LUDUS & PRAGMA

52. Sebuah Pertanyaan



52. Sebuah Pertanyaan

0Tatapannya jauh mengudara. Menatap langit cerah dengan semburat awan putih yang menggumpal. Cahaya sang surya tegas menyinari. Seakan tak ingin mendung datang menyela dan hujan turun membasahi tanah. Bumi sedang baik-baik saja. Tak seperti hati Davira yang sedang gelisah, gundah, dan gulana. Ia tak tahu, sejak kapan hatinya dilanda perasaan aneh seperti ini. Fakta yang mengganggunya seakan tak pernah surut dan terus bertambah. Ingin menyakinkan Davira bahwa yang didengar olehnya bukan hanya sekadar kabar burung bak terpaan angin di tengah badai yang melanda.     
0

Ia mendesah. Memainkan ujung sepatu untuk menggesek kasar rerumputan hijau yang ada di bawahnya saat ini. Duduk di bawah pohon teduh belakang sekolah adalah aktivitas yang dipilih oleh gadis itu selepas bel sekolah nyaring berdering. Menunggu teman yang dikirimi pesan olehnya datang menemani.     

Dia adalah Rena Rahmawati. Gadis baik yang katanya akan datang lima menit lebih terlambat dari janji yang disetujui olehnya lewat sebuah pesan singkat. Memuat Davira harus menunggu seorang diri sekarang ini.     

"Lo udah lama?" Akhirnya yang ditunggu datang juga. Membawa dua kaleng minuman soda yang dibelinya dari mesin minuman di sisi bangunan kelas.     

Davira menoleh. Sigap tangannya terulur untuk menerima pemberian dari Rena. Kemudian tersenyum ringan sembari menepuk sisi bangku yang masih kosong. Memberi isyarat pada gadis itu untuk duduk sejajar dengannya.     

"Tumben gak makan siang sama Adam?" Rena kini memulai percakapan. Ditatapnya Davira yang hanya tersenyum ringan untuk merespon pertanyaan darinya.     

"Adam sibuk dengan urusan basketnya. Sebentar lagi mereka bertanding untuk menutup karir." Davira beralasan. Bukan itu sebenarnya. Yang menjadi alasannya lebih memilih Rena ketimbang Adam adalah sebab gadis itu ingin berbincang pasal keraguan yang ada di dalam hatinya saat ini.     

Rena belum tahu pasal apa yang dirasakan Davira teruntuk Adam belakangan ini. Yang diketahui oleh gadis itu hanyalah Davira yang baik-baik saja dengan menerima banyak cinta dari kekasihnya, Adam Liandra Kin.     

"Ada yang mau gue omongin." Davira menyela. Sukses menarik perhatian gadis yang baru saja berhasil membuka tutup kaleng soda di dalam genggamannya. Menghentikan aktivitas Rena untuk sejenak menatap dan memberikan fokusnya pada Davira.     

Wajah itu, Rena membencinya! Davira selalu datang dengan wajah seperti itu saat ia sedang dilanda masalah. Entah itu sebab Adam, atau sebab Arka Aditya.     

"Lo lagi ada masalah sama Adam?" tanya Rena menebak asal. Jika Davira menggeleng, maka ia akan mengganti objeknya menjadi Arka Aditya.     

"Menurut lo kenapa seseorang bisa selingkuh?" Gadis itu membuka suara. Sedikit ragu dengan nada lirih yang membuat kalimat Davira terdengar begitu samar.     

"Adam selingkuh?" Rena tak ingin banyak berbasa-basi. Yang ingin didengar dari celah bibir Davira adalah masalah inti yang membuat sahabatnya begini.     

"Gue hanya bertanya. Semuanya belum terbukti," jawab Davira melirih.     

Rena kini menghela napasnya. Menundukkan pandangannya sejenak kemudian kembali mendongak dan menatap paras cantik sedikit lesu milik Davira Faranisa siang ini.     

"Hanya ada satu alasan seorang laki-laki berselingkuh dari pasangannya." Rena menyela. Menghentikan kalimatnya sejenak. Sungguh, ia tak tega harus mengatakan ini pada Davira. Dalam angan dan bayangannya Davira akan bahagia selamanya bersama Adam. Melihat segala perilaku remaja jangkung itu pada Davira bisa terbilang sangat romantis dan manis. Membuat siapa saja akan iri jikalau melihat kebersamaan mereka.     

"Karena dia ingin melakukannya." Rena memungkaskan kalimat. Membuat Davira kini ikut menghela napasnya ringan. Memalingkan wajahnya sebab ia tak kuas menatap apapun yang bisa saja memicu reaksi aneh di dalam hatinya. Tentu, Davira ingin menangis sekarang. Rasa cintanya pada Adam melebih segala hal berharga yang pernah ada di dalam hidupnya.     

Adam adalah remaja pertama yang menumbuhkan bunga baru nan indah di dalam hatinya. Membentuk pelangi warna warni yang cantik kalau dipandang mata. Memberikan segala kisah baik yang mengubur dalam segala kenangan buruk dalam diri seorang Davira Faranisa. Singkatnya, Adam memberi banyak kesan baik di dalan hidup gadis itu.     

"Lo yakin Adam selingkuh?" Rena kembali mengimbuhkan. Mencoba untuk memastikan bahwa apa yang didengarnya sebelum ini adalah sebuah kesalahan.     

"Entahlah. Gue gak tau."     

"Lo gak coba cari tau itu?" tanya Rena menimpali. Nada bicaranya terkesan ragu. Tak ingin menyakiti hati Davira siang ini. Rena paham, meskipun itu hanya kabar buruk pastilah sangat mengganggu dan mengusik hati Davira.     

"Gue takut." Gadis berambut panjang sedikit ikal di bagian ujungnya itu menjawab. Tegas nadanya. Seakan kalimat singkat itu adalah perwakilan hati Davira sekarang ini.     

Davira takut. Bukan hanya pasal kebenaran fakta perselingkuhan sang kekasih, namun ia juga takut kalau selepas kabar burung itu berubah status menjadi sebuah fakta semua keadaan akan berubah dan berbalik arah menjauh darinya.     

"Apa yang lo takutkan?"     

Davira menoleh. Sejenak diam bungkam mengunci rapat bibir merah mudanya. Ia menggeleng samar. Bersama dengan dahinya yang mengernyit dan kedua alisnya yang saling terpaut.     

"Fakta bahwa Adam selingkuh atau fakta bahwa ia akan meninggalkan lo pergi nanti?"     

Davira menghela napasnya. Kalimat itu sangat berat. Ia tak menyangka seseorang akan menanyakan itu padanya.     

"Entahlah. Gue hanya takut," jawab Davira pada akhirnya.     

Rena kini menoleh. Menepuk pundak gadis yang ada di sisinya. Mencoba untuk memberi pemenang meskipun ia tahu, bahwa apapun yang dilakukannya sekarang ini tak akan banyak berimbas positif untuk Davira.     

"Gue belajar ini dari Kak Lita."     

Rena memiringkan posisi duduknya untuk bisa menatap dengan benar lawan bicaranya sekarang ini.     

"Ketakutan yang ada di dalam diri kita adalah musuh yang paling menakutkan. Layaknya monster gila, jika kita menyimpan dan mengikuti rasa takut maka kita akan kalah dan hancur. Terlihat payah, itu bukan diri lo, Davira." Rena mulai menjelaskan. Ia hanya ingin yang terbaik untuk Davira. Meskipun ia harus kehilangan Adam sekalipun, yang terpenting untuk Rena adalah kebahagiaan dari seorang Davira Faranisa.     

"Bagaimana Kak Lita bisa tau dan memutuskan pacarnya yang selingkuh dua tahun lalu?" tanya Davira berbasa-basi.     

"Dia bilang, bertahan dalam hubungan yang dimulai dengan sebuah kebohongan hanya akan membuat kita menjadi gadis yang payah. Kita akan selalu kalah dalam kondisi dan situasi apapun. Jadi hanya ada satu pilihan untuk memberi kebahagiaan selepas mengetahui bahwa pasangan kita sedang berselingkuh." Rena diam. Kembali memutus kalimat di tengah jalan. Sukses membuat Davira menyipitkan matanya menunggu kalimat lanjutan yang ingin di ucapkan oleh Rena.     

"Meninggalkannya." Kalimat pemungkas itu terdengar begitu mengerikan untuk Davira. Selama berhubungan dengan Adam, tak pernah terbesit dalam benaknya untuk pergi dan meninggalkan sang kekasih.     

"Gue gak bisa melakukan itu." Davira menyela. Mengalihkan tatapannya tak ingin berkontak dengan sepasang lensa milik Rena.     

"Semua orang gak akan bisa melakukan itu Davira."     

... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.