LUDUS & PRAGMA

24. Eunoia



24. Eunoia

0Adam berjalan ringan. Menapaki petak demi petak ubin yang samar memantulkan bayangan tubuh jangkungnya. Ia terhenti sejenak kala netra tajamnya mulai menangkap perawakan gadis cantik yang sedang duduk menyendiri di atas ayunan sisi taman belakang rumahnya. Gadis itu terdiam. Terus menurunkan pandangannya menatap ujung sepatu yang bergesekan kasar dengan rerumputan yang ada di bawahnya.     
0

Adam tersenyum ringan. Melihat bagaimana kondisi sang kekasih sekarang ini, ia paham benar bahwa Davira tak sedang baik-baik saja sekarang. Jika bukan masalah timbul karena keluarga tirinya, maka masalah itu datang dari perdebatan antara sang kekasih hati dengan sahabat sialannya, Arka Aditya.     

Adam kembali melangkah. Mendorong pintu kaca yang ada di depannya kemudian mempercepat langkahnya. Merengkuh tubuh sang kekasih dan melingkarkan tangan miliknya di atas leher Davira Faranisa. Adam begitu menyukai pelukan yang dilakukan dari belakang seperti ini, dan ia menaruh banyak keyakinan dan kepercayaan bahwa kekasihnya itu juga akan merasa demikian.     

"Ada masalah selama di rumah sakit?" tanyanya berbisik. Tersenyum ringan kemudian melirik wajah cantik milik Davira.     

Gadis itu mengerang ringan. Perlahan melepaskan rangkulan dari sang kekasih dan bangkit dari posisi duduknya. Memutar langkah untuk berjalan mendekat pada Adam. Davira sejenak mematung. Mendongakkan wajahnya sebab jikalau berada di posisi sangat intim seperti itu, Davira hanya setinggi dada bidang Adam Liandra Kin. Entah dua tahun adalah waktu yang sangat singkat untuknya bisa tumbuh tinggi menjulang menyamai sang kekasih, atau memang perawakan Adam itu mirip sang papa. Kekar dan tinggi menjulang tak terkira.     

"Boleh aku meluk kamu?" tanyannya melirih. Mendesah kasar di bagian akhir kalimat kemudian mengerucutkan bibirnya tegas. Davira adalah gadis tegas yang kokoh dalam pendiriannya, tak mudah goyah dan tak terlihat payah di depan lawan 'mainnya', bisa dibilang Davira Faranisa adalah gadis mandiri yang kuat dalam menghadapi apapun sekarang ini. Akan tetapi kalau sudah bersama Adam, ia adalah gadis lemah yang terlihat begitu payah. Merengek manja adalah caranya mengekspresikan betapa kesal dan kalutnya hati Davira saat ini.     

"Tentu. Kamu boleh melakukan apapun," kata remaja jangkung berkaos hitam legam dengan celana panjang jeans senada itu tegas. Merentangkan tangannya untuk memberi celah pada sang kekasih agar mampu merengkuh dan memeluk tubuhnya hangat.     

Davira tersenyum tipis. Menatap sejenak Adam kemudian memajukan langkahnya. Memeluk tubuh jangkung yang ada di depannya itu dan mendekapnya erat. Menyandarkan kepalanya di atas dada bidang milik Adam Liandra Kin.     

"Apa masalahnya?" tanya Adam tak ingin banyak berbasa-basi. Melirih di bagian akhir kalimat sembari mengusap-usap puncak kepala gadis kesayangannya itu.     

"Hanya ... hanya sesuatu yang tidak penting." Davira menimpali. Semakin kuat mendekap tubuh Adam untuk melepaskan segala amarah dan kalut yang ada di dalam dirinya saat ini.     

"Kamu bertengkar dengan Arka?" Adam kembali melempar pertanyaan kala jawaban yang dilontarkan untuknya tak bisa benar-benar memuaskan hatinya malam ini.     

Gadis yang masih ada di dalam pelukannya mengerang ringan. Samar Adam merasakan kepala Davira mengangguk. Seakan ingin mengiyakan apapun yang ditanyakan oleh Adam malam ini.     

"Soal apa?"     

Davira kini perlahan melepas perlukannya. Menatap paras tampan remaja berponi naik di depannya itu dengan tatapan teduh. Kembali menundukkan pandangannya sejenak dan menghela napasnya kasar.     

"Katanya aku adalah gadis yang jahat." Davira mulai bercerita. Menaikkan perlahan sorot matanya untuk menatap perubahan raut wajah yang ditunjukkan oleh Adam malam ini. Terkejut? Tentu. Adam mengira bahwa Arka tak akan pernah berani dan tega mengucapkan kalimat sejahat itu pada sahabat kecilnya. Fakta bahwa Arka Aditya adalah sahabat baik sekaligus remaja yang menaruh cinta pada kekasihnya adalah alasan mengapa Adam tak pernah menyangka bahwa ia benar-benar mendengar kalimat jahat itu terucap dari celah bibir Arka Aditya.     

"Alasannya karena aku meminta alih semua perusahaan yang papa Alia miliki saat ini." Gadis itu mengimbuhkan.     

"Kenapa kamu ingin mengambil perusahaan itu? Kamu menyukai dan tertarik dengan bidang itu?" Adam menyahut. Sedikit menundukkan kepalanya untuk bisa menatap dengan benar wajah Davira yang tak lagi mau menatapnya.     

"Karena aku ingin mengambil kebahagian mereka, seperti mereka mengambil kebahagian aku dulu. Aku ingin merasakan apa yang mereka rasakan kala itu. Seperti yang dulu kamu lakukan untuk meniru papa kamu," tuturnya merangkan dengan kalimat inti. Tak mau banyak memperpanjang hanya untuk mengulur waktu.     

Adam sejenak bungkam. Mengulurkan tangannya dan mengusap puncak kepala gadis yang ada di depannya. Davira belum benar selesai bercerita malam ini, jadi ia akan tetap diam dan mendengarkan untuk mengetahui semua isi hati yang dipedam gadis kesayangannya itu.     

"Jika itu menyenangkan, aku akan merasa wajar karena mereka melakukannya hanya untuk bersenang-senang. Tapi jika itu menyakitkan dan menyedihkan, aku akan bertanya pada mereka ... mengapa mereka melakukan itu dulu?" pungkasnya menutup kalimat dengan helaan napas ringan. Benar mendongakkan wajah dan menaikkan pandangannya untuk menatap paras Adam Liandra Kin malam ini. Remaja itu tak banyak berkomentar, hanya terdiam mendengarkan dengan sesekali tersenyum manis dan mengusap puncak kepala gadis di depannya. Menata beberapa helai rambut Davira Faranisa yang tersapu oleh kasarnya embusan bayu.     

"Menurut kamu aku jahat?" tanya Davira mengimbuhkan selepas diam tak bersuara dan membiarkan sepi membentang terjadi di antara mereka beruda.     

Adam menghentikan kalimanya. Menatap Davira kemudian tegas merekahkan senyum yang ada di atas paras tampannya sekarang ini.     

"Davira ...." Ia memanggil lirih. Kembali meraih tubuh gadis yang ada di depannya kemudian memeluknya hangat. Lagi-lagi mengusap puncak kepala gadis yang di dalam pelukannya itu dengan kasih sayang. Adam mulai paham bagaimana Davira itu. Ia adalah gadis 'mudah' kalau suasana hatinya sedang tenang dan damai, namun ia akan menjadi gadis yang amat sulit, kalau suasana hatinya sedang kalut begini. Akan tetapi, membenarkan apa yang dikatakan oleh gadis itu adalah sebuah kesalahan besar.     

"Aku memahami satu hal dari apa yang aku lakukan selama ini. Meniru papa untuk mencari tahu bagaimana rasanya bermain dan menjalani hidup dengan cara seperti itu, tak pernah bisa benar-benar membuahkan hasil yang pasti. Rasa dan kesimpulan yang ada, bukan hal yang valid sebab perasaan setiap manusia pasti berbeda."     

Adam melepas pelukannya. Memegang kedua sisi bahu sang kekasih dan sedikit membungkukan tubuhnya untuk bisa benar menatap Davira Faranisa. "Seperti posisi kamu sekarang ini," ucapnya mengimbuhkan     

"Ketika aku menjadi dan berada di posisi kamu, aku mungkin akan melakukan hal berbeda ... yang lebih jahat lagi atau yang lebih baik lagi mungkin. Untuk mencari seperti apa rasanya menjadi seperti mereka," ucapnya menutup kalimat dengan senyum manis.     

"Jadi, jadilah diri kamu sendiri. Aku sangat bangga dengan gadis bernama Davira Faranisa."     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.