LUDUS & PRAGMA

36. Pemungkas Hari Bahagia



36. Pemungkas Hari Bahagia

0Malam datang bersama kerikan jangkrik yang nyaring memecah keheningan yang ada. Menyertai diamnya gadis yang menunggu kedatangan remaja jangkung untuk segera menyambutnya sebagai tamu istimewa malam ini. Davira datang berkunjung ke rumah kekasih. Disambut baik oleh sang ibunda Adam dan adik semata wayang yang membukakan pintu untuknya. Dalam pembelaan Raffa perihal perintah yang diberikan pada Davira untuk sejenak menunggu Adam datang adalah sebab sang kakak sedang membasuh dirinya saat ini. Berdandan untuk terlihat lebih rapi dan pantas sebab sang kekasih datang berkunjung.     
0

Davira tak banyak membatah, hanya bertanya sekali kemudian duduk di bangku panjang taman belakang rumah Adam Liandra Kin, awalnya gadis itu berdua bersama mama Adam. Sejenak berbincang dengan nada ringan dan obrolan yang tak berat untuk memecah sepi dan bosan. Waktu berjalan dengan kecepatan konstan, tak berselang lama sang wanita yang menjadi orang tua dari sang kekasih itu berpamit untuk masuk. Tidur sebab ada urusan yang harus diselesaikan besok pagi buta.     

"Udah lama?" tanya Adam menyela lamunan gadis yang ada di depannya. Sukses mendapat respon dari gadis yang menoleh dan memberi tatapan teduh untuk menyambut kedatangan Adam malam ini.     

"Udah selesai mandi dan bersiapnya?" Davira mengabaikan kalimat tanya dari sang kekasih. Tersenyum manis sembari menepuk sisi bangku yang kosong tepat di sampingnya.     

Adam datang. Sesuai dengan interuksi yang diberikan oleh sang kekasih, Adam duduk tepat di sisi gadisnya yang terlihat begitu cantik dengan balutan celana panjang jeans dipadukan kemeja berlengan panjang yang digulung seperempatnya. Make up yang dipoleskan Davira pun terkesan sederhana namun elegan. Tak mencolok juga tak monton adalah deskripsi penampilan gadis yang dua tahun lamanya menjabat sebagai kekasih sah dari Adam Liandra Kin.     

"Maaf karena membuat kamu menunggu cukup lama." Adam kini menatap sang kekasih. Mengusap puncak kepala milik Davira sembari menyisir perlahan helai demi helai rambut panjang gadis yang hanya tersenyum itu menggunakan jari jemari panjang milik Adam.     

"Kenapa kamu datang?" tanya Adam bernada ringan.     

Gadis di depannya sejenak diam. Menatap sang kekasih yang bisa dibilang sangat tampan dan mempesona meskipun hanya berbalut kaos hitam ketat dan celana pendek selutut.     

"Aku harus datang dengan sebuah alasan?" timpal Davira memutar balikkan kalimat yang baru saja dilontarkan padanya.     

Adam terkekeh kecil nan singkat. Perubahan ekspresi wajah milik Davira Faranisa sangat menggemaskan sekarang ini.     

"Karena kangen?" tanyanya menggoda. Sukses membuat kedua pipi tirus milik Davira memerah saat ini. Ia malu kalau Adam sudah menggodanya dengan menggunakan nada manja seperti itu. Mengingat bagaimana 'kerennya' dan 'menakutkannya' seorang kapten basket ketika sudah terjun ke lapangan lah yang membuat gadis itu tak habis pikir, bagaimana bisa Adam terkesan sangat lucu dan menggemaskan kalau sedang bersamanya seperti ini.     

"Mungkin." Gadis itu menjawab dengan nada ringan. Ikut tersenyum sembari mengulurkan tangannya. Mengusap puncak kepala sang kekasih yang kini terdiam sebab perlakuan aneh dari Davira yang terkesan tiba-tiba.     

"Pasti ada yang mau diomongin 'kan?" tanya Adam menghentikan aktivitas sang kekasih. Menggenggam erat pergelangan tangan Davira dan perlahan menurunkannya dari atas puncak kepala Adam.     

Davira sejenak bungkam. Mengunci rapat bibirnya sembari terus menelisik arti tatapan sang kekasih saat ini. Adam jelas menunggu dirinya untuk mulai kembali berbicara. Mengatakan dengan tegas apa tujuannya datang kemari mengingat gadis itu pasti baru lelah sebab les privat selesai beberapa menit lalu.     

"Soal tadi siang ...." Davira mulai berbicara. Dengan nada ragu, sejenak memotong kalimat dengan helaan napas kasar.     

"Aku berantem sama Arka?" Adam menyahut. Dengan nada ringan tak ada keraguan atau hal mencurigakan yang menyertainya sekarang ini. Ekspresi remaja jangkung itu seakan menegaskan bahwa perkelahian yang terjadi adalah murni kesalahan Arka Aditya.     

"Kenapa kalian berantem di sekolah sampai kena hukuman seperti tadi?" Davira menyahut. Menundukkan pandangannya untuk sejenak tak menatap Adam yanga ada di sisinya.     

"Karena aku lagi?" Gadis itu mengimbuhkan kala Adam hanya diam tak bersuara apapun.     

Remaja di depannya sigap menarik dagu lancip milik Davira, kembali membawa pandangan mata indah gadis itu untuk naik dan menatap padanya.     

"Bukan kesalahan kamu dan bukan karena kamu. Hanya masalah sepele. Aku udah pernah bilang kalau bertengkar adalah proses pendewasaan terbaik untuk seorang laki-laki." Adam beralasan. Mengembangkan senyum manis di atas paras tampannya untuk menyakinkan Davira pada bahwa semua akan baik-baik saja.     

"Aku minta maaf karena—"     

"Jangan membahas hal buruk di hari baik untuk kita. Itu akan mempengaruhi perasaan kita nanti," sahut remaja itu memotong kalimat dari sang kekasih.     

"Besok kita genap dua tahun." Adam mengimbuhkan dengan nada antusias. Tatapan mata dan cara menatapnya berubah. Bahagia menyelimuti perasaan Adam malam ini. Seakan ingin menularkan kebahagian pada sang kekasih dengan merengkuh tubuh ramping milik Davira, membenamkannya masuk ke dalam pelukan hangat milik Adam. Remaja itu kini mengusap puncak kepala Davira.     

"Aku ingin mengakhiri malam ini dengan bahagia," ucapnya di sela-sela diam yang mereka lakukan saat ini.     

"Ngomong-ngomong, kita akan pergi kemana besok?" tanyanya menyela. Sukses membuat Adam melepas pelukannya dan menatap sang kekasih dengan tegas.     

"Ah, aku belum memberi tahu soal itu. Besok aku harus pergi ke lapangan untuk simulasi pertandingan. Mungkin aku akan selesai siang atau sore, jadi aku tidak bisa menepati janjiku lagi." Adam berucap dengan nada yang semakin melirih. Sejenak meantap perubahan paras cantik Davira yang terkesan sedikit kecewa sekarang ini.     

"Kamu pasti marah dan kecewa 'kan?" imbuhnya memastikan.     

Davira menggelengkan kepalanya samar. Tersenyum singkat sembari mengusap pipi tirus milik sang kekasih. "Semangat latihannya, kita bisa pergi setelah itu."     

Remaja jangkung yang ada di sisinya itu mengangguk tegas. Ikut mengusap pipi Davira dan memberi tatapan pada gadis yang ada di sisinya sekarang ini. Temperamen gadisnya itu memang buruk. Sikapnya terkadang telihat tak acuh dan dingin. Cara berbicara dan kalimat yang terucap dari celah bibir mungilnya terkadang pedas dan menyakitkan hati. Akan tetapi bagi Adam, Davira adalah gadis lembut yang penyabar.     

"Aku kangen kamu," ucap Adam lepas dari topik pembicaran mereka sebelumnya.     

Davira menganggukkan kepalanya tegas. "Aku sudah di sini."     

Remaja di sisinya menghela napasnya kasar. Mengerutkan bibirnya sejenak memalingkan tatapan dari sang kekasih. Membuat Davira kini merespon lain.     

"Ada yang salah dari apa yang aku katakan?" tanyanya tak mengerti dengan perubahan ekspresi wajah Adam.     

"Kamarku bersih dan aku sudah merapikannya." Adam menyahut. Membuat Davira semakin tak mengerti.     

"Apa hubungan dengan aku?"     

"Kamu gak mau mampir dan masuk ke dalam?" tanyanya penuh pengharapan. Sukses membuat Davira tertawa geli sebab perubahan ekspresi wajah sang kekasih.     

"Lamar dan menikahlah denganku, nanti aku mampir ke kamar kamu."     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.