LUDUS & PRAGMA

83. Hati Yang Membara



83. Hati Yang Membara

0"Mau membelinya?" Davina mempertegas. Menatap gadis setara tinggi dengannya itu. Bagi Davira, apapun yang akan dilakukan olehnya selepas ini, bukan apa-apa. Semua yang direncakan olehnya adalah hal wajar yang dilakukan oleh semua gadis yang bereaksi atas pengkhianatan yang dilakukan oleh teman baik dan kekasihnya. Tak ada kata jahat, atau berlebihan untuk bisa menjadi alasan terbaik baginya mulai berhenti melakukan hal konyol seperti ini.     
0

"Hm. Gue suka kalungnya."     

"Lagian nama depan kita sama. Jadi tak masalah jika aku yang memakainya bukan?" Gadis itu mengimbuhkan. Tak puas hanya dengan senyum tipis, ia kini mengembangkan senyum manis yang terkesan begitu bahagia juga menikmati momen yang sedang terjadi.     

"Lo bisa minta ke Adam untuk membelikan yang baru, kenapa harus mengemis seperti gadis malang begini?" kekeh Davina menyela. Melipat kedua tangannya tepat di atas perut sembari terus memberi tatapan pada lawan bicaranya. Davina melirik sejenak Arka, menatap remaja jangkung yang masih diam mematung dan memilih menjadi saksi bisu sekarang ini.     

"Haruskah kita berempat bertemu?" tanya Davira menyela. Memberi senyum ringan tanpa ada beban di dalam hatinya. Davira dusta! Di dalam hati gadis itu ada api yang membara sekarang ini. Ingin menarik rambut, menampar pipi, dan memukul wajah gadis yang ada di depannya sekarang ini. Davira bohong dengan mebgataka bahwa ia sedang berada dalam keadaan baik-baik saja. Dirinya sedang hancur!     

"Maksud gue Adam dan gue juga lo dan saudara lo yang memberikan kalung itu. Adam perlu bertanya beberapa hal sebelum membelinya," tutur Davira beralasan. Gadis di depannya diam. Perlahan dahinya mengerut dengan sepasang alis yang hampir bertaut. Dari sekian banyak manusia, mengapa ia harus bertemu dan memulai hubungan dengan Davira Faranisa? Gadis ini memang terlihat pendiam dan tak acuh, namun sekali berbicara tiada yang bisa menandinginya dalam bermain kata.     

"Lo bilang waktu itu kalau kalung yang lo pakai—"     

"Kita atur pertemuannya lain kali. Sekarang ini gue lagi sibuk. Lo bisa bilang itu ke Adam," sahut Davina menyela. Lensanya perlahan ia tujukan pada Davira kemudian berpindah pada remaja jangkung yang masih kokoh dalam keputusannya, diam membisu.     

"Gue permisi dulu."     

"Soal undangan pesta pertunangan." Kalimat singkat itu tak hanya menarik perhatian Davina, namun juga Arka Aditya yang menoleh pada si sahabat lama. Ada yang aneh, seakan-akan Davina adalah korban di sini. Melihat bagaimana cara Davira yang ingin terus menyerang gadis sepantaran usia yang menjadi lawan bicaranya itu, Arka mampu menyimpulkan bahwa Davina belum tau bahwa kedok busuknya terbongkar oleh kekasih sah Adam Liandra Kin itu. Entah permainan macam apa yang sedang dimainkan oleh sahabatnya, Arka yakin ... Davira benar-benar berubah menjadi gadis yang sama liciknya dengan Kayla Jovanka.     

"Lo mau bantuin gue untuk membuat desainnya 'kan? Selera lo bagus dan gue suka itu." Davira menambahkan. Menyeringai samar kala sukses kalimat itu terlontar keluar dengan luwesnya. Tak ada Keraguan yang terselip di antara kalimat yang terucap.     

Davina menoleh. Lagi-lagi bungkam dan membiarkan hening datang dalam sepersekian detik bersela. Mengangguk ragu kemudian sembari mengerang ringan. Tak ada yang bisa dikatakan olehnya, berpura-pura menjadi gadis baik adalah caranya menutupi kedok busuk di dalam hatinya selama ini. Jadi tak ada masalah yang akan timbul jikalau Davina tetap dalam pendirian itu.     

Hubungannya dengan Adam memang berakhir kemarin sore. Remaja jangkung sialan itu juga tak menelepon atau mengabarinya. Seakan semua hilang begitu saja tanpa alasan yang jelas. Davina tak menelepon Adam duluan? Tidak! Yang bersalah dalam kasus ini adalah Adam Liandra Kin, bukan dirinya. Menunggu untuk mendapat etikat baik dari sang kekasih gelap adalah alasan gadis itu tak mau menghubungi dan memulai untuk berkomunikasi lagi.     

Namun, tak ada angin tak ada hujan dan tak ada badai, Adam melupakan dirinya dalam semalam. Diam dan pergi begitu saja tanpa memberi penjelasan yang bisa melengakan hatinya, adalah hal ter-brengsek yang pernah dilakukan oleh Adam terhadap Davina.     

"Dia gak tau semuanya?" Arka kini menyela kala gadis yang diajak berbincang dengan teman sebangku sekaligus sahabat masa kecilnya itu pergi. Meninggalkan aroma parfum khas seorang Davina Fradella Putri. Punggung gadis itu menghilang sesaat setelah menerobos kerumunan yang ada di depannya. Seakan tak ragu melangkah pergi menjauh, Davina meninggalkan semua obrolannya pagi ini.     

"Tentang apa?"     

"Lo tau semuanya." Remaja itu menyahut. Menatap gadis yang kini menganggukkan kepala sembari tersenyum aneh. Melangkah masuk ke dalam kelasnya dengan langkah sedang.     

"Dia gak tahu?" Arka mengulang. Seakan tak puas dengan anggukan kepala yang diberikan sebagai bentuk respon Davira atas pertanyaannya.     

"Adam menepati janji dengan tidak memberi tahu alasannya memutuskan hubungan dengan Davina." Davira mulai berucap. Duduk di atas kursi tempat biasa dirinya berada kala mengikuti jam pembelajaran yang sedang berlangsung.     

"Jadi?"     

Davira menoleh. Sedikit mendongak sebab Arka tak kunjung mengambil posisi nyaman dengan duduk di sisinya. Seakan ingin memamerkan betapa jangkung tubuh Arka, remaja itu hanya berdiri. Menatap gadis yang perlahan membulatkan matanya sebab ia tak mengerti, mengapa Arka menatapnya begitu?     

"Gue hanya ingin membuktikan apakah Adam serius dengan mengatakan bahwa ia lebih memilih gue ketimbang Davina," ucapnya mempersingkat. Menoleh dan memalingkan wajahnya untuk tak lagi berkontak mata dengan remaja jangkung yang kini mulai menghela napasnya kasar.     

Arka menarik kursi yang ada di depannya. Duduk dengan rapi sejajar posisi dengan Davira Faranisa. Remaja itu melepas tas punggung yang digendongnya. Meletakkan di atas meja kemudian memutar tubuhnya serong. Ditatapnya sang sahabat dengan penuh makna dan kedalaman yang berarti. Arka tahu, bahwa hari Davira sedang tak menentu. Mencoba mencari segala macam cara untuk memberi dirinya sendiri sebuah alasan tetap bertahan dalam kondisi yang menggoyahkan seperti ini.     

Fakta bahwa kekasih yang amat dicintainya sudah mengkhianatinya dengan menjalin hubungan bersama teman baiknya, adalah sebuah tamparan yang amat menyakitkan untuk Davira Faranisa. Mengabaikan semua itu begitu saja dan menyerahkannya pada waktu agar menghapus kenangan buruk di masa lalu itu? Tidak! Davira bukan gadis semudah itu.     

"Dan apa jawabannya sekarang? Semuanya terbukti dan lo mulai kembali percaya dengan Adam?" Arka mencecar. Menarik dagu gadis yang ada di sisinya untuk membuat ia menoleh ke arahnya. Fokus dan menitik pada tempat yang sama, keduanya kini diam sembari saling melempar tatapan satu sama lain.     

"Jawab dengan hati lo, lo puas dengan semua hasil itu?"     

Davira menggelengkan perlahan kepalanya. Menarik wajah agar tak lagi ada di dalam jangkauan jari jemari panjang milik Arka Aditya. "Gue bukan mencari kepuasan, tapi gue sedang mencari sebuah alasan."     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.