LUDUS & PRAGMA

41. Kuasa Semesta



41. Kuasa Semesta

0Langkah keduanya tegas membelah dan menyapu rerumputan hijau yang menjadi alas pijakan mereka saat ini. Sesekali saling tatap sebab rasa aneh yang muncul di dalam benak Davira selepas pergi meninggalkan sang kekasih di ruang basket. Davina terus saja melirik ke arahnya, seakan sedang memastikan bahwa dirinya baik-baik saja sekarang ini.     
0

Helaan napas berat terdengar samar. Mencuri sentral lensa pekat milik gadis berambut panjang dengan poni tipis yang jatuh tepat di atas sepasang alis cokelat muda milik Davina Fradella Putri. Gadis itu kini tegas menatap. Menoleh dengan sedikit memiringkan kepalanya ke bawah untuk menerka dan menelisik apa kiranya yang membuat gundah dan gelisah dirasa oleh mantan teman sebangkunya itu.     

Sebab tuduhan yang dihujamkan kepadanya tadi? Jika tidak, mengapa Davira harus terlihat seresah ini sekarang?     

"Lo gak papa?" tanya Davina dengan nada lirih. Kembali menatap ke depan untuk memastikan bahwa arah langkah yang diambil mereka untuk kembali sampai ke dalam kelas sudah benar adanya.     

Davira menganggukkan kepalanya ragu. Mengerang ringan untuk mengiyakan kalimat tanya dari teman yang mengiringi langkah kakinya saat ini.     

"Lo sama Adam beneran ciuman?" Ia mengimbuhkan. Kalimat singkat yang terucap itu sukses menarik pandangan gadis cantik bernama identik dengannya. Memberi tatapan sepasang lensa teduh dengan sedikit tajam. Sesekali mengerakkan bola mata untuk menghindari kontak dengan lawan bicaranya.     

Ada yang aneh, seperti seakan-akan Davira sedang menyembunyikan sesuatu kali ini. Gadis itu tak pandai berbohong. Seperti kata dusta tak pernah ada di dalam kamus kehidupan seorang Davira Faranisa. Mungkin Davira terlihat bak seorang 'bad girl' yang terkesan tak acuh dan suka membuat onar. Bermulut pedas dengan kata-kata yang menyayat hati. Akan tetapi, siapa sangka kalau ia adalah gadis jujur yang polos dan berhati mulia?     

"E--enggak!" Davira mencetus dengan nada dingin. Tak mengubah sorot mata indahnya untuk terus menatap jalanan yang ada di depannya.     

Gadis di sisinya kini tersenyum tipis. Menyenggol bahu si teman dekat untuk membuatnya menoleh. "Kalau iya ... juga gak papa," katanya menggoda.     

Davira menoleh. Menatap sejenak perubahan ekspresi wajah Davina yang baru saja tersenyum geli dengan wajah sedikit memerah. Malu rasanya kalau memang sang teman dekat yang terkesan dingin dan cuek tak peduli benar melakukan adegan romantis dengan sang kekasih.     

"Ih, apaan sih!" gerutunya memperjelas. Mempercepat langkah kakinya untuk segera pergi dari sisi Davina. Tak ingin lagi membicarakan hal semacam itu sekarang.     

Semuanya biarlah Davira dan Adam yang menyimpan dan menanggungnya. Tak ingin banyak orang tahu ataupun menyinggung pasal itu lagi. Ciuman dan segala perlakuan hangat sang kekasih kemarin malam adalah hal pertama yang diterima oleh Davira selama hidupnya berhubungan dengan seorang laki-laki. Ia merindukan sentuhan itu, bukan sentuhan penuh napsu dari seorang laki-laki namun sebuah sentuhan penuh kasih sayang dari seorang laki-laki yang mencintainya.     

--dan malam kemarin, Adam memberikan sentuhan itu di sela-sela napsu yang menggebu di dalam diri kekasih hatinya.     

"Segitunya lo suka sama Adam?!" Davina berteriak. Berlari kecil untuk menghampiri Davira yang baru saja mendahului langkahnya.     

Gadis itu kini tersenyum ringan. Menatap lawan bicaranya yang hanya diam dan mengarahkan fokusnya untuk menatap apapun yang ada di depannya saat ini.     

"Lo udah pernah tanya itu." Davira menyahut. Melirik Davina yang kini menganggukkan kepalanya paham. Sejenak menjeda dengan helaan napas ringan darinya.     

Kemudian mulai menatap Davira dengan sendu. "Gue denger kabarnya." Gadis itu mulai menimpali. Kini dengan topik obrolan berbeda dari yang pertama kali mereka perbincangkan.     

"Soal apa?"     

"Kabar miring soal Adam selingkuhan." Davina mengimbuhkan. Nadanya melirih sedikit ragu. Takut-takut kalau mental Davira sedang tak mendukung untuk membicarakan hal ini.     

Selama kabar beredar di lingkup pertemanan Davira, gadis itu tak pernah mau menyinggung pasal kabar yang didengarnya dari mulut Kayla Jovanka. Ia tak ingin ikut campur dan masuk ke dalam permasalahan si mantan teman sebangkunya itu. Namun hari ini, ia ingin mencoba untuk menjadi teman baik bagi seorang Davira Faranisa.     

"Jadi?" tanya gadis itu dengan nada ringan. Menoleh sejenak kemudian kembali memalingkan tatapannya. Terkesan tak acuh dan tak peduli dengan apapun yang dikatakan oleh Davina kali ini. Kesan yang diberikan oleh Davira adalah ia ingin mengangkat tangannya dan menutup rapat-rapat telinganya perihal kabar burung yang beredar di lingkup kecil pertemanan Davira Faranisa.     

"Lo gak curiga siapa yang menjadi seling—"     

"Adam gak pernah selingkuh. Itu yang gue yakini sekarang." Gadis itu menyahut. Memotong kalimat dengan nada tegas dan penuh penekanan.     

"Jadi jangan goyah hanya karena mendengar itu dari mulut orang. Siapa yang memberi tahu?"     

Davina diam sejenak. Mencoba menerka dan meneliti perubahan raut wajah gadis yang ada di sisinya sekarang ini. Kalimat yang terlontar dari bibirnya mungkin terkesan kuat dan tak acuh. Tak ingin goyah bahkan roboh akan pendirian yang dipegangnya selama ini. Akan tetapi, Davina mempercayai satu hal bahwa tatapan mata tak akan pernah mampu berdusta.     

Davira ... sedang khawatir.     

"Katakan saja jika lo mengkhawatirkan itu. Gak perlu berbohong dengan terus menyangkalnya."     

Davira menoleh. "Lalu gue bisa apa? Kalau mempercayai semua berita itu, gue bisa apa?" tanyanya meminta jawaban pasti dari Davina.     

"Lo bisa marah, membenci Adam, dan memutuskan hubungan lo sama dia. Lo berhak memaki-maki seorang pria yang berselingkuh dari pasangannya." Davina mempertegas. Seakan ingin meluapkan segala kekesalan yang ada di dalam dirinya saat ini.     

"Dan selanjutnya?" Davira kembali menyahut. Menghentikan sejenak langkahnya hingga memaksa Davina yang ada di sisinya untuk melakukan hal yang sama.     

Keduanya diam sejenak. Saling melempar tatapan satu sama lain tanpa ada senyum yang menghiasi dan menyela.     

"Mungkin lo akan kehilangan setelah memutuskan hubungan dengannya. Tapi percayalah, waktu adalah penyembuh yang paling ampuh," ucapnya menggurui. Mengernyitkan dahinya sejenak kala Davira memalingkan wajahnya dan tersenyum seringai. Mendengar kalimat dari Davina membuatnya semakin muak dengan semua ini. Davira tak pernah menuntut banyak dari berbagai pihak. Menyebarkan berita miring tentang Adam, adalah hak dan pilihan mereka akan tetapi mengganggu dan memprovokasi Davira adalah sebuah kesalahan yang besar dan fatal.     

"Gue gak akan melakukan semua itu."     

Gadis yang menjadi lawan bicara Davira terdiam sejak. Ia tak mengerti, mengapa Davira sangat kokoh seperti ini.     

"Kenapa? Lo bahkan belum—"     

"Karena menyakiti Adam, akan berdampak buruk untuk diri gue sendiri. Sakit yang terasa ... akan dua kali lipat lebih menyiksa." Davira menyela. Dengan nada melirih dan sesekali menghela napas untuk menjeda kalimatnya.     

"Gue terlalu sayang dan tak ingin kehilangan sekarang ini. Itu sebabnya, gue berusaha menyangkal semuanya," pungkasnya menutup kalimat.     

... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.