LUDUS & PRAGMA

9. Dusta Yang Baik



9. Dusta Yang Baik

0Suasana riuh kini dirasakan oleh gadis bersurai panjang yang tegas melangkahkan kakinya masuk ke dalam area sekolah. Langkahnya tegas membelah padatnya kerumunan yang ada di depannya saat ini, menggeser dengan kasar tubuh-tubuh manusia tak tahu yang berdiri memenuhi jalanan untuk mentonton apapun yang menarik sepasang lensa pekat miliknya saat ini. Davira terhenti. Samar suara riuh kini masuk ke dalam lubang telinganya dengan tepukan tangan yang mengiringi. Sorak sorai tegas memecah suasana damai, membuat gadis yang tadinya enggan menoleh untuk menatap apa yang sedang menjadi perhatian para penghuni sekolahnya itu sekarang ini itu pun mulai tertarik. Ikut memutar langkah serta tubuh ramping nan tinggi semampai miliknya untuk ikut menatap dan masuk ke dalam suasana asing untuknya. Pagi-pagi begini, sudah banyak orang gila yang membuat keributan!     
0

Matanya membelalak sempurna. Tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang ini. Adam bersama seorang gadis muda. Jika dilihat dari penampilannya, pastilah ia anak baru yang duduk di bangku kelas paling bawah. Baru masuk dan bergabung menjadi siswi Sekolah Menengah Atas Amerta Bintari beberapa bulan lalu, itu lah sebabnya sekotak cokelat dengan pita merah hati ada di dalam genggamannya saat ini. Disorokan pada Adam kemudian sembari tersenyum manis. Entah kalimat apa yang diucap olehnya, namun pastilah itu akan terdengar manis dan puitis.     

Davira menghela napasnya. Terjadi lagi! Ia membenci harus masuk dan ikut campur ke dalam masalah yang tak ada habisnya seperti ini. Seseorang menyatakan cinta untuk Adam Laindra Kin di tengah lapangan basket dengan tatapan polos, senyum manis, dan kalimat puitis. Tentunya ia tak populer. Gayanya bersegaram saja telihat cupu. Menatap Adam penuh ketegasan tanpa mau mencari tahu sebelumnya, yang ditatap itu sudah punya kekasih atau belum?!     

"Ulangi kalimat lo." Seseorang memerintah dengan tegas. Melirik sejenak Adam yang masih mematung dengan keringat menetes di sela-sela rambut pekat berponi belah tengah itu. Jujur saja, remaja itu tak menyangka ada gadis yang lebih frontal dan berani ketimbang kekasihnya, Davira Faranisa. Gadis itu memang manis. Senyum berlesung dengan dua gigi kelinci kecil yang menyembul kala senyum kuda penuh keceriaan dilukiskan oleh paras cantiknya. Akan tetapi, menarik dalam senyum saja tak akan berefek apapun untuk Adam Liandra Kin. Jadi remaja itu tak akan mengubrisnya kali ini.     

"Aku menyukai Kak Adam. Jadi aku kasih cokelat manis ini untuk Kak Adam." Gadis itu berucap dengan nada melirih. Membuat kata yang menjadi penutup kalimat terdengar samar masuk ke dalam lubang telinga perkumpulan remaja jangkung yang baru saja ingin memulai latihan pagi ini selepas memanaskan badan dengan lari kecil dan peregangan otot sedang.     

"Tolong terima ini Kak Adam. Aku membelinya dengan uang tabunganku." Ia melanjutkan. Menyogorkan sekotak cokelat yang ada di dalam genggamannya untuk remaja jangkung di sisinya.     

Adam melirik sejenak. Kemudian memalingkan wajahnya dan menatap paras Candra yang berdiri di sisinya sekarang ini. "Lo urus dia. Jam segini biasanya Davira datang ke sekolah. Gue gak mau dia salah paham," ucapnya memberi interuksi. Menepuk pundak remaja berambut sedikit ikal kemudian tersenyum kaku. Memutar langkahnya dan mulai menjauh dari lapangan basket.     

"Lo mau ke mana, Dam?!" pekik Candra berusaha menyela. Tak ingin menjadi tumbal kesekian kalinya yang mengharuskan dirinya memberi kalimat penolakan pada gadis hanya untuk menyelesaikan persoalan milik kapten basketnya itu.     

Candra paham benar situasi yang terus saja berulang tak hanya satu atau dua kali, namun berulang kali. Gadis yang menjabat sebagai adik kelas di tahun pertama terus saja mendatangi Adam dan menyatakan perasaannya dengan bangga. Seakan tak pernah berpikir bahwa mungkin saja kalimat penolakan akan datang pada mereka dan menggoreskan luka dalam di hati mereka. Memang, hubungan Adam Liandra Kin dan Davira Faranisa tak bisa dibilang rahasia lagi, banyak yang mengetahuinya namun tidak semua. Hanya segelintir orang yang ingin bertanya untuk memenuhi rasa penasaran yang ada di dalam diri mereka. Selebihnya, tidak ada! Adam juga Davira bukan tipe pasangan yang suka mengumbar kebersamaan di muka umum.     

Sialannya Adam selalu saja melempar semunya pada Candra. Remaja berambut ikal itu adalah penuntas semua masalah yang ada dihadapi oleh Adam Liandra Kin ketika seorang gadis datang padanya dan menyatakan perasaan cinta.     

"Kembali ke ruang basket. Mau lihat Arka udah datang belum. Kita kekurangan tim!" teriaknya sembari terus melangkah. Mengabaikan puluhan pasang mata yang kini mulai surut suara riuhnya sebab tontonan sudah selesai. Sebenarnya mereka semua paham benar, bahwa se-romantis dan se-dramatis apapun adegannya, pasti akan berakhir dengan 'ending' yang sama.     

"Ck, remaja sialan," umpatnya sembari terus menatap kepergian Adam Liandra Kin.     

°°°°°°°°°° LudusPragmaVol2 °°°°°°°°°°     

Ia melangkah jauh. Menyusuri lorong yang mulai ramai sebab jarum jam sudah menua sekarang ini. Adam melirik jam yang melingkar apik di pergelangan tangannya. Pukul tujuh kurangnya sepuluh menit. Davira biasanya datang pukul segini kalau ia tak datang menjemput sebab datangnya terlalu pagi belakangan ini, bukan tanpa alasan yang jelas. Adam datang pagi buta bersama timnya sebab lomba besar akhir tahun dengan piala bergilir kedua akan didapatnya sebagai hadiah nanti kalau menang akan dilaksanakan dua minggu lagi. Jadi, ia harus berkerja keras selepas ini.     

"Davira!" Adam meninggikan volume suaranya kala sepasang netra pekatnya menangkap perawakan gadis yang amat dicintainya keluar dari pintu kamar mandi sekolah.     

Gadis itu menoleh. Sejenak menyipitkan matanya untuk menerka siapa yang baru saja memanggilnya dengan berteriak seperti itu. Samar langkah kaki itu mendekat padanya. Menampilkan perawakan jangkung yang kini berlari kecil sembari melambai ringan. Tersenyum manis untuk mengiringi langkahnya menghampiri sang kekasih.     

Davira kini bisa menatap dengan jelas yang memanggilnya tadi adalah sang kekasih hati, Adam Liandra Kin.     

"Kamu gak latihan?" tanya Davira berbasa-basi. Menatap paras sang kekasih yang masih terlihat begitu tampan dan mempesona meskipun keringat deras membasahi tubuhnya sekarang ini.     

"Kamu baru datang?" Adam mengabainya pertanyaan dari sang kekasih. Mengubah arah pembicaraan yang hanya mendapat anggukan kepala dan senyum simpul dari gadis yang berdiri tegap sembari menggendong tas punggung miliknya.     

Jika Davira benar baru datang, syukurlah! Gadis itu tak harus melihat adegan membosankan yang bisa saja menyulut emosinya tadi.     

"Aku datang lewat pintu belakang dan mampir ke kamar mandi untuk merapikan penampilanku." Dusta! Davira berdusta sekarang ini. Ia melihat semuanya. Adegan konyol yang membuatnya muak sekarang ini. Ia bahkan melihat Adam berjalan meninggalkan lapangan tadi. Hal itu lah yang membuatnya masuk ke dalam area kawasan toilet perempuan yang ada di sisi lorong. Menunggu waktu yang tepat agar terkesan bahwa dirinya baru saja datang sekarang ini. Singkatnya, apa yang dilakukan Davira bertujuan untuk membenarkan alibi yang ia katakan pada sang kekasih.     

Dusta ... adalah cara dirinya untuk menghindari masalah dan membuat semuanya baik-baik saja.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.