LUDUS & PRAGMA

14. Jangan Mempercayai Siapapun!



14. Jangan Mempercayai Siapapun!

0"Lo beneran gak mau cerita apa yang sedang mengganjal dalam diri lo saat ini?" Rena kembali menyela langkah yang diciptakan oleh keduanya. Selepas puas memandangi sang kekasih, Davira memutuskan untuk pergi dan keluar dari lingkungan sekolah. Berjalan ringan menyusuri lorong sekolah untuk sampai ke gerbang utama sebagai akses keluar dan masuk seluruh siswa juga siswi SMA Amerta Bintari. Ia tak sendiri, ada Rena yang menemani. Gadis itu terus saja menyela dengan kalimat tanya yang identik. Memaksa Davira untuk mengatakan apa yang sedang mengganjal di dalam dirinya saat ini.     
0

Akan tetapi, gadis itu kokoh! Tak ingin berucap sepatah kata pun untuk mengubris kalimat tanya dari teman sebayanya itu. Ia bukan tak percaya pada Rena, Davira diam sebab ia tak ingin banyak membebani gadis itu dengan pemikiran konyolnya pasal Adam Liandra Kin. Davira ingin memendamnya sekarang ini. Sendiri saja tak ingin banyak berbagi pada siapapun, kecuali Arka Aditya. Remaja jangkung itu tak perlu diberi tahu pasal apa yang sedang dirasakan oleh Davira, ia bisa menebaknya dari sekilas pandang dalam menatap sepasang lensa indah milik sahabatnya itu.     

Namun jika suatu saat nanti Davira lelah dan letih untuk menanggung semuanya sendirian dan merasa sudah payah dalam menanganinya, maka ia akan bercerita. Pada siapapun yang bisa mendengarnya saat ini.     

"Gue akan cerita, tapi nanti."     

"Nanti? Kapan?" protes Rena menarik pergelangan tangan Davira. Gadis di sisinya terlihat lain dan berbeda. Caranya menatap Adam tadi seakan mengisyaratkan bahwa sesuatu telah terjadi. Bukan amarah, kekesalan, dan rasa dendam pada sang kekasih namun tatapan itu adalah tatapan polos yang dipenuhi dengan rasa kekhawatiran dan ketakutan. Entah takut akan hal buruk apa, yang jelas Davira sedang tak baik-baik saja seperti fisiknya sekarang ini.     

"Pasti akan cerita. Tenang aja."     

Rena terdiam sejenak. Melunakkan genggaman tangannya untuk tak lagi mencengkram kuat pergelangan tangan sahabat dekatnya itu.     

"Janji?"     

Davira mengangguk. "Janji."     

"Arka tahu tentang keresahan di yang ada di dalam hati lo sekarang?"     

"Hm. Dia tahu," ucapnya lirih.     

"Aku merasa bukan seperti sahabat kalian berdua sekarang."     

"Bukan gitu, aku hanya—"     

"Wah! Lihat kalian berdua ... sangat cocok dan klop." Seseorang menyela obrolan keduanya. Menarik perhatian dua gadis baik yang menoleh sembari sejenak mengerutkan dahinya samar. Di sini tak ada yang mengharapkan kehadiran Kayla Jovanka bukan?     

"Lo lebih terlihat sering bersama Rena ketimbang Davira. Kalian bener-bener, memutuskan hubungan persahabatan?" Kayla melanjutkan. Tersenyum seringai kemudian melanjutkan langkahnya untuk mendekat pada dua gadis yang terdiam sejenak saling pandang satu sama lain.     

Rena tak Ingin mengubris Kayla, begitu juga Davira Faranisa. Gadis bermata kucing itu selalu saja datang dan merusak suasana yang ada. Menjadi hama pengganggu yang sungguh demi apapun, itu sangat menjengkelkan.     

"Bukankah kita sepakat untuk tidak berbicara satu sama lain?" Davira kini membuka suaranya. Menatap aneh gadis sialan yang ada di depannya itu.     

Kayla tersenyum seringai. Tertawa ringan nan singkat untuk mengekspresikan betapa lucunya situasi yang sedang terjadi pada keduanya saat ini. Rena diam. Bak saksi bisu yang tak mampu berulah apapun kali ini. Gadis itu bukan bagian dari pertikaian Davira juga Kayla Jovanka. Sedangkan Davira, sesekali menghela napasnya berat dan memalingkan wajahnya sebab ia muak dengan senyum khas milik gadis sialan di depannya.     

Jika membunuh bukan sebuah kejahatan, maka Davira akan melakukannya. Ia memang menang atas hati Adam, namun ia selalu saja kalah atas memendam rasa khawatir di dalam hatinya. Kayla-lah sumber utama yang menjadikan rasa khawatir dan takut bercampur menjadi satu di dalam hatinya. Mendominasi ruang dan menyisihkan kepercayaan sedikit demi sedikit.     

"Tentu, tapi ada yang mau gue sampaikan ke lo sekarang."     

Kayla berjalan mendekat. Menggeser posisi Rena yang ada di sisi Davira untuk menjauh dan memberinya celah bisa berdekatan dengan gadis yang masih memaku di tempatnya. Seakan menunggu adegan penyambung yang akan dilakukan oleh Kayla sekarang ini.     

Gadis itu mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Davira. Sejenak tersenyum ringan sembari menunggu reaksi kalau-kalau Davira tak nyaman dan mendorong tubuhnya dengan kasar untuk menjauh.     

"Adam ... berselingkuh."     

Deg! Kalimat itu lagi. Ia mendengarnya. Dari informan yang sama dengan nada yang tak lain pula. Lirih namun tegas seakan tak ada kebohongan yang terselip di dalamnya sekarang ini. Gadis itu sialan itu benar-benar mengguncangkan perasaan dan pendirian yang ada di dalam hati Davira saat ini.     

"Berhenti berkata itu!" Davira menyela. Sedikit meninggikan nada bicaranya kala gadis bermata kucing di depannya itu menarik wajah dan posisi untuk menjauh darinya.     

Ia melirik Rena yang terdiam. Memaku sebab tak tahu dan tak mengerti dengan situasi yang sedang terjadi pada Davira juga Kayla. Kalimat apa yang diucapkan oleh gadis itu hingga membuat Davira meninggikan suaranya sembari sejenak membulatkan matanya sempurna. Menaruh segala kekesalan yang disimpan di dalam diri untuk diluapkan pada Kayla Jovanka sore ini. Rena memang paham kalau Davira membenci Kayla, begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, atas dasar apa lagi? Bukankah benci seharusnya berakhir seiring dengan pungkasnya harapan Kayla untuk mendapatkan Adam sebab remaja itu lebih memilih Davira Faranisa sebagai kekasihnya?     

"Gue cuma ngasih tahu, lo bisa cari kebenarannya sendiri," kekehnya tertawa ringan. Menepuk pundak Davira yang mematung dan ingin berbicara apapun kali ini.     

"Gue pergi dulu. Selamat sore dan sampai jumpa besok, Davira." Gadis itu melangkah. Melambaikan tangannya sembari tersenyum ringan.     

"Kayla ...." Davira memanggil. Menghentikan langkah kaki gadis yang ada di depannya. Berjalan mendekat dan menarik kasar lengan gadis bermata kucing itu.     

"Lo melupakan sesuatu rupanya ...." Gadis itu mengimbuhkan. Semakin kuat meremas bahu gadis yang kini mulai merintih kesakitan.     

"Gue adalah Davira Faranisa," tuturnya dengan nada melirih. Sukses membuat perubahan ekspresi di atas paras cantik milik Kayla Jovanka.     

"Lo berurusan dengan orang yang salah."     

Kayla tersenyum ringan. Kasar melepas cengkraman kuat jari jemari Davira yang meremas bahunya. "Percaya memang boleh, tapi bukankah lebih baik kalau memeriksa?" tangannya berkelit. Memancing emosi yang ada di dalam diri Davira benar-benar memuncak kali ini.     

Sialan betul Kayla Jovanka itu!     

Davira menarik kerah baju gadis yang ada di depannya. Memberi tatapan tajam kemudian menghela napasnya ringan. "Jika gadis brengsek itu adalah lo, gue jamin Lo gak akan bisa keluar dengan wajah cantik itu lagi. Camkan itu!"     

"Kalau bukan?" Kayla menimpali.     

"Gue akan merusak hidup siapapun gadis itu. Hingga dia membenci pencipta dan mengutuk takdirnya sendiri."     

"Jika benar, bagaimana dengan Adam?"     

Davira diam bungkam tak bersuara sejenak. Semakin kuat mencengkram kerah baju gadis di depannya. "Siapapun yang menghancurkan hidup gue, gue akan melakukan hal yang sama pada mereka."     

... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.