LUDUS & PRAGMA

42. Raffa, Remaja tampan misterius.



42. Raffa, Remaja tampan misterius.

0Arka menatap dengan tatapan datar tak berekspresi cermin persegi yang memantulkan samar wajah tampannya. Sesekali menghela napasnya ringan sebab ada satu pemikiran yang sedang menganggu dirinya saat ini. Selepas kalimat terucap dari si teman-teman seperjuangan dalam merebutkan piala kemenangan pasal hubungan Davira dan Adam, remaja itu tak henti-hentinya menggelengkan kepalanya. Tak ingin pikiran kotor dan negatif masuk memenuhi kepalanya saat ini.     
0

Arka yakin Davira bukan gadis seberani itu yang mau menyerahkan bibirnya pada sang kekasih. Ya, Davira bukan gadis yang seperti itu!     

Remaja itu kini mengusap kasar tangannya menggunakan kain yg segala disiapkan di sisi kaca tempatnya menatap paras tampan dirinya sendiri. Kemudian mendesah kasar dan memalingkan wajahnya. Menundukkan kepalanya untuk menatap aliran air yang masuk ke dalam lubang tengah wastafel di depannya.     

"Kakak sedang ada masalah?" Seseorang menyela dirinya. Masuk ke dalam area kamar mandi sekolah selepas melalui pintu besar yang dibangun sedikit jauh posisi dari tempatnya berdiri saat ini.     

Arka menoleh cepat. Ditatapnya remaja yang tersenyum ringan kemudian berjalan mendekat ke arah wastafel kosong di sisi Arka.     

"Aku denger Kak Adam nonjok kakak kemarin. Kakak gak papa?" tanyanya mengimbuhkan. Melirik paras Arka dari pantul bayangan cermin yang ada di depannya. Wajahnya tak parah, hanya ada luka di sisi bibir yang mulai mengering saat ini.     

"Syukurlah kalau kakak gak kenapa-napa." Ia mengimbuhkan kala Arka hanya diam bungkam tak bersuara sepatah kata pun.     

Meskipun Raffardhan Mahariputra Kin adalah adik kandung dari sang Kapten basket, Adam Liandra Kin namun Arka bisa dibilang jarang hampir tak pernah berbicara dengan Raffa. Menyapa atau tersenyum kala bertemu dan berpapas di jalanan pun tak pernah ia lakukan. Bagaimana bisa mereka akrab dan dikatakan saling dekat?     

"Adam bilang hari ini ulang tahu kamu. Selamat," ucap remaja jangkung itu memutar tubuhnya. Menatap Raffa sejenak kemudian menundukkan pandangannya untuk menatap aliran air yang masuk ke dalam satu lubang yang sama.     

"Aku benci ulang tahunku. Jadi jangan mengucap itu." Raffa menyahut dengan nada datar. Ikut melirik Arka yang sejenak diam untuk menerka dan mencerna kalimat yang terucap dari bibir seorang Raffardhan Mahariputra Kin. Wajahnya memang identik dengan Adam, namun cara keduanya bersikap sungguh lain bak langit dan bumi.     

"Kenapa membenci hari baik seperti hari ulang tahun lo?" tanya Remaja jangkung itu berbasa-basi.     

"Karena Kak Adam dan Kak Davira menetapkan hari ini sebagai hari jadian mereka. Padahal mereka sudah jadian—"     

"Lo masih suka sama Davira?" Arka menyahut. Memotong kalimat remaja yang kini terdiam sembari memberi tatapan aneh pada Arka.     

Remaja jangkung berponi naik itu kini sigap meletakkan telapak tangannya tepat di pundak kiri remaja jangkung berwajah identik dengan sang kak.     

Raffa mengangguk kemudian. Seakan tak ada rasa malu juga rasa bersalah telah berniat untuk mengkhianati perasaan sang kakak.     

"Itu sebabnya lo mengajak Davira pergi malam-malam seperti waktu itu?" Arka kembali mengimbuhkan. Untuk kedua kalinya ia berdecak ringan. Memberi isyarat pada Raffa bahwa apa yang dilakukan dan dirasakannya teruntuk Davira Faranisa adalah sebuah kesalahan yang tak boleh diteruskan.     

"Kakak tau?" tanya Raffa memutar balikkan pertanyaan.     

Arka tersenyum sumringah. Menepu-nepuk pundak yang ada di depannya. "Akhiri perasaannya. Itu hanya akan merugikan banyak pihak." Arka memberi nasihat. Terdengar sangat bijak meskipun keadaannya saat ini tak jauh berbeda dari remaja yang satu tahun lebih muda darinya itu, Raffardhan Mahariputra Kin.     

Baik Arka Aditya maupun Raffa sama-sama menyimpan perasaan terlarang untuk gadis yang sudah memiliki kekasih seperti Davira Faranisa. Namun mau bagaimana lagi? Tak ada yang bisa mengontrol sejauh mana, untuk siapa, dan bagaimana rasa cinta itu dituangkan dan diberikan di dunia bukan? Ya. Itulah pembelaan yang tepat untuk Arka juga untuk Raffa.     

"Kakak sendiri, kakak berniat untuk berhenti menyukai sahabat kakak?" Boomerang! Arka lupa bahwa semua kalimat yang diucapkan olehnya akan menjadi boomerang tersendiri untuk melukai hati dan membuat dirinya mati akan kalimat.     

"Bukankah kita sama? Sama-sama mencintai gadis yang jelas tak bisa kita raih." Remaja itu mengimbuhkan. Dengan senyum manis yang menyertai. Ia mematikan keran air. Memutar tubuhnya kemudian perlahan melepaskan jari jemari Arka yang kuat meremas bahunya.     

"Haruskah kita saling bertukar nasib, Kak Arka?" tanyanya dengan tawa kecil yang menjadi penutup kalimat. Sukses membuat Arka terdiam selama beberapa detik.     

"Kita berbeda." Arka kini mulai bersuara. Menyahut dengan nada ringan bersama merekahnya senyum manis yang menghias di atas paras tampannya     

"Bedanya aku bisa melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang aku inginkan tanpa harus memikirkan perasaan Adam. Kalau lo jelas harus melakukan hal tak berguna seperti itu ... karena lo adalah adik kandung dari Adam," ucapnya menjelaskan. Tak ingin banyak berbasa-basi, Arka hanya mengucap point pentingnya saat ini. Meskipun di dalam hati dan batinnya sedang bergejolak hebat kali ini.     

Raffa tertawa kecil kala semua kalimat sudah sukses masuk dan dicerna di dalam otaknya. Menatap Arka yang kini samar mengernyitkan dahinya. "Aku pun bisa melakukan semua yang aku inginkan. Termasuk merebut Kak Davira dari Kak Adam."     

Persetanan! Bagaimana bisa remaja seperti Raffardhan yang terlihat pendiam dan baik mempunyai pemikiran yang begitu kejam dan licik. Menyakiti sang kakak hanya untuk mendapatkan keinginannya adalah hal jahat yang dilakukan oleh seorang adik.     

"Bagaimana dengan Davira, dia menyukai lo juga?" tanya Arka mengubah arah pembicaraan mereka. Kali ini berbisik agar tak ada seorang pun yang mampu mendengar percakapan di antar keduanya.     

"Aku hanya perlu membuktikan kalau Kak Adam selingkuh. Dengan begitu, Kak Davira akan pergi dan meninggalkannya." Raffa menimpali. Tegas nada bicara terkesan bahwa ia sudah menyusun semuanya dengan baik. Hanya tinggal melangkah sesuai dengan alur yang ada tanpa mengubah segala rencana yang sudah dipersiapkan sebelumnya.     

"Khawatirkan diri kakak sendiri. Yang terlihat menyedihkan adalah kakak, bukan aku." Raffa memungkaskan kalimatnya. Tersenyum miring sembari menepuk pundak lawan bicaranya. Mulai berpaling dan berniat untuk keluar dari area toilet laki-laki yang ada di sisi ujung lorong.     

"Adam beneran selingkuh?" tanya Arka menghentikan langkah Raffa. Remaja itu menoleh. Memutar tubuhnya serong untuk bisa benar menatap perubahannya ekspresi wajah milik Arka Aditya.     

"Kakak tanya seperti itu, sebagai sahabat yang ingin melindungi sahabat kecilnya atau sebagai seorang laki-laki yang sedang berambisi untuk menghancurkan hubungan gadis yang dicintainya bersama laki-laki lain?" tanyanya tertawa ringan.     

"Jawab gue." Arka mengabaikan. Masih kokoh dalam pertanyaannya tak ingin goyah sedikitpun kali ini.     

"Bukankah kakak yang lebih banyak bersama Kak Adam dalam tim basket ketimbang aku? Kakak bisa mencari jawabannya sendiri mulai sekarang," jawabnya tersenyum ringan. Berlalu pergi meninggalkan Arka di tempatnya.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.