LUDUS & PRAGMA

7. Langkah Penuh Keraguan



7. Langkah Penuh Keraguan

0"Hm. Gue khawatir sekarang." Gadis itu menghela napasnya. menurunkan pandangan dan menundukkan wajahnya. Entahlah, Davira membenci perasaan seperti ini. Selepas bertemu dan menatap paras Rena juga Arka yang bisa tersenyum bahagia dengan segala kelucuan dan kekonyolan yang ada kala mereka bersua, sukses menyembunyikan dan mengubur sejenak rasa yang sebenarnya ada di dalam hati Davira malam ini.     
0

Bukan hanya malam ini, namun juga malam-malam sebelumnya. Hal yang paling membuat Davira khawatir adalah hubungan baiknya dengan Adam Liandra Kin. Keraguan mulai memenuhi dalam dirinya saat ini. Dua tahun bersama Adam, Davira mengenal baik seorang remaja jangkung yang sukses meluluhkan hatinya. Ada yang berubah! Dalam diri Adam, Davira merasa ada yang berubah. Entah untuk apa Davira tak tahu. Adam berubah dan bersikap lain setiap harinya. Tak seperti Adam yang selalu bersikap manis setiap hari dan setiap waktu.     

Memang tak berubah sepenuhnya, namun perubahan kecil yang teratur membuat Davira mulai paham sekarang ini, bahwa hubungan mereka sudah dibilang cukup tua untuk sepasang kekasih yang menjalin hubungan di masa remaja.     

"Adam bersikap aneh lagi?" tanya Arka melirih.     

Davira menggeleng. "Hanya gue yang merasa aneh, kenapa gue terus memikirkan hal bodoh yang gak akan pernah terjadi."     

"Jadi?"     

"Gue hanya khawatir kalau suatu saat keraguan yang ada di dalam diri gue menjadi sebuah keyakinan." Davira mengimbuhkan. Menatap langit-langit jalanan yang terlihat begitu indah malam ini.     

"Apa yang membuat lo khawatir. Sebab kabar simpang siur bahwa Adam selingkuh?"     

Davira kini menoleh. Menatap sang sahabat yang baru saja bungkam menutup rapat bibirnya. "Entahlah. Banyak yang membuat gue khawatir sekarang."     

"Kenapa lo gak tanya langsung ke dia. Bilang bahwa semua orang yang ada di dekat lo ...."     

"Itu ide yang buruk." Arka memungkaskan kalimatnya. Menoleh untuk memalingkan wajahnya sebab tak kuasa menatap paras cantik sang sahabat kali ini.     

Ada satu hal yang tak bisa dibicarakan oleh Arka dengan Davira, pasal kabar burung yang menyebutkan bahwa Adam selingkuh. Bersama seorang gadis misterius yang sedang dekat dan mencuri perhatian remaja itu sekarang ini. Melupakan sejenak fakta besar yang menjadi dasar hidup seorang Adam Liandra Kin saat ini, bahwa Adam adalah kekasih dari Davira Faranisa. Remaja itu tahu sesuatu? Entahlah. Ia sendiripun tak benar percaya diri untuk menjawab kabar itu.     

"Busnya berhenti." Davira menyela. Menyenggol bahu sang sahabat. Keduanya bangkit. Berjalan menuju ke arah pintu keluar bus yang otomatis terbuka kala keduanya mendekat. Turun dari bus dan berjalan keluar.     

Kini aspal jalanan lah yang menjadi alas tapak sepasang sepatu yang keduanya kenakan. Masuk ke dalam jalan berukuran sedang dengan suasana sepi sebab ini bukan jalan utama yang menjadi akses perdana untuk pengguna jalan berlalu lalang. Di tempat inikah sepi benar-benar datang. Bisa dikatakan hanya Arka Aditya dan Davira yang berjalan di jalanan ini. Tak ada orang bahkan kendaraan bermotor yang datang menyela.     

"Kenapa lo gak putusin Adam aja kalau gitu? Maksud gue lo mulai ragu sama dia. Untuk apa berhubungan dengan dasar ketahuan?"     

"Lo masih cinta sama gue?" Davira berkelit. Sejenak menoleh pada Arka yang hanya tersenyum miring.     

"Berbicara seperti itu akan membuat lo jadi tersangka yang memecah hubungan sepasang kekasih." Gadis itu mengimbuhkan. Meraih tangan remaja yang ada di sisinya kemudian merapatkan tubuhnya. Menghilangkan celah yang ada di antara keduanya dengan posisi jalan berhimpit dan jari jemari Davira kuat menggenggam tangan remaja yang ada di sisinya.     

"Gue beruntung sebab Tuhan menyisihkan orang baik untuk hidup gue sekarang ini. Yaitu Lo."     

Arka tersenyum. Melirik genggaman tangan gadis yang masih kuat menghangatkan permukaan kulit putih susu miliknya sekarang. Alasan terbesar mengapa Arka Aditya tak pernah memiliki ambisi besar untuk mendapatkan hati seorang Davira Faranisa, sebab tanpa menjadi kekasih gadis itu Arka sudah bisa mendapatkan segala yang ia inginkan dari Davira. Termasuk jalan bersama dengan posisi intim dan merasakan hangatnya genggaman tangan milik Davira Faranisa. Terdengar licik memang, namun itulah faktanya.     

"Gue hanya menyarankan," ucapnya dengan nada ringan.     

"Kalau gitu gue menyarankan lo jadian sama Rena." Davira kini menggelayut manja. Menarik tangan remaja yang menoleh padanya. Sejenak mengernyitkan dahinya sebab tak menyangka bahwa Davira Faranisa akan membahas itu sekarang ini.     

Senyum mengembang tegas di atas paras cantiknya. Matanya berbinar seakan benar mengharapkan Arka untuk menganggukkan kepala atau hanya sekadar menjawab iya sekarang ini.     

"Segitunya lo pengen gue jadian sama nenek sihir itu?" gerutunya memprotes.     

Davira mengerang ringan. Menganggukkan kepalanya tegas sembari mendongak menaikkan pandangannya agar bisa menatap paras Arka sekarang ini.     

"Kenapa? Kenapa lo pengen banget gue punya pacar sekarang. Udah gue bilang kalau gue masih cinta sama lo," akunya berterus terang. Sukses membuat Davira melipat bibirnya ke dalam. Bukan malu atau ingin menyingkir dari topik pembicaraan mereka saat ini, Davira sudah terbiasa. Bahkan dengan kalimat yang terkesan terlalu vulgar dan frontal yang ditujukan padanya seperti tadi, Davira sudah sangat bisa memakluminya saat ini. Singkatnya, Davira kini mulai terbiasa dengan fakta bahwa Arka tak hanya menyayanginya sebagai seorang sahabat, namun juga seorang gadis cantik yang memikat hatinya.     

"Itu sebabnya lo harus punya pacar. Jangan hidup menyedihkan seperti pemeran kedua di drama Korea yang gue tonton." Davira menimpali.     

"Gue bahagia sekarang. Bahkan dengan situasi dan kondisi seperti ini, gue bahagia. Selama lo juga bahagia dan nyaman menjalani hidup."     

Davira kini berdecak. Memang dua tahun tak akan pernah cukup untuk membujuk remaja jangkung yang terus saja tegap dan pendiriannya untuk terus mencintai Davira dalam situasi dan kondisi apapun.     

"Lo melanggar janji kita dulu. Untuk saling mempercayai dan terbuka."     

"Bagian mana gue melanggar janjinya?" Arka menyahut. Memprotes gadis yang suka kurang ajar dengan segala sikap 'suka menyimpulkan semuanya sendirian'     

"Dengan lo bilang lo bahagia."     

"Lo sendiri, lo juga melanggar janjinya."     

"Janji apa?" Davira mengerutkan dahinya samar. Sejenak menghentikan langkahnya dan mematung. Tidak! Ia sudah berusaha untuk terus terbuka dan mempercayai apapun yang dikatakan Arka sekarang ini. Meskipun itu terkadang merugikan dirinya dan hubungannya bersama Adam.     

"Lo lupa apa yang gue katakan sebelum lo menerima perasaan Adam?"     

Gadis itu kini mengubah ekspresi wajahnya. Tatapannya meneduh sedikit sendu dan sayu. Tak mampu banyak berucap apapun kali ini. Sebab Davira kalah!     

"Tinggalkan kalo itu menyakitkan. Lepaskan dan lupakan kalau itu menyiksa lo, intinya begitu."     

Deg! Baiklah sekali lagi ditegaskan bahwa Davira adalah gadis bodoh yang tak pernah bisa belajar menggunakan senjatanya dengan benar. Selalu saja ia melempar boomerang alih-alih menekan pelatuk untuk melepaskan peluru yang ada di dalam pistol miliknya.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.