LUDUS & PRAGMA

105. Pengkhianatan Babak Dua



105. Pengkhianatan Babak Dua

0Ketika seorang gadis sedang merajuk sebab hal kecil, sebenarnya ia tak benar merajuk. Mendiamkan pasangannya adalah cara terbaik untuk memberi isyarat bahwa ia ingin sebuah bujuk rayu keluar dari mulut sang laki-laki. Memberi segala kalimat manis, entah berupa pujian atau sebuah janji yang indah dikata dan nyaman didengar yang jelas seorang gadis hanya ingin kekasihnya membujuk dan merayunya. Memenangkan jiwa dan raga yang sedang payah dalam mengontrol emosi juga mencoba untuk membujuk ego agar sedikit surut tak meluap-luap. Sederhana memang, namun tak semua bisa mengerti itu. Hanya orang-orang tertentu yang mampu dan pantas mendapat gelar di pengertian yang penyabar luar biasa.     
0

Adam Liandra Kin bukan lagi remaja yang seperti itu. Roda kehidupan terus berputar, pasang surut kehidupan akan selalu ada. Liku naik dan turun serta jatuh bangun pahit manisnya sebuah hubungan adalah bagian dari proses pendewasaan terbaik untuk kita. Seseorang pasti akan berubah, lambat laun. Menjadi seseorang yang lain entah baik atau bertambah buruk. Entah kita bisa menerimanya atau tidak, semesta seakan memaksa setiap insan yang diberi embusan kehidupan oleh Sang Maha Agung yang menempati kedudukan paling Mulia di dunia harus bisa menerimanya. Baik, adalah bonus dari perubahan yang ada. Sedangkan buruk adalah resiko yang harus diterima. Jikalau kita tak bisa menyesuaikan diri dengan baik, maka hancur dan terlihat payah akan menjadi definisi diri yang baru.     

Davira merasakan semua itu. Kadang kala ia tak bisa menerima perubahan sikap sang kekasih. Alasan sibuk adalah dialog lama yang terus diucap oleh Adam. Lelah dan letih dirasa juga sebuah kalimat monoton yang terus dikata untuk menghindari Davira jikalau gadis itu mulai mengajaknya berdebat.     

Adam tak sebaik dulu, kiranya. Dirinya mulai berubah. Entah Davira yang belum bisa mengenal sang kekasih dengan baik atau memang Adam benar menjadi lain untuk dirinya, gadis itu tak mau banyak memikirkannya saat ini. Adam pergi, selepas menghantarkan dirinya kembali ke rumah.     

Dalam pamit yang diucapkan oleh remaja itu, Adam berkata bahwa ia ingin pulang ke rumah sebab tugas sekolah mulai menumpuk. Malam ini ia harus melahap tugasnya sampai habis tak bersisa agar bisa tidur menutup mata dengan nyenyak. Davira hanya mengangguk. Tersenyum simpul mengiringi kepergian sang kekasih yang memberi salam perpisahan begitu manis dan membekas di permukaan bibirnya.     

--seberubah apapun Adam untuk Davira, laki-laki itu tetaplah kekasih yang amat ia harapkan untuk bisa mengakhiri kisah dengan 'ending' yang bahagia. Namun, tak ada yang bisa menebaknya. Bisa saja, besok mereka berpisah.     

Gadis itu tak sendiri sekarang ini, ada Rena yang menemani. Si tamu baik yang datang sebelum ia pulang ke rumah. Mamanya lembur di ruang kerja, jadi tak bisa menemani Rena untuk berbincang sembari menunggu dirinya. Gadis berambut panjang itu sempat berkata bahwa ia sudah menunggu berpuluh menit lamanya. Akan tetapi tak apa, toh juga Davira ada di sini 'kan sekarang? Di dalam kamarnya yang terlihat sangat nyaman dan bersih.     

"Mama lo bilang Adam mengajak ke rumah orang tua tiri lo, beneran?" Diselanya aktivitas gadis yang baru saja meletakkan dua gelas jus jambu segar di depan Rena.     

Davira mengangguk ringan. Sejenak melirik Rena yang tersenyum tipis kemudian hilang memudar selepas helaan napas gadis itu menyertainya.     

"Gue turut berduka cita. Karena kesibukan gue belakangan ini ... gue jadi melupakan lo." Rena melanjutkan. Dengan penuh kehati-hatian, ia menatap Davira. Gadis itu tak berkutik di tempatnya. Hanya diam sembari melipat tangannya rapi di atas perut. Kakinya ia luruskan. Ingin bersantai adalah kesan awal yang masuk ke dalam pemikiran seorang Rena Rahmawati.     

"Menurut lo kenapa seseorang bisa berselingkuh?" tanya Davira acak. Rena menoleh. Hampir saja jari jemarinya merengkuh gelas di depannya, namun terhenti kala Davira menyela dengan pertanyaan aneh itu.     

"Singkat saja, karena mereka si brengsek tak tahu diri."     

Davira tersenyum. Rena tak pernah berubah. Caranya berbicara selaku saja seperti itu, ceplas-ceplos dan seenak dirinya sendiri.     

"Ketika seseorang mengakhiri hubungannya ada dua macam yang membedakannya." Rena memajukan posisi duduknya. Menatap intens gadis yang kini diam menjadi seorang pendengar baik.     

"Pertama mereka meminta berpisah sebab ingin membenahi diri. Tak ingin lagi menyakiti dan berharap waktu kembali mempertemukan kalau memang jodoh adalah takdir mereka. Ketika orang itu mengajak kita untuk kembali berhubungan lagi, maka lo harus menerimanya. Karena itu tulus."     

"Kedua ... adalah mereka yang berpisah dengan menyelipkan kata bosan di dalam alasannya. Jika orang seperti menginginkan untuk diterima kembali, jangan pernah menerimanya." Rena memungkaskan kalimat dengan senyum aneh.     

"Kenapa?" tanya Davira melirih.     

"Karena dia tak pernah benar mencintaimu sebelumnya. Dia pasti kembali karena dia sedang membutuhkanmu lagi. Itu hanya akan membuat luka baru. Jadi jangan menerimanya."     

Davira diam. Menghela napasnya ringan kala kalimat yang terucap benar-benar terasa menusuk batinnya. Entah mengapa, namun kalimat itu sangat menyeramkan untuk didengar olehnya dalam keadaan seperti ini.     

°°°°°°°°°° LudusPragmaVol2 °°°°°°°°°°     

Suasana tenang dengan semilir hawa bayu yang sejuk nan segar membelai permukaan kulit keduanya. Dua remaja itu saling tatap dalam diam dengan jarak yang sedang. Berdiri tak melakukan apapun selama beberapa detik berselang adalah aktivitas yang dipilih oleh Adam juga Davina selepas netra mereka berpapasan dalam satu titik. Bagi Davina, malam ini sangat indah. Bisa menatap Adam dalam jarak dekat tanpa terganggu oleh siapapun, gadis itu sangat merindukan posisi seperti ini. Ia paham benar, keputusan Adam bukan kalimat sesungguhnya yang ada di dalam hati remaja itu kemarin. Ia pasti merasa bersalah dengan mengajaknya kemari dalam kondisi seperti ini.     

Davina melangkahkan kakinya maju ke depan. Namun terhenti kala ia teringat sesuatu, tak ada hubungan apapun di antara keduanya saat ini. Mereka adalah orang asing yang baru saja memutuskan untuk mengakhiri kenangan baik di antara keduanya. Meskipun dalam hati ia tak ingin, akan tetapi apalah daya dirinya sekarang ini. Memberontak? Tidak. Dirinya hanya kekasih bayangan yang diakui oleh Adam seorang. Di luar sana, orang-orang hanya mengetahui satu kalimat pasti, bawah Adam Liandra Kin adalah kekasih sah dari gadis bernama Davira Faranisa.     

"Apa yang mau lo katakan dengan—" Ucapan gadis itu terpotong kala Adam tiba-tiba menarik pergelangan tangannya. Menjatuhkan tubuh Davina tepat di atas pelukan hangat yang ia berikan malam ini.     

Gadis itu diam sejenak. Matanya membulat lalu melunak kala merasakan hangat menguasai di dalam tubuhnya. Sepersekian detik berjalan Adam hanya diam. Menikmati pelukan mereka malam ini.     

"Maafin gue, Davina," paparnya melirih.     

"Gue minta maaf atas kalimat kemarin," imbuhnya menutup suara.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.