LUDUS & PRAGMA

31. Harapan Di Atas Luka



31. Harapan Di Atas Luka

0Pagi datang. Menyisakan kenangan malam yang masih basah melekat di dalam pikiran. Membayangi setiap langkah gadis yang tegas melangkah untuk menyusuri lorong yang akan menghantarkannya masuk ke dalam perpustakaan sekolah. Gadis itu ingin mengembalikan novel yang dipinjamnya beberapa waktu lalu. Selepas pergi mengkhianati Rena untuk menyuruh gadis itu pergi duluan ke kantin,Davira kini berjalan sendirian. Tak ada Adam, sebab remaja itu sibuk dengan urusan basketnya. Arka pun sama, apalagi kalau Davina Fradella Putri.     
0

Ia menghentikan sejenak langkahnya. Menatap pantulan cermin besar yang sengaja dipasang di sisi pintu masuk perpustakaan, dalam slogan yang tertera selain ilmu yang banyak memenuhi otak, penampilan rapi adalah cara seseorang memandang dirimu sebagai pelajar yang baik dan berbudi luhur. Selepas merapikan penampilannya yang memang sudah tergolong rapi, ia masuk ke dalam. Tersenyum ramah pada penjaga perpustakaan yang mulai hapal dengan paras cantik Davira Faranisa.     

"Aku ingin mengembalikan novelnya." Davira menimpali. Berjalan mendekat kemudian terhenti tepat di depan meja tempat buku dan segala aset milik perpustakaan yang dikembalikan oleh seorang peminjaman berada.     

"Gak mau pinjem lagi?" tanya si penjaga dengan nada ramah. Davira menggelengkan kepala. Tersenyum manis menyertai aktivitasnya penolakannya saat ini.     

"Aku hanya ingin melihat-lihat saja." Gadis itu menimpali. Membungkukkan badannya kemudian berjalan menjauh. Menuju ke sebuah rak besar tempat novel terbaru diletakkan.     

Tatapannya tajam menelisik. Memang sih niat awalnya hanya datang dan melihat saja. Tak ingin membaca atau bahkan meminjam salah satu novel yang ada di dalam jajaran. Akan tetapi, siapa yang bisa menebak takdir juga alur yang dilukiskan oleh semesta di beberapa menit ke depan? Tidak ada! Jadi tidak ada yang bisa menjamin bahwa Davira benar-benar tak akan meminjam apapun sekarang ini.     

Gadis itu tertarik pada sebuah novel bersampul merah jambu dibarisan paling pojok. Berniat untuk datang dan mengambil lalu sejenak membaca judul dan sekilas sinopsis yang ada di belakangnya. Akan tetapi tubuh jangkung menghadang. Sigap memberikan novel pada Davira. Membuat gadis itu dipaksa untuk segera menaikkan pandangannya dan menatap paras wajah remaja jangkung yang baru saja datang menghadang langkah kakinya.     

Raffardhan Mahariputra Kin. Si adik kandung dari sang kekasih, Adam Liandra Kin.     

"Ini." Ia berkata dengan nada ringan. Semakin kuat menyodorkan novel yang ada di dalam genggamannya untuk Davira terima.     

Gadis itu menundukkan pandang dan kepalanya. Menatap benda tebal dengan sampul biru muda bergambar indah dan judul tulisan miring berukuran besar di tengahnya.     

"Tips hubungan yang sehat ala remaja." Davira berucap dengan nada lirih. Sejenak diam kemudian kembali menoleh selepas satu pemikiran datang menyertai setiap gerak bibirnya sebelum ini. Pasti karena Adam Liandra Kin.     

"Apa maksudnya itu? Kenapa memberi aku novel seperti itu?"     

Raffa diam. Perlahan menurunkan tangannya untuk menunjukkan sikap yang sedikit lunak pada Davira.     

"Kamu masih mau mengenaskan bahwa Adam selingkuh?" tanya Davira memincingkan matanya. Memalingkan paras cantik dan menghela napasnya kasar. Ini bukan kali pertama remaja itu melakukan hal konyol hanya untuk membuat hati Davira goyah.     

"Aku hanya minta tolong kakak untuk mengembalikannya," sahut Raffa dengan tatapan polos. Sukses membuat Davira kini mengubah ekspresi wajahnya sayu. Menatap teduh paras tampan remaja jangkung yang ada di depannya saat ini     

"Kakak menutupi tempat kosongnya." Remaja itu mengimbuhkan. Sukses membuat Davira memundurkan langkahnya untuk sedikit menjauh. Memberi celah pada Raffa untuk bisa mengembalikan novel pada tempatnya.     

Remaja jangkung itu tersenyum ringan. Melangkah dan meletakkan apa yang ada di dalam genggamannya saat ini. Sejenak diam dan menundukkan pandangannya kemudian menoleh menatap Davira yang mematung tak mampu berkata ataupun tak tahu harus beraktivitas apa lagi.     

"Kakak lebih ragu dari yang aku bayangkan rupanya," tuturnya dengan nada melirih. Semakin tegas mengembangkan senyum di atas bibir merah sedikit pucat milik Raffa. Remaja itu tertawa pada akhirnya. Membuat Davira yang tadinya diam kini mulai perlahan membuka bibirnya. Menciptakan celah sebab ia tak mengerti apa yang sedang ditertawai oleh Raffa?     

"Kakak gak mau datang padaku, atau menunggu aku yang datang pada kakak?" tangannya acak     

"Apa maksud kamu?"     

"Boleh aku tanya sesuatu?" Raffa menyela. Mengabaikan kalimat tanya dari gadis yang ada di depannya itu.     

Diam membisu enggan banyak berkomentar adalah cara Davira untuk mengiyakan kalimat tanya untuk meminta perijinan darinya barusan.     

"Sekarang ini ... berapa persenkah kakak mempercayai Kak Adam?"     

Gadis itu terdiam. Semakin rapat mengunci bibirnya sebab ia tak pernah menyangka Raffa tak akan mempertanyakan hal itu. Dalam bayangannya, Raffa hanyalah remaja puber yang sedang dimabuk cinta kepadanya. Kehilangan akal dan waras selama sesaat adalah efek yang wajar. Akan tetapi, sepertinya Davira salah besar. Remaja itu lebih tahu dari dirinya pasal apa yang sedang terjadi di antara hubungannya dengan sang kakak kandung.     

"Aku gak tau apa maksud kamu berkata seperti itu. Tapi, dengan bersikap seperti ini akan membuat Adam kecewa nantinya." Davira mengalihkan pembicaraan mereka. Mendekat sembari tak mengurangi fokus untuk menyelidiki apa kiranya yang sedang ada di dalam pikiran remaja di depannya itu. Menelisik tatapan Raffa adalah caranya untuk bisa menebak apapun yang ada di dalam otak remaja identik wajah dengan sang kekasih.     

"Berhentilah jadi seperti ini. Raffa yang aku kenal dulu, bukan seperti ini." Davira mengimbuhkan. Menepuk ringan pundak remaja jangkung yang ada di depannya. Kemudian tersenyum tipis dan melangkah pergi menjauhinya. Davira tak ingin banyak terlibat percakapan dengan Raffa jikalau itu hanya membahas pasal hubungannya dengan Adam. Ia tak ingin banyak keraguan ada di dalam hatinya saat ini. Fakta bukan hanya Raffa lah yang mengatakan itu padanya adalah sebuah tamparan tersendiri untuk Davira.     

"Pasti bukan hanya aku 'kan yang tahu?" Ia menyela. Berusaha menghentikan langkah gadis yang sukses terdiam di tempatnya saat ini.     

"Itu yang membuat kakak goyah." Raffa berjalan ringan. Mendekati Davira yang kini menoleh padanya tegas. Memberi tatapan tajam dengan amarah yang tak bisa disembunyikan olehnya lagi.     

"Kenapa kamu selalu mengganggu aku dengan kalimat sialan itu?" Davira terdiam sejenak. Menatap remaja yang masih bungkam untuk menunggu kalimat lanjutan dari Davira saat ini.     

"Aku hanya ingin bahagia. Sederhana 'kan? Aku hanya ingin bahagia bersama Adam." Ia mengimbuhkan. Melirih nada bicaranya terkesan sedikit memohon pada Raffa untuk mau mengerti dirinya saat ini.     

"Tak bisa 'kah aku mendapatkan itu?" Ia kembali memohon dengan tatapan sendu tak banyak emosi yang ingin dikeluarkan siang ini.     

"Kebahagian yang dibangun di atas hubungan palsu penuh kebohongan akan bersifat sementara." Remaja itu mulai membuka mulutnya. Tak tersenyum hanya memasang wajah dasar tanpa ekspresi yang berarti.     

"Aku ingin kakak menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena kakak—"     

"Kamu mau bilang kebahagian bersama kamu?" Davira menyahut. Memotong kalimat remaja jangkung yang ada di depannya.     

Raffa tersenyum samar. Menundukkan pandangannya kemudian tegas tersenyum manis. "Karena kakak adalah orang baik. Katanya orang baik hanya akan mendapatkan pasangan yang baik juga," pungkasnya menutup kalimat. Pergi meninggalkan Davira yang kini mematung terdiam di tempatnya.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.