LUDUS & PRAGMA

84. Kotak Rahasia



84. Kotak Rahasia

0Ia menatap bentangan rumput liar yang nyaman menyelimuti tanah basah yang ada di bawahnya. Sesekali memindah tatapan kala suara asing menyela dirinya. Tak banyak teman sebaya yang berada di tempat ini, hanya ada beberapa manusia yang sedang menemaninya dalam tanda kutip. Taman belakang sekolah, tempat paling nyaman untuk berbincang intim dengan sang kekasih. Di tempat inilah Davira berada. Menunggu kehadiran Adam sesuai dengan janji yang dituliskan remaja itu beberapa menit berlalu. Davira menurut sebab katanya, Adam ingin memberikan sesuatu untuk dirinya. Bukan benda mahal, bukan juga segepok uang untuk ia belanjakan sesuka hatinya setelah ini. Namun kata Adam, sebuah hal sederhana namun akan sangat berarti untuk Davira Faranisa.     
0

Perlahan netra pekat itu berkeliling. Mencoba mencari-cari dimana kiranya sang kekasih berada sekarang ini. Sedikit terlambat memang dari janji awal, sebab sepuluh menit sudah berlalu begitu cepatnya. Membiarkan tunggu bersama gadis yang mulai resah sebab kekasih tak kunjung datang menemui dirinya. Adam membatalkan janji? Tidak. Selama berhubungan dengan Davira, remaja itu tak pernah melakukan tak terpuji begitu. Jikalau memang janji dibatalkan, Adam biasanya akan memberi kabar terlebih dahulu. Mengatakan pada Davira untuk ia tidak perlu menunggu lagi.     

Davira kembali menatap ujung sepatunya. Memainkannya sembari bersenandung ringan untuk mengusir kebosanan yang sedang melanda dirinya saat ini. Haruskah ia bangkit dan pergi menemui sang kekasih di kelasnya? Memanggil nama Adam dan membuat seluruh mata tertuju padanya?     

Ah! Kejenuhan ini benar-benar menyebalkan.     

"Kak Davira," sela suara bariton sedikit lirih namun cukup tegas untuk menyita perhatian gadis yang kini mendongakkan pandangannya. Menatap siapa yang baru saja datang dan menyela kebosanan yang ada di dalam dirinya saat ini.     

Dia adalah Raffardhan Mahariputra Kin. Remaja bertubuh tinggi nan jangkung tapi tak mampu mengalahkan tinggi menjulang seorang Adam Liandra Kin. Parasnya semakin hari semakin mirip dengan sang kakak, namun senyum Raffardhan terlihat lebih khas daripada sang kakak, Adam Liandra Kin.     

"K--kamu ngapain di sini?"     

Remaja itu berjalan mendekat. Terhenti kala jarak yang diciptakan sudah dirasa sangat pas dan tepat untuk memulai pembicaraan dengan gadis yang hanya setara tinggi dengan sepasang telinga yang sedikit cuping miliknya itu. Raffa menarik napas dalam-dalam. Mengembuskan ringan dan perlahan. Bukan ingin mengulur waktu guna mencari celah agar bisa menatap Davira dengan puas, remaja itu hanya sedang mengatur perasaannya sekarang ini.     

"Aku tanya, kenapa kamu bisa ada di sini?" Davira mengulang kala tak ada jawaban yang bisa memuaskan hatinya sekarang ini.     

"Jangan bilang Adam yang menyuruh kamu untuk—"     

"Kak Adam mengijinkan aku untuk datang ke sini." Raffa menyela. Memotong kalimat gadis yang kini tegas menyipitkan kedua matanya. Tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh remaja yang satu tahun lebih muda darinya itu.     

"Aku meminta ijin untuk memberi selamat pada kakak." Ia mengimbuhkan. Masih dengan kalimat ambigu yang membuat banyak tanda tanya besar ada di dalam kepala Davira. Perihal Raffa, mengapa ia datang kemari seakan sedang berusaha menggantikan posisi sang kakak? Juga kalimat-kalimat itu ... apa maksudnya?     

"Kakak ingat kalimat tentang ketika kakak ragu datang saja padaku?" Remaja jangkung itu berkelit. Sukses membuat Davira semakin bungkam dan diam. Tak mampu berkata apapun, sebab dirinya saja tak tahu apa maksud dan tujuan Raffa mengatakan itu sekarang ini?     

Remaja itu mengulurkan sebuah kotak kecil yang baru saja dikeluarkan olehnya dari dalam saku celana. Menyodorkannya pada gadis yang kini perlahan menerima benda itu.     

"Ada kotak kecil di almari bawah tempat kak Adam menyimpan semua rahasianya dengan kak Davina. Datang dan ambil itu sebelum kak Adam sadar bahwa kuncinya hilang." Raffa memberi interuksi. Membuat gadis yang dari tadi diam sembari menatapnya, kini perlahan membuka isi kotak itu. Tepat dugaan, seperti yang dikatakan olehnya bahwa ia harus datang mengambil sebelum Adam sadar bahwa kunci kotak pribadinya sudah hilang dicuri.     

"Itu yang ingin aku berikan sebenarnya. Bukan perasaan aku, tapi aku ingin memberikan sebuah fakta," susulnya tersenyum ringan.     

"Selamat untuk kakak, karena berhasil melakukannya dengan baik. Gunakan apapun yang ada di dalam kotak jikalau keadaan mendesak dan kakak benar-benar menyerah." Raffa kini mengakhiri kalimat dengan senyum simpul. Menundukkan wajahnya sejenak untuk menatap ujung sepatu yang tak asing untuknya. Sang kakak yang membelikan itu untuknya bukan? Ya! Raffa hapal benar bagaimana selera seorang Adam Liandra Kin.     

"Aku permisi dulu. Aku hanya meminta ijin untuk berterimakasih pada kakak karena sudah menjengukku kemarin," ucapnya memutar tubuh. Berniat untuk pergi meninggalkan Davira di sana.     

Gadis itu mencegah. Menarik pergelangan tangan Raffa dan membuatnya kembali menatap Davira dengan teduh. "Kenapa kamu melakukan ini sekarang? Ingin menghancurkan—"     

"Pernah kakak percaya dan berterimakasih padaku?" Raffa menyela. Memotong kalimat gadis yang kini mulai melunakkan genggaman tangannya.     

"Aku melakukan ini karena kakak memilih jalan ini." Raffa menyeringai samar.     

"Maksud kamu?"     

Remaja itu kembali memutar tubuhnya. Menatap gadis yang masih kokoh diam sembari terus melempar tatapan teruntuk dirinya. Davira menunggu, apapun yang dikatakan oleh Raffa ia akan mendengarnya. Benar! Dirinya sudah terlanjur masuk dan berada di jalan ini.     

"Sepatu itu terlihat begitu cantik sebab ia masih baru dan putih bersih warnanya, akan tetapi lambat laun benda itu akan berubah dan menjadi usang. Kakak tau kenapa? Karena itu sudah menjadi siklusnya." Raffa berkelit. Membuat perumpaan yang sukses menghentikan segala gerak lensa milik gadis yang ada di depannya itu. Tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Raffa untuknya.     

"Pasangan kakak sudah berani mengkhianati kepercayaan kakak. Kakak berpikir akan berakhir semudah ini? Perselingkuhan seperti layaknya siklus sepatu yang aku ceritakan, akan berulang secara terus-menerus."     

Deg! Davira kini mengubah ekspresi wajahnya. Sayu dengan tatapan teduh sedikit sendu untuk memberi respon pada remaja yang berdiri di depannya. Mendengar kalimat itu, hati Davira mulai panas. Seakan apa yang sudah menjadi pilihannya adalah sebuah kesalahan besar yang tak patut untuk dibenarkan. Kalimat itu sangat mengerikan. Ia bahkan tak sempat berpikir bahwa seseorang akan menganggap bahwa perselingkuhan adalah sebuah siklus biasa dalam kehidupan.     

Raffa benar! Bagaimana jika Adam kembali mengkhianati selepas semua yang terjadi? Bagaimana jika dirinya kembali berada di dalam posisi sulit untuk kedua kalinya? Davira salah memperhitungkan semuanya. Ia hanya terus berpikir perihal, benarkah Adam sudah mengakhiri hubungan dengan Davina?     

"Aku mengatakan ini bukan untuk membuat kakak takut dan menyesal, aku hanya ingin membuat mata kakak terbuka."     

"Apapun yang ada di dalam kotak itu nanti, simpan baik-baik. Aku berharap itu tak akan pernah berguna nantinya, namun jika ada waktu yang membuat benda-benda itu berguna, kakak bisa menggunakannya dengan baik," pungkas Raffa menutup kalimatnya.     

... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.