila tepat di sisi gadis yang nasih kokoh dalam diamnya. Davira ingin mengusir kasar gadis berponi yang sungguh menyebalkan untuk dirinya sekarang ini. Mengumpatinya adalah keinginan terbesar Davira saat ini.     

"Sini." Sampai kapan ia harus bersikap munafik seperti ini? Rasanya sangat sakit. Duduk dan berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja adalah sebuah rasa yang amat sangat menyakitkan. Davira membenci ini sungguh. Dirinya harus terlihat kalah dan payah untuk pergi dan menjauh nantinya.     

--namun mau bagaimana lagi? Hanya ini yang bisa ia lakukan. Mengumpati Davina tak akan pernah bisa membuat dirinya lega. Berbicara dengan Adam? Davira tak akan mau melakukan hal yang sama dengan hasil sia-sia seperti sebelumnya.     

Pena yang ada di dalam genggaman Davira kini mulai menari bebas di atas kertas. Menciptakan coretan kecil tak beraturan dengan mulai memunculkan angka demi angka yang berdiri di sisi huruf misterius yang sedang dicari oleh dirinya sekarang.     

"Soal pertunangan gue dengan Adam," sela Davira menjeda gerak tangannya.     

Davina kini menoleh. Sejenak keduanya bertemu dalam satu titik pandang yang sama. Wajah Davina aneh, namun cukup untuk memberi tahu pada Davira bahwa ia tak menyukai topik obrolan yang dilontarkan oleh Davira sekarang ini.     

"Gue akan datang kalau ada waktu." Davina menyahut. Kembali memalingkan wajahnya untuk menatap tulis tangan indah milik Davira Faranisa.     

"Gue mengurungkan niat." Davira menyahut. Kembali mendapat pandangan mata dari lawan bicaranya.     

"Gue gak akan bertunangan dengan Adam atau menikah dengannya." Ia mengimbuhkan. Terus mencoba menelisik arti perubahan raut wajah gadis yang ada di sisinya sekarang ini.     

Wajahnya sedikit lega. Senyum mulai mengembang di atas paras cantik milik Davina. Tak ada lagi beban, selepas mendengar pernyataan mengejutkan dari gadis sialan yang sedang berambisi dalam mimpinya.     

"Kenapa?" tanya Davina melirih.     

"Gue pengen menikmati apapun sekarang. Lagi, sebentar lagi kita akan lulus. Gak ada yang tahu kita kedepannya bukan?" tutur Davira tersenyum manis. Hatinya sangat sakit Tuhan! Ia ingin menangis sekarang. Sangat kencang! Hingga semuanya tahu betapa terlukanya hati Davira sekarang ini. Melihat senyum lega dan bahagia dari Davina seakan menjadi tamparan tersakit yang pernah ia rasakan.     

"Gue doain yang terbaik untuk kalian," ucapnya menyela.     

Palsu! Sialan tak tahu diri ini sangat pandai menipu. Ia sedang memakai topengnya sekarang. Davira! Take off your mask now!     

"Thanks," ucapnya manis. Sangat manis.     

"Davira." Seseorang menyela dirinya sekarang. Tepat berjalan mendekat padanya dengan senyum manis yang mengembang. Yang diharapkan datang juga sekarang ini. Dengan penuh ketegasan Adam melangkah mendekati dirinya. Remaja itu kini berjongkok tepat di depan Davira sesekali melirik Davina yang diam mematung sembari menundukkan pandangannya.     

Davira mengerti, yang dituju oleh Adam bukan dirinya sepenuhnya. Ada sisi Adam yang ingin melihat Davina pagi ini. Bagaimana keadaannya sekarang? Mungkin adalah alasan Adam berjalan kemari dan menemuinya.     

Malam indah sudah terjadi? Entahlah. Hanya mereka yang tahu.     

"Tumben datang?" Davira menyahut. Dalam diam sejenak membentang Adam hanya tersenyum. Mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri. Davira melirik sejenak Davina yang duduk di sisinya. Lalu meraih telapak tangan sang kekasih dan bangkit dari posisi duduknya sekarang ini.     

"Aku ingin belajar bersama pagi ini. Ayo ke rooftop," ajaknya pada sang kekasih. Davira menundukkan pandangannya. Lagi-lagi ia menatap Davina. Gadis yang kini mulai mencari kesibukan dengan mencoba menyelesaikan soal yang separuhnya ia tanyakan pada Davira sebelum ini.     

"Davina gimana? Haruskah kita pergi bersama?" tanyanya dengan tak mengurangi senyum yang ada di atas paras cantiknya sekarang. Mendengar kalimat itu, Davina menaikkan pandang matanya. Tepat berhenti kala ia merekam ekspresi lain yang ditunjukkan oleh Davira kali ini. Senyum itu seakan mengisyaratkan sesuatu.     

"Bagaimana, Kapten Kin?" Davira kini memindah fokus matanya. Menatap Adam dengan penuh pengharapan. Adam paham akan arti tatap mata itu, Davira hanya berbasa-basi sebelumnya. Ia ingin Adam memberi penolakan.     

"Aku hanya ingin belajar berdua dengan kamu. Tak ada yang mengganggu." Sukses! Davira sukses mempermainkan mereka berdua saat ini. Adam benar mengenalnya lewat arti tatapan mata yang diberikan oleh Davira sebelum ini. Akan tetapi sayang, Adam tak mengenal seluk beluk Davira dengan benar.     

"Maaf, Davina. Tapi lo gak penting sekarang." Gadis itu berucap. Kini sukses membuat perubahan ekspresi di atas paras cantik milik Davina. Baiklah, gadis sialan itu sedang mempermainkan hatinya.     

"Maksud gue, Adam sedang ingin bersama dengan kekasih sahnya sekarang." Ia mengimbuhkan. Tersenyum ringan untuk menutup kalimatnya.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.