LUDUS & PRAGMA

137. Rahasia Di Balik Rahasia



137. Rahasia Di Balik Rahasia

0Siang hadir bersama dengan sengatan cahaya sang raja siang yang seakan ingin membakar seluruh komponen di atas bumi. Bersama dengan embusan hawa panas yang mengalir bersama udara, langkah gadis yang tegas membelah lorong sekolah yang sedikit sepi sebab ini adalah jam pembelajaran kini hampir mencapai tujuannya. Tatapannya menelisik setiap sisi yang ia lalui. Sesekali kembali menoleh pada gadis berambut panjang tergerai dengan poni tipis yang masih sibuk membolak-balikkan buku dalam dekapannya untuk mengecek apakah ada benda yang tertinggal di dalam kelas.     
0

Pelajaran biologi dan laboratorium tempat praktikum akan dilaksanakan adalah tujuan langkah Davira Faranisa juga Davina Fradella Putri. Beriringan dengan meninggalkan Arka yang masih tertinggal di barisan belakang.     

"Davira, temenin gue untuk ambil buku tulis di kelas. Kayaknya ketinggalan." Davina akhirnya tegas bersuara. Menarik pergelangan tangan gadis yang ada di sisinya.     

Keduanya terhenti sejenak. Ditatapnya buku yang ada di dalam genggaman Davina kemudian mendongak untuk menatap paras gadis cantik sedikit lebih tinggi darinya itu.     

"Kok bisa ketinggalan? Oke kita ambil sebelum jam toleransinya habis," tukas Davira memutar langkahnya. Bersama dengan langkah kaki sepasang kaki jenjang milik Davina, keduanya kini berjalan dengan arah yang berlawanan. Kembali ke dalam kelas untuk mengambil benda terpenting yang hampir saja dilupakan oleh Davina Fradella Putri.     

"Kalian mau ke mana?" tanya Arka menyela. Menarik pergelangan tangan Davina yang kini menoleh sembari berdecak ringan. Melepas kasar genggaman tiba-tiba yang sukses membuat langkahnya terpaksa untuk berhenti.     

"Ke kelas. Ambil buku gue," papar Davina dengan nada ketus. Enggan menatap paras tampan milik Arka Aditya dan kembali melangkah. Mendahului Davira yang masih tegas memberi tatapan ke arah keduanya sekarang ini.     

Kian jelas sudah. Apa yang dipertanyakan Davira Faranisa selama ini seakan mulai terjawab sedikit demi sedikit. Ya, ada masalah yang sedang menyelimuti hubungan pertemanan Arka Aditya dengan Davina Fradella Putri.     

"Cariin tempat," ucap Davira menutup kalimatnya. Kembali melangkah mengekori Davina yang sudah jauh posisi berjalan dari Davira Faranisa.     

Gadis itu kini berlari kecil. Menjangkau tubuh sang mantan teman sebangku yang kini mulai memelankan langkahnya sebab sesuatu mencuri perhatiannya. Davira ikut menoleh. Mengarah tepat menelisik arah sorot lensa indah milik Davina Fradella Putri.     

Ada Adam Liandra Kin di sana. Tengah berlari dengan langkah dan kecepatan sedang di bawah sengatan panas sang surya. Keringat nampak jelas turun dari celah rambut pekat berponi belah tengah miliknya itu. Sesekali mengembuskan napasnya ringan guna meluapkan segala lelah dan letih yang ada di dalam dirinya.     

"Dia dihukum?" tanya Davina melirih. Menoleh sejenak pada gadis yang diam mematung sembari terus meletakkan fokusnya menatap Adam Liandra Kin.     

"Davira?!" panggil Davina dengan nada sedikit tegas. Sukses membuyarkan fokus gadis yang kini menoleh ke arahnya.     

"Ada yang salah? Kenapa lihatin Adam begitu?" tanyanya tanpa mau berbasa-basi. Melihat perubahan ekspresi wajah sayu milik si teman dekat tentunya bukan hal asing untuknya lagi. Dalam diam dan disimpan rapat menjadi sebuah rahasia pribadi, Davina tahu benar apa yang sedang terjadi pada Davira juga Adam Liandra Kin. Mereka berhubungan. Bukan sebagai seorang teman baik, namun sebagai pasangan yang sedang saling jatuh cinta.     

"Ah, enggak." Davira menyela. Tersenyum ringan kemudian kembali berjalan mendekat padanya.     

"Cepetan ambil buku lo, nanti keburu telat." Gadis itu mengimbuhkan. Lagi-lagi tegas mengembangkan senyum manis di atas paras cantiknya.     

Gadis yang dilontarkan kalimat perintah itu hanya mengangguk. Mengerang ringan sebagai tanda persetujuan dengan isyarat bahwa Davira harus menunggunya sejenak.     

Selepas punggung Davina menghilang sebab masuk ke dalam ruang kelas, gadis itu kembali menoleh dan menatap sang kekasih yang masih kokoh berlari mengelilingi lapangan besar yang berada di pusat bangunan sekolah. Sesekali menghela napasnya kasar sebab ia tak mengerti kesalahan apa lagi yang dilakukan oleh Adam hingga membuat dirinya harus diperlakukan begitu.     

"Ayok!" ujar Davina menyela. Menarik fokus Davira Faranisa yang menoleh sembari tersenyum ringan. Menganggukkan kepalanya mengerti dan mulai melangkah untuk menyeimbangkan irama dengan sepasang kaki jenjang milik Davina. Meninggalkan Adam dengan satu pertanyaan besar yang belum sempat ia terka jawabannya.     

"Davira ...." Gadis itu mulai kembali membuka suaranya. Menatap dengan benar gadis yang kini menoleh sembari tersenyum kaku.     

"Boleh gue tanya sesuatu?" tanyanya kemudian. Gadis yang ada di sisinya mengangguk.     

"Ada masalah di antara lo dan Arka?"     

Davina diam. Bungkam sejenak. Kemudian memalingkan wajahnya agar tak menatap gadis yang masih menunggu jawaban pastinya dari sekarang ini. Ia menundukkan pandangannya. Menatap langkah ujung sepatu yang indah berirama dengan langkah milik Davira.     

"Pasti ada 'kan?" imbuh Davira kala yang dilontari pertanyaan hanya membisu.     

"Mau bertukar rahasia?" Davina kini menyela. Mengubah arah pembicaraan dengan kalimat ambigu yang sukses membuat perubahan ekspresi di atas raut wajah Davira Faranisa.     

"Maksudnya?"     

"Lo yang bilang ini ke gue, 'jika waktunya tepat, gue akan cerita' itu artinya lo punya rahasia 'kan?" paparnya mencoba untuk mengintrogasi.     

Davira membisu. Menoleh dan menurunkan pandangannya untuk menatap ujung jari jemarinya yang kuat saling bertaut. Menghela napasnya ringan sembari mencoba untuk menyesuaikan keadaan yang kini berbalik padanya. Situasinya sulit. Tak seperti yang dibayangkan olehnya sebelum ini. Davira ingin menanyakan perihal yang mengganjal dalam hatinya kala melihat cara bersua antara si teman dekat dengan sahabat masa kecilnya itu. Menyudahi segala bentuk kata tanya yang membayangi dan bersarang memenuhi di dalam otaknya selama ini. Namun, keadaan berbalik. Davina lah yang harus mengakhiri segala rahasia yang disimpannya bersama Adam Liandra Kin. Perihal hubungannya yang mungkin akan menyakiti dan membuat Davina Fradella Putri kecewa.     

"Sebenarnya ...."     

"Adam punya pacar," sela Davina memotong kalimat gadis yang kini mendongak menatap lawan bicaranya. Membulatkan matanya cepat kala kalimat mengejutkan itu lolos dari celah bibir seorang Davina Fradella Putri.     

"Itu kabar yang gue denger dari anak-anak basket. Gue official basket lo tau 'kan? Jadi gak mungkin gue gak tau apapun tentang anak-anak basket," paparnya menerangkan dengan singkat.     

"Sayangnya mereka gak mau ngasih tahu ke gue siapa pacarnya Adam." Ia mengimbuhkan sukses membuat Davira terdiam membisu sembari tersenyum kikuk. Takut? Sedikit. Ia menyimpan rasa gemetar yang ada di dalam tubuhnya saat ini. Mendengar kalimat dari Davina sukses membuat Davira benar-benar terkejut     

"Menurut lo siapa pacarnya Adam?" tanya Davina menarik perhatian gadis yang kini mendongak sembari sejenak membulatkan kedua matanya.     

"Lo pasti gak akan tau 'kan karena lo aja gak tertarik sama Adam." Davina memungkaskan kalimatnya dengan nada ringan. Tersenyum aneh kemudian kembali menatap jauh ke depan. Mengabaikan Davira yang masih diam sembari sesekali menghela napasnya ringan.     

Baiklah, situasi berbalik drastis sekarang ini.     

"Kalau seandainya lo tau siapa pacarnya Adam, apa yang akan lo lakuin?" Davira membuka suaranya. Sedikit lirih dan ragu terdengar di sela-sela kalimat yang ia tujukan untuk Davina Fradella Putri.     

Gadis bertubuh tinggi dengan sepasang kaki jenjang yang menunjang perawakan jangkungnya itu tersenyum. Melirik lawan bicaranya kemudian mengembangkan senyum aneh. Mengangkat kedua bahunya sembari melipat keningnya samar.     

Ia menggeleng. Tegas tertawa kemudian. "Gak akan melakukan apapun. Gue bukan tokoh antagonis yang suka merusak hubungan orang. Hanya saja, gue pasti membenci gadis itu. Karena itu sudah merebut hati dari gue."     

Davira menghela napasnya. Menganggukkan kepalanya mengerti untuk merespon gadis yang ada di sisinya itu. Tentu saja. Davina akan membenci dirinya nanti. Sebab Davira merebut hati Adam dari Davina.     

***LnP**     

"Lo dihukum? Atau lo yang mengajukan diri?" Gadis berambut pendek yang baru saja menyela sukses menarik perhatian Adam. Membuat remaja itu menghentikan larinya dan menoleh tegas. Mengarah pada gadis yang berdiri tegap di bawah rindangnya pohon mangga sisi lapangan sembari melipat rapi tangannya di atas perut. Rena Rahmawati.     

Adam berjalan mendekat. Melambaikan tangannya samar untuk menatap gadis yang kini tersenyum ringan ke arahnya.     

"Gue mengajukan diri. Karena gue lupa ngerjain PR," tukasnya menimpali dengan tawa kecil yang menyela.     

"Gimana sama Davira? Lo belum mengajukan diri untuk meminta maaf? Karena lo lupa kalau udah menyakiti hatinya." Rena tak mau berbasa-basi. Langsung pergi ke dalam inti tujuannya datang menghampiri Adam dan menyela.     

"Gue ada janji sama dia hari ini. Sore ini." Adam menyela dengan tegas. Menyeka kasar keringat yang turun melalui celah rambut hitam miliknya.     

"Lo merasa bersalah?" tanya gadis itu menelisik arti tatapan milik Adam Liandra Kin.     

Remaja itu menoleh. Kembali menatap Rena yang menunggu jawaban pastinya sekarang ini.     

"Hm. Sangat merasa bersalah."     

"Apa yang membuat lo merasa bersalah? Karena mengatakan hal bodoh yang menyakiti hatinya?"     

"Lo tau?" sahut Adam mengernyitkan dahinya.     

"Arka yang cerita. Katanya lo bandingin hubungan kalian dengan persahabatan Arka."     

Adam berdecak. "Sialan betul!"     

"Lo yang sialan." Rena menyahut. Menepuk kasar pundak remaja yang kembali menoleh ke arahnya. Memincingkan matanya tegas kala Rena mulai menggerutu bak orang yang sedang melakukan protes pada bos besarnya.     

"Gue salah karena membandingkan? Maksud gue—"     

"Suka membandingkan adalah sifat brengsek dari seorang manusia. Mencari mana yang lebih baik dan lebih tinggi untuk dijadikan bahan perdebatan adalah tujuan dari membandingkan. Seperti gue sama Kak Lita. Gue suka membandingkan kasih sayang, kecantikan, bakat, dan popularitas. Kak Lita jelas beribu puluh tingkat ada di atas gue," ujar Rena mencoba untuk membuat perumpamaan. Remaja jangkung yang ada di sisinya ternyata belum paham benar kesalahan apa yang sudah diperbuat olehnya terhadap sang kekasih.     

"Tapi gue sadar kalau semua orang punya kelebihannya masing-masing. Jangan bandingkan bulan dan matahari sebab mereka bersinar di waktu yang berbeda." Rena memungkaskan kalimatnya. Tersenyum ringan pada remaja yang kini memberi tatapan sendu ke arahnya.     

"Membandingkan bukan sebuah kesalahan, Adam. Kesalahan lo adalah membuat Davira menangis dan berteriak seperti orang gila. Membiarkan dia pergi begitu saja. Seharusnya lo peluk dia kemarin. Mengatakan bahwa lo salah dan lo minta maaf." Rena mengimbuhkan. Menatap remaja yang kini memalingkan wajahnya sebab ia tak tahu kalau dirinya itu benar-benar bodoh dalam memahami seorang Davira Faranisa.     

... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.