LUDUS & PRAGMA

136. Maafkan Hatiku! (Bagian 2)



136. Maafkan Hatiku! (Bagian 2)

0"Lo lemah ternyata." Suara itu memancing emosi milik Davira. Sebenarnya, ia tak ingin berkelahi dengan siapapun siang ini. Beradu mulut dan argumen untuk membenarkan posisi masing-masing adalah hal yang paling dibenci oleh gadis berambut panjang dengan poni belah tengah yang melengkung apik di kedua sisi wajahnya. Davira hanya Ingin melalui hari dengan tenang. Datang ke sekolah pagi hari, mengikuti arah dan perintah dari pemberi materi, beristirahat guna memberi jeda pada otak dan tenaga selepas lelah berpikir, lalu kembali ke rumah dengan hati dan perasaan yang tenang. Membosankan memang jikalau terjadi berulang-ulang bak rutinitas wajib yang tak boleh ditinggalkan. Akan tetapi, Davira lebih menyukai itu ketimbang harus berurusan dengan gadis sialan yang sudah membuat langkahnya terhenti.     
0

--dan mau tak mau, Davira harus meladeninya sebab ia berdiri menghalau pintu keluar yang menjadi akses satu-satunya untuk Davira bisa keluar dari kamar mandi perempuan di sekolahnya.     

"Kalau gue lemah, apa urusannya sama lo?" timpalnya dengan nada ketus. Gadis bermata kucing yang ada di depannya terkekeh ringan. Melipat rapi kedua tangannya di atas perut. Sedikit mengambil langkah maju untuk mendekat pada gadis yang kini mulai memalingkan wajahnya tak acuh.     

Jujur saja, setiap berpapasan bahkan mendengar nama Kayla Jovanka, Davira Faranisa benar-benar muak dan membenci itu.     

"Tentunya gak ada. Tapi akan itu membebani Adam."     

Adam lagi Adam lagi! Davira muak mendengar Kayla terus saja mencoba masuk dan mencampuri urusan pribadinya dengan Adam Liandra Kin. Davira hanya meminta satu hal yang amat sederhana dari gadis berwajah oriental dengan sepasang mata kucing, hidung kecil yang lancip serta bibir merah muda tipis nan mungil itu, adalah ia ingin Kayla menyingkir dari kehidupannya. Membiarkan ia menikmati hubungan dengan Adam menggunakan caranya sendiri. Davira tak butuh bantuan dan saran dari si sialan yang terus saja mengusiknya itu. Davira bisa melakukannya sendiri. Memutuskan bagaimana ia menanggapi, bersikap, bahkan menyelesaikan masalahnya dengan Adam.     

"Apa yang lo mau sebenarnya dari gue?!" pekik Davira menyela. Mengatakan dengan nada lirih sedikit ketus sembari sesekali menggigit bibir bawahnya. Ia menahan emosi agar tak meluap dan melebihi batasannya. Davira hanya tak ingin melukai siapapun sekarang ini. Entah secara fisik maupun secara batin.     

"Adam. Gue mau Adam dari lo," jawab Kayla dengan nada tegas. Memiringkan senyum yang terlukis di atas wajahnya.     

Bodoh! Kayla adalah gadis bodoh yang suka merengek dan mengeluh.     

"Kalau gitu ambil," sahut Davira dengan memberi penekanan di setiap kata yang diucap olehnya barusan.     

"Hah?" Kayla melunak. Melepaskan lipatan tangannya kemudian tegas memberi tatapan pada Davira yang kini memalingkan wajahnya sembari ber-wah ringan.     

"Kalau hanya itu mau lo ... Lo bisa ambil Adam dari gue."     

Kayla bungkam. Sungguh, ia tak mengerti dengan cara berpikir gadis bermata bulat di depannya itu. Davira terlihat begitu tenang. Bahkan tak ada amarah yang menggebu di dalam dirinya selepas Kayla mengucapkan permintaan konyolnya pada Davira Faranisa.     

"Gue gak pernah mengikat Adam untuk terus bersama gue. Kalau lo bisa ambil Adam dan Adam mau bersama lo, maka ambil dia secepatnya." Davira mengimbuhkan. Mendorong kasar tubuh Kayla untuk memberinya celah agar Davira keluar dari dalam kamar mandi.     

"Adam akan terkejut mendengar jawaban tak terduga dari kekasihnya." Kayla kembali menyela. Sukses membuat Davira terhenti dan memutar tubuhnya. Menatap gadis sialan yang masih kokoh untuk mengusik ketenangan yang amat dirindukan oleh Davira sekarang ini.     

Davira menyeringai. "Lo tau alasan gue menjawab begitu?" kelit Davira melempar pertanyaan. Ambigu dan tak berdasar! Membuat Kayla sejenak mengernyitkan dahinya.     

"Pertama karena Adam gak ada alasan untuk meninggalkan gue sekarang ini." Davira memajukan satu langkah ke depan. Mendorong sisi bahu Kayla menggunakan ujung jari telunjuk miliknya.     

"Kedua karena gue percaya dengan Adam sekarang ini. Dia gak akan pernah berpaling dengan gadis ular tak tahu malu seperti lo. Lo sendiri yang bilang kalau selera Adam itu tinggi!" imbuh Davira semakin tegas mendorong tubuh Kayla dengan menggunakan ujung jarinya. Membuat gadis yang ada di depannya itu tegas memundurkan langkahnya sebab dorongan yang diberikan oleh Davira Faranisa padanya.     

"Ketiga karena ingin melihat seberapa pintarkah otak udang yang ada di dalam kepala lo itu!" Davira kini kasar mendorong tubuh Kayla hingga masuk ke dalam bilik kamar mandi yang ada di depannya. Membuat gadis itu terduduk di atas toilet duduk yang ada di belakangnya sekarang ini.     

Davira diam sejenak. Menatap lensa pekat identik warna dan bentuk dengannya. Tersenyum seringai kemudian kembali menegapkan badannya.     

"Ambil Adam dengan satu syarat. Lakukan itu tanpa mengganggu kehidupan gue. Kalau gue terusik, lo akan tau akibatnya nanti." Gadis itu menutup kalimat dengan tegas. Tersenyum seringai dan memutar tubuhnya untuk melangkah keluar dari kamar mandi.     

"Ah! Satu lagi!" Davira kembali menoleh.     

"Apapun yang sudah menjadi milik gue, gue bukan tipe orang baik yang akan mau membaginya. Jadi coba ambil Adam dari gue mulai sekarang," pungkasnya menutup kalimat dengan senyum 'evil'. Sukses membuat Kayla hanya mampu terdiam sembari sesekali menelan salivanya berat. Menundukkan pandangannya dan berdecak kasar untuk mengiringi kepergian dari Davira Faranisa.     

***LnP***     

Gadis itu kini berjalan tegas menyusuri lorong sembari sesekali melirik jam kecil yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Tinggal 15 menit lagi sebelum bel masuk berbunyi. Harapan terakhirnya adalah bisa datang menyambangi dan membeli susu kotak dengan rasa mocca kesukaannya dalam keadaan dingin.     

Ponselnya berdering. Membuat Davira yang baru saja ingin mendorong pintu kaca di depannya itu terhenti. Sedikit menyisih untuk memberi celah bagi teman-teman sebaya untuk masuk juga keluar dari dalam ruangan.     

Davira merogoh kasar saku rok pendek yang dikenakan olehnya. Menatap layar ponsel dan membuka kunci untuk melihat siapa gerangan yang baru saja mengiriminya pesan.     

"Gue udah balik ke kelas sama Davina. Gue udah beliin susu kotak yang lo mau, jadi balik aja ke kelas langsung." Kalimat singkat itulah yang kini menghias di dalam layar ponsel milik Davira. Tak ingin membalas dan membuang waktunya, gadis itu hanya tersenyum ringan. Kembali memasukkan ponsel miliknya kemudian tegas mendorong pintu kaca yang ada di depannya.     

Masuk dengan langkah sedang sembari menelisik setiap rak berisi makanan ringan juga beberapa kotak susu dan minuman botol yang sengaja tak disejajarkan bersama di dalam lemari pendingin sudut ruangan.     

Arka memang sudah membelikannya susu yang dipesan, namun Davira ingin membeli roti basah untuk menjadi peneman untuk menghabiskan susu kesukaannya.     

Davira berjalan dan berhenti di salah satu rak makanan yang menampilkan jajaran roti basah dengan macam rasa dan bentuknya. Ia mengambil satu. Roti kotak berukuran sedang dengan rasa cokelat yang tertera di bungkusnya.     

Sejenak melirik ke salah satu sisi tempat permen manis berada. Davira tergiur. Kembali melangkahkan kakinya dan berniat untuk mengambil sebungkus permen cokelat yang menarik perhatiannya.     

Akan tetapi tangannya terhenti kala tak sengaja tertindih oleh tangan besar yang sedikit tak asing untuknya. Gadis itu menoleh. Sedikit mendongak sebab remaja jangkung di sisinya itu terlalu tinggi untuk dijangkau oleh sepasang lensa indah miliknya.     

"Ma—" Ucapan Davira terhenti kala ia menyadari bahwa yang ada di sisinya dan sedang menindih tangannya itu tak lain tak bukan adalah Adam Liandra Kin.     

Ah, Adam lagi!     

"Kamu boleh ambil permennya," kata Davira sigap menarik tangan miliknya. Hanya mendapat anggukan dari remaja yang kini tersenyum tipis dan mengambil permen di depannya. Berlalu pergi meninggalkan Davira yang masih mematung tak percaya.     

Dia diabaikan lagi oleh Adam!     

Kini langkahnya kembali melaju. Berjalan menuju meja kasir tempatnya membayar roti dan satu permen manis yang diambilnya selepas Adam pergi begitu saja.     

"Berapa, Bu?" tanya Davira lirih. Mengeluarkan dompet yang ada di saku rok pendek dan menunggu kasir untuk menghitung.     

"Enam ri—"     

"Sama ini." Seseorang kembali menyela. Sigap meletakkan sebotol teh manis dengan sebungkus permen cokelat yang diambilnya dari jangkauan Davira.     

"Adam?" lirih gadis itu berucap.     

"Sekalian sama ini, Bu. Davira yang bayar." Adam mengimbuhkan. Tersenyum ringan pada si ibu kasir dan mengabaikan gadis yang terdiam mematung tak percaya.     

Dari segala tingkah Adam Liandra Kin padanya hari ini, kini Davira mulai mengerti bahwa remaja itu sedang mencoba untuk mengusik untuk meminta perhatian dari Davira. Bersikap manja dan terkesan tak acuh untuk membuat gadis itu mengejar dan menghentikan langkahnya.     

***LnP***     

"Kenapa kamu begitu?" tanya Davira menghentikan langkah kaki Adam yang baru saja keluar dari dalam koperasi.     

Remaja itu menoleh. "Karena aku suka teh manis dan permen gula-gula." Adam menyahut dengan tatapan polos. Menyodorkan apa yang ada di dalam genggamannya pada si gadis.     

Davira menurunkan sejenak tatapannya. Menghela napasnya kasar kemudian kembali mendongak untuk menatap paras tampan milik Adam.     

"Kamu tahu 'kan kalau aku masih marah sama—"     

"Kamu mau teh botolnya? Aku lihat kamu cuma beli makanan tanpa minuman." Remaja itu menyela. Menyodorkan teh botol yang ada di dalam genggamannya untuk Davira.     

"Jangan mengalihkan pembicaraan."     

"Kamu pasti haus 'kan? Ini." Adam kini menarik tangan gadis yang ada di depannya. Memaksa Davira untuk mengambil alih teh botol yang ada di dalam genggamannya saat ini. Kemudian tersenyum ringan dan mengulurkan tangannya mengusap puncak kepala gadis yang kini hanya terdiam sembari mematung.     

"Udah baca pesan aku 'kan? Sepulang sekolah kita bicara." Adam menutup kalimatnya. Semakin tegas mengembangkan senyum manis di atas paras tampan miliknya itu kemudian mencubit kasar pipi milik Davira Faranisa.     

"Aku tunggu," pungkasnya. Memutar langkah dan berjalan menjauh meninggalkan Davira yang masih bungkam menutup rapat bibirnya.     

Dari segala yang dilakukan Adam hari ini untuk menarik perhatiannya, sekarang Davira mulai paham bagaimana cara Adam untuk menyelesaikan masalah yang ada sebab keteledoran darinya kemarin.     

Remaja itu bukan seperti Arka Aditya yang akan menarik lawan bicaranya untuk menepi selepas mendiamkannya dan menatapnya dengan tajam. Berbicara intim sembari menahan emosi yang ada di dalam dirinya agar tak kalap melukai.     

Adam berbeda! Caranya menyelesaikan masalah adalah dengan tersenyum.     

... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.