LUDUS & PRAGMA

34. Sisi Yang Berbeda



34. Sisi Yang Berbeda

0Keduanya saling tatap satu sama lain, seakan tak ingin mengalah dari ego yang sama-sama kuat saat ini. Davira pergi begitu saja saat Adam datang menyela keduanya. Tak meninggalkan sepatah kata pun gadis itu hanya berlalu. Meninggalkan sang kekasih bersama dengan sahabat baik di tempatnya. Adam tak ingin memulai pertikaian saat ini, hanya ingin sedikit memberi peringatan pada Arka untuk lebih berhati-hati lagi jikalau bersua dengan Davira. Gadis itu bukan lagi gadis kecil yang menjadi sahabatnya. Akan tetapi Davira sudah tumbuh dan berkembang menjadi seorang gadis cantik yang dewasa. Berstatus menjadi kekasih Adam Liandra Kin adalah hal yang harus dipahami dan selalu diingat oleh Arka Aditya.     
0

"Lo mau kita berantem di tengah lapangan?" tanya Arka dengan nada ketus. Menendang perlahan bola basket yang ada di bawahnya dengan menggunakan ujung kaki miliknya.     

"Gue bukan orang bodoh yang punya gangguan emosi dan kelainan jiwa kayak lo." Adam menimpali. Mengutarakan kalimat asal yang ia sendiri tak tahu, benarkah Arka gila akan kontrol emosi yang ada di dalam dirinya? Sang kekasih tak pernah mau menyinggung pasal hal aneh yang didapati Adam kalau melihat Arka sedang marah besar. Dalam alasan Davira untuk menolak itu adalah sebab Arka tak ada hubungannya sedikit pun dengan Adam juga Davira Faranisa dalam menjalin hubungan.     

"Gue hanya ingin memberi tahu sesuatu. Mungkin lo lupa akan hal itu," imbuhnya berjalan mendekat. Meletakkan jari jemarinya kuat untuk mulai mencekram kerah kaos yang dipakai oleh Arka Aditya saat ini. Memberi tatapan tajam seakan tak ingin melepas mangsanya saat ini juga. Apapun alasannya!     

"Davira adalah kekasih Adam Liandra Kin." Ia berucap dengan nada lirih sedikit berbisik. Namun dari caranya menatap Arka seiring dengan kalimat itu diucapkan, remaja berponi naik itu sedang meminta keseriusan dari lawan bicaranya. Sedikit ingin memberi ancaman dan peringatan pada Aka untuk tidak kembali melewati batasannya separti tadi.     

"Dia adalah sahabat gue," sahutnya ikut mencengkram kerah baju milik Adam. Arka tak ingin mengalah saat ini. Melihat wajah Adam dan segala keserakahan yang dimiliki untuk mendapatkan Davira seutuhnya juga dibarengi dengan fakta bahwa dirinya telah berselingkuh dan menduakan sang sahabat membuat Arka ingin meludah tepat di depan wajah Adam sekarang ini. Namun sayang sangat sangat disayangkan. Ia tak memiliki bukti untuk membenarkan apa yang sedang bergejolak di dalam hatinya saat ini.     

"Berhenti untuk mengganggu dan mengusik kehidupannya lebih dalam lagi. Bersikaplah wajar seperti layaknya seorang sahabat." Adam kembali mengimbuhkan, ditatapnya paras tampan remaja yang kini mengerutkan dahinya samar. Dirinya lah yang berada di sisi Davira pertama kali, namun mengapa dirinya lah yang harus tersisih dan tergantikan?     

"Jika hal seperti tadi terjadi lagi ... gue gak akan menaruh lebih banyak toleransi dari ini. Gue harap lo paham itu," ucapnya memungkaskan kalimat dengan tegas. Kasar melepas genggaman tangannya dengan sedikit mendorong tubuh jangkung setara tinggi dengannya itu. Lalu memutar tubuh dan berjalan mengambil bola basket yang ada di sisi lorong. Niat hati, Adam ingin menyudahi semua yang terjadi di antara dirinya juga Arka Aditya sekarang ini. Namun remaja sialan itu memanggil namanya dengan lirih. Senyum seringai menghiasi wajah tampannya kala Adam menoleh dan tak sengaja memberi tatapan padanya.     

"Gue juga ingin mengatakan sesuatu," katanya dengan senyum yang kian jelas dan tegas menghias di atas paras tampannya saat ini.     

Adam berjalan mendekat. Berdiri di depan Arka yang sejenak memungkaskan kalimat dan memberi jeda napas untuk mereka berdua.     

"Jika lo membuat Davira menangis dan sakit hati sekali saja, gue akan mengambilnya dari lo." Arka mengimbuhkan. Kalimat singkat itu sukses memicu reaksi lain dari Adam. Keningnya samar berkerut. Alis tebal remaja itu hampir saja tertaut dengan sudut mata yang sedikit berkerut.     

"Lo bisa apa?" tanya Adam menantang.     

"Gue bisa mengambil Davira karena gue adalah Arka Aditya." Remaja itu menyahut. Seakan tak pernah goyah dengan apa yang dikatakan oleh Adam saat ini. Meskipun sekarang Arka sedang dusta pada lawan bicaranya juga pada dirinya sendiri. Bisakah ia kembali mengambil hati Davira Faranisa agar hanya melihat ke arahnya saja?     

"Dengan apa?"     

"Dengan fakta bahwa gue mencintai pacar lo—"     

Bugh! Bogem mentah lepas dari dalam diri Adam. Sukses memberi tinju pada sisi bibir remaja yang kini ambruk ke lantai. Tatapan mengarah pada keduanya. Beberapa dari mereka hanya mematung dengan ekspresi wajah terkejut dan mengeras. Sebagian lagi berjalan mendekat untuk melerai.     

"Adam, Stop!" Teriakan gadis baru saja sukses menarik tinju yang ingin Adam keluarkan untuk Arka. Remaja yang tadinya meremas kuat kerah baju remaja di depannya itu kasar melepaskannya. Menoleh pada gadis yang masih berjalan mendekat ke arahnya.     

"Kalian bener-bener luar biasa! Bertengkar di lingkungan sekolah?" Davina menggerutu kesal. Sejenak menatap Arka yang mulai bangkit kemudian mendorong kasar tubuh Adam untuk mengekspresikan kekesalannya.     

"Karena masalah apa lagi kali ini? Davira lagi?" Gadis itu kembali mengimbuhkan. Sukses membuat perubahan di atas paras tampan keduanya.     

"Kapan kalian akan bisa mengerti satu sama lain? Hanya karena Davira kalian selalu membuat onar!" Kesalnya mengimbuhkan. Seluruh pasang mata kini menatap ke arah tiga remaja yang di tengah kerumunan.     

"Hanya karena Davira?" Arka menyela. Tersenyum seringai pada gadis yang kini membungkam rapat bibirnya. Baiklah, Davina salah menggunakan kata-katanya kali ini.     

"Dia adalah sahabat kecil gue. Karena kalian berdua gak mengenalnya dengan baik, jangan meremehkan dia." Remaja itu menimpali. Berkata dengan nada lirih dan wajah lesu. Sisi bibirnya memar bahkan mengeluarkan darah segar. Kerumunan sudah ada di sekitar mereka saat ini. Hanya tinggal menunggu guru bimbingan konseling datang untuk memberi ceramah panjang dan hukuman berat.     

"Dan lo ... berhenti berpura-pura." Arka melanjutkan. Berjalan mendekat dan berbisik pada gadis yang baru saja menyipitkan matanya tajam.     

"Lo bukan temen yang baik untuk Davira, pergi dan menjauh dengan cara yang tenang sebelum gue yang membongkar kedok busuk di dalam hati lo itu," bisiknya dengan penuh penekanan. Kemudian memutar tubuhnya dan menatap sejenak Adam yang diam tanpa mau memberi pembelaan untuk apa yang dikatakan oleh Arka sekarang ini.     

"Melihat kalian berdua sekarang ini membuat gue berpikir bahwa kalian adalah pasangan yang serasi. Kenapa gak selingkuh aja?" kekehnya tertawa kecil. Kembali memicu amarah dari remaja yang kini menghampiri dan mencengkram kuat kerah bajunya. Menatap tajam sembari sesekali mencoba mengatur napasnya.     

"Jaga bicara lo," tuturnya melirih.     

"Gue hanya berbicara asal. Kenapa lo semarah ini?"     

Adam kini kembali mengangkat tangannya. Ingin memberi bogem mentah untuk kedua kalinya pada remaja kurang ajar yang ada di depannya itu.     

"Adam! Arka! Ikut ke ruangan ibu sekarang!"     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.