LUDUS & PRAGMA

63. Tamparan Semesta



63. Tamparan Semesta

0Davira menatap pagar besar yang ada di depannya. Sesekali menarik napas panjang dan menghembuskannya kasar. Ia menunggu, tidak! Lebih tepatnya berharap dalam tunggu seseorang keluar dan menyapanya dengan ramah. Mengukuhkan niat dan keyakinannya untuk bertamu masuk ke dalam rumah sahabat. Davira berpisah dari sang kekasih beberapa menit lalu. Mengatakan bahwa dirinya ada urusan di tempat les privatnya dengan sang guru, jadi Adam tak perlu ikut dan menghantar.     
0

Dusta adalah caranya menghindar dari sang kekasih kali ini. Davira tak benar bahagia dengan segala senyum yang dilemparkannya pada Adam. Ada rasa sakit yang tersembunyi. Fakta bahwa sang kekasih menyelingkuhinya adalah tamparan tersakit dan terpedih yang pernah didapat oleh Davira. Gadis itu terlalu mencintai Adam, berharap bahwa sang kekasih juga memiliki perasaan yang sama besarnya.     

Apakah Davira terlalu serakah dengan pemikiran seperti itu?     

"Lo mau menatap rumah gue sampai roboh?" Seseorang akhirnya menyela. Sukses membuat gadis yang baru saja ingin memutar langkahnya pergi dari depan rumah Arka itu menoleh. Menatap siapa kiranya yang sudah menyela dan membuyarkan lamunan.     

Tepat, doanya terkabul. Arka datang dengan pakaian yang tak berbeda dari sebelum ia pergi bersama Adam. Itu artinya, remaja itu baru saja sampai ke rumahnya. Entah apa yang dilakukan Arka seharian penuh selepas kepulangannya membawa kemenangan. Yang terpenting untuknya, Arka sudah ada di depan Davira sekarang ini.     

Gadis itu berjalan mendekat. Terhenti tepat di depan remaja jangkung itu. Davira menundukkan pandangannya. Sayu nan samar netranya menatap ujung sepatu milik sang sahabat. Tak menarik memang, tapi ia hanya ingin melihatnya sekarang ini untuk mengulur waktu agar bisa mengontrol dirinya sendiri. Davira berjanji pada dirinya sendiri sebelum ini, tak boleh ada air mata sebab semua harus diperbincangkan dengan kepala dingin dan hati yang tenang.     

Ya! Davira ingin menceritakan perasaannya sekarang ini. Sudah lama dirinya tak berbagi kisah dengan sahabatnya.     

"Lo suka sama sepatu baru gue? Mau coba pakai?" Arka menyela. Tersenyum ringan seakan tahu apa yang sedang ada di dalam kepala Davira. Tidak, tentunya bukan pasal sepatu. Namun pasal pikiran 'semrawut' yang terjadi pada Davira. Arka hanya ingin sedikit bergurau untuk melepas segala beban sang sahabat.     

"Gue boleh meluk lo?" lirih gadis itu berucap. Perlahan menggelengkan kepalanya untuk benar-benar menghentikan air mata yang ingin terjun membentuk sungai-sungai kecil di atas pipinya.     

"Pelukan sebagai apa?" tanya Arka sedikit memiringkan kepalanya.     

Davira mendongak. Lensa itu seakan berbicara padanya, bahwa Arka mengerti semua keluh kesal yang dirasakan olehnya malam ini.     

"Sebagai Davira Faranisa, gadis bodoh yang suka merengek," katanya mengimbuhkan.     

Arka tersenyum ringan. Perlahan merentangkan tangannya untuk memberi isyarat pada sang sahabat bahwa dada dan bahunya terbuka lebar untuk sandaran Davira malam ini. "Kemari." Ia berucap. Sukses mendapat respon dari Davira yang kini melangkah maju. Perlahan namun pasti, tubuhnya melebur bersama pelukan hangat milik Arka Aditya.     

"Ada kisah untuk hari ini, Nona Davira?" tanya Arka lembut. Perlahan mengusap puncak kepala gadis yang dirasa sedang mengangguk-anggukkan kepalanya ringan. Lirih erangan terdengar masuk ke dalam telinga milik Arka, seakan menegaskan bahwa sang sahabat benar-benar ingin didengar segala rasa gundah gulana dan gelisah yang sedang dirasakan oleh Davira malam ini.     

°°°°°°°°°° LudusPragmaVol2 °°°°°°°°°     

Sinar rembulan menemani bersama semilir bayu yang terasa dingin namun menyegarkan. Dua remaja duduk berjajar di atas kursi panjang taman yang dibangun di tengah kawasan komplek. Davira terus saja menatap ke bawah. Entah rerumputan yang mencuri perhatiannya, atau sepasang sepatu miliknya yang sedang beradu satu sama lain. Gadis masih enggan menatap paras sang sahabat.     

"Biar gue tebak, lo mau curhat soal Adam?"Arka memulai percakapan. Sejenak melirik paras cantik milik Davira. Gadis itu mengembangkan senyum seringai. Arka memang terbaik dari sekian banyak orang yang dikenalnya.     

"Lo emang paling tahu tentang gue," paparnya masih dengan senyum seringai di atas paras cantiknya.     

"Biar gue tebak lagi, Adam selingkuh?" Arka kembali mengimbuhkan. Kali ini sedikit menyela dengan helaan napas berat.     

Davira mulai menoleh. Menaikkan pandangannya namun tak sampai menatap sepasang lensa pekat milik Arka. Davira memalingkan wajahnya. Bukan menatap ke arah berlawanan, namun menatap ke objek lain di sisi sahabatnya. Kepala gadis itu mengangguk ringan. Senyum pahit ada menghias di atas parasnya.     

"Lo memutuskan untuk percaya itu?"     

"Mau gimana lagi, semua pasti akan terungkap lambat laun." Gadis itu menyerah. Dari nada bicaranya, Arka paham benar kalau Davira lebih memilih terlihat payah dan lelah dalam melawan semua perasaan aneh di dalam hatinya perihal sang kekasih.     

"Dia selingkuh sama Davina." Davira mengimbuhkan. Lelah, nada bicara dan pandangannya terlihat lelah. Selepas menyerah dan mengakui semuanya gadis itu benar-benar terlihat payah.     

"Gue tau itu. Sejak dua bulan lalu."     

Davira menoleh. Mengernyitkan dahinya samar. "Kenapa gak bilang sama gue dan membiarkan gue hidup dengan tanda tanya yang—"     

"Kalau gue bilang, lo akan percaya?" Remaja itu menoleh. Sukses membuat Davira kembali menundukkan kepalanya. Membiarkan helai demi helai rambut panjang miliknya turun melalui batas telinga menutup paras cantiknya.     

Gadis itu mengangguk. Benar, ia tak akan percaya semudah itu.     

"Gue sengaja diam dan berpura-pura tak tahu, tapi gue membuka jalan untuk lo tau semuanya sendiri." Arka memutar tubuhnya. Menatap Davira yang masih kalut dalam berekspresi.     

"Gelang yang diceritakan Kayla, gue yang menyuruhnya." Arka mulai membeberkan semuanya. Sukses membuat Davira kembali mengernyitkan dahinya     

"Gue yang menyuruh Kayla untuk memancing Lo gue yang menyuruh Raffa untuk membuat lo masuk ke dalam kamar Adam." Ia mengimbuhkan. Kali ini benar-benar menarik perhatian Davira untuk tegas mulai mendengarkan segala hal yang disembunyikan oleh Arka Aditya.     

"Besok adalah hari jadi mereka yang pertama. Jika tebakan gue gak salah, Davina pasti memakai kalung itu."     

Deg! Hari jadi? Ah, sialan. Bagaimana bisa ia menerima fakta menyebalkan ini. Mengetahui bahwa hubungan terlarang antara sang kekasih dengan sahabat dekatnya sudah genap menginjak usia yang kesatu sukses meremuk dan menghancurkan segala pendirian Davira. Dadanya sesak, hatinya terluka, dan harga dirinya jatuh. Ia bodoh dan payah! Selama ini dirinya berdiri di atas sebuah harapan palsu. Tak ada bahagia bersama Adam selepas fakta perselingkuhan dibenarkan adanya oleh sang sahabat.     

Semua rasa indah itu, berubah menjadi tragedi yang menyayat hati. Davira tak tahu bahwa rasa kecewa akan terasa sesakit dan sesesak ini. Rasa cintanya dan rasa tulusnya bertepuk sebelah tangan.     

"Gue minta maaf harus mengatakan ini sama lo, tapi Adam bukan laki-laki yang baik." Arka memungkaskan kalimatnya. Menarik pandangan gadis yang ada di sisinya.     

Davira mendesah kasar. Mengusap wajahnya beberapa kali. Kembali menatap Arka dengan penuh pengharapan. "Apa yang harus gue lakukan sekarang? Memutuskan Adam? Gue gak bisa. Karena gue terlalu mencintai remaja sialan itu."     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.