LUDUS & PRAGMA

140. Fakta Di Balik Fakta



140. Fakta Di Balik Fakta

0"Jujur kalian pacaran 'kan?" Davira mengulang kalimat tanya yang belum sempat dijawab sebab Rena sukses mengalihkan pembicaraan mereka sebelum ini. Menjadikan menu apa yang ingin dipesan dan alasan Adam juga Davira datang ke tempat ini adalah topik yang dipilih oleh gadis itu untuk mengacaukan fokus Davira yang terus menatap Arka bak seorang nyonya besar yang memergoki anak semata wayangnya berkencan.     
0

"Gue bilang waktu itu 'kan? Kalau kita gak ada hubungan sama sekali! Lo ngeyel banget sih, Ra!" gerutu Arka mulai gemas. Tatapan yang ditujukan padanya dari sang sahabat sukses membuat remaja itu kebakaran jenggot saat ini. Bagaimana tidak, Arka Aditya hapal benar bagaimana Davira Faranisa kalau sudah dilanda ketidakpastian perihal apa yang ditanyakan oleh gadis itu, maka ia akan tetap kokoh untuk mendapatkan jawaban pasti dengan bukti konkret yang tak bisa disanggah dan dicela kebenarannya.     

--inti dari semua yang terjadi saat ini, Davira akan puas jikalau Arka mengatakan iya atau menganggukkan kepalanya tegas. Tersenyum kuda sembari 'malu-malu kucing' sebab sang sahabat memergoikanya sekarang. Untuk yang kedua kalinya!     

"Bisa lo jelaskan arti gandengan tangan yang kemarin dan usapan manja barusan itu?" tukas Davira berkelit. Tersenyum aneh pada sang sahabat yang kini berdecak ringan sembari menurunkan pandangannya. Mengabaikan Adam juga Rena yang masih membungkam sembari asik menikmati menu yang mereka pesan beberapa waktu lalu.     

Untuk Adam, ia hanya akan menjadi penonton kali ini. Tak ingin banyak bersuara juga masuk ke dalam pembicaraan dua sahabat yang sedang saling adu tatap saat ini. Untuk Rena? Ia tahu menjelaskan pada Davira tak akan banyak membuahkan hasil yang bermanfaat untuknya.     

"Ceritanya panjang. Intinya kita gak pacaran! Lo tau sendiri 'kan kalau gue cuma suka sama lo!" pekik Arka dengan nada tegas. Meletakkan jari telunjuknya tepat di hadapan gadis yang kini menyeringai tajam. Melirik Adam sang kekasih yang meletakkan kasar sendok dan garpu yang ada di dalam genggamannya. Menimbulkan bunyi nyaring sedikit memekakkan telinga.     

"Hei!" Adam menyela. Mengetuk sisi meja agar bisa menarik segala perhatian remaja jangkung yang ada di depannya itu. Menatap dengan tatapan tajam bak singa yang sedang mengintai musuhnya saat ini.     

"Kalimat lo menyinggung perasaan gue," ucap Adam dengan nada ketus.     

"Lo lagi datang bulan? Kenapa lo yang jadi sensi begitu?!" Arka menimpali. Terkekeh kecil dengan nada meledek pada remaja yang kini menghela napasnya kasar. Semakin tegas mengetuk-ngetukkan ujung jarinya untuk membentur halusnya permukaan meja yang menjadi sekat duduk antara dirinya dan Arka Aditya.     

"Dia pacar gue. Gak seharusnya—"     

"Kalian udah baikan? Gue kira kalian udah putus dan gue berharap begitu." Remaja jangkung berjaket jeans yang dibiarkan terbuka tak dikancingkan itu kembali tertawa ringan di bagian akhir kalimatnya. Seakan bertengkar dan adu mulut dengan Adam Liandra Kin adalah hal yang paling menyenangkan untuknya saat ini.     

"Gue benar-benar tersinggung sekarang."     

"Itu sebabnya kalian gak cocok karena lo adalah cowok—"     

"Kalian bisa diam!" Davira menyela. Memukul meja yang ada di depannya untuk mendiamkan paksa dua remaja yang terus saja berbicara aneh dan menyebalkan.     

Rena tersenyum. Menatap perubahan ekspresi milik Davira kala marah sebab tingkah konyol dari sang kekasih juga sang sahabat terlibat begitu menggemaskan alih-alih menyeramkan.     

"Biarkan aja. Bagi laki-laki pertengkaran adalah proses pendewasaan yang bagus," papar gadis berambut pendek itu dengan nada melirih. Tersela dengan kunyahan kasar kala satu suap nasi goreng pedas manis masuk ke dalam mulutnya.     

"Bingo! Itu sebabnya gue bilang lo adalah gadis pintar." Arka menimpali. Mengusap puncak kepala gadis yang kini menoleh tajam sembari memincingkan matanya.     

"Tuh kan! Kalian pacaran!" Davira memprotes. Menunjuk aksi tiba-tiba dari sang sahabat yang sukses membuat Rena menghentikan aktivitasnya. Menyibakkan kasar tangan Arka yang sudah tega menyakiti helai demi helai rambut pendek miliknya.     

"Kayak gini lo sebut pacaran? Wah! Davira! Lo berubah banyak rupanya." Arka menyahut. Dengan nada memprotes sebab jalan pemikiran sang sahabat benar-benar berubah saat ini. Seakan ia sedang berbicara dengan seorang gadis berwajah sama dan fisik yang mirip dengan sahabatnya dulu, Davira Faranisa.     

"Pasti Adam benar-benar mempengaruhi pemikiran lo. Dia bukan pengaruh yang baik kalau begitu. Putus aja!" Arka mengimbuhkan. Dengan nada tegas sembari meletakkan pandangan pada gadis yang kini melipat bibirnya sebab kesal nan jengkel ada di dalam hatinya saat ini.     

"Ini bukan masalah gue sama Adam. Ini masalah lo sama Rena. Kalian bohongin gue dan bermain di belakang gue. Padahal gue udah anggap kalian sebagai saudara gue sendiri," ucap Davira dengan nada memelas. Menghentikan aktivitas Rena yang kini mendongak dan menatap perubahan raut wajah yang ada di atas paras jelita milik Davira Faranisa.     

"Segitunya lo pengen Arka punya pacar?" tanya Rena melirih. Membuat Davira menoleh dengan kedua mata yang membulat sempurna.     

Benar! Apa yang ditanyakan Rena adalah akar dari permasalahan Davira yang terus kokoh melempar pertanyaan untuk sahabat kecilnya itu. Bukan tanpa alasan yang mendasar Davira berpikir demikian. Gadis itu hanya ingin Arka bahagia sekarang. Bukan hanya dirinya, namun Arka juga. Davira paham bahwa ia tak bisa membawa ikut serta Arka ke dalam bahagianya bersama Adam. Sebab itu tak mungkin dan tak 'etis' untuk terjadi. Oleh karena itu, Davira ingin sekali mendengar Arka Aditya mampu melupakan perasaannya terhadap Davira dan bahagia bersama gadis yang bisa menerima perasaannya dengan benar. Membalas segala kebaikan Arka mampu membuat remaja itu tersenyum di setiap waktu. Sederhana memang permintaan Davira, namun akan terasa begitu sulit sebab itu melibatkan perasaan yang ada di dalam hati seseorang.     

"Gue akan bahagia kalau Arka bahagia."     

"Kalau gitu jadi pacar gue," sahut Arka tanpa berbasa-basi. Membuat Adam sigap bangkit sembari menatap dengan tatapan tajam miliknya.     

"Lo mau memulai pertengkaran dengan gue di sini?" tanya Adam dengan nada kesal. Cara bergurau Arka melewati batasannya sekarang!     

"Oke! Oke! Kita hentikan obrolannya dan nikmati makannya. Bukankan kita sedang double dating sekarang?" ucap Davira mencoba mencairkan suasana. Menarik pergelangan tangan sang kekasih untuk kembali duduk dan melunakkan emosi yang ada di dalam dirinya saat ini.     

"Gue punya alasan kenapa selalu pergi bersama Arka." Rena kini membuka suaranya. Tak ingin menatap siapapun yang ada di depannya saat ini dan hanya terus menfokuskan pandangannya jatuh ke dalam sepiring nasi goreng di depannya.     

"Pertama karena gue kesepian semenjak Kak Lita pergi dari Indonesia."     

Davira bungkam. Menatap teduh gadis yang kini mulai menaikkan pandangannya untuk menatap dirinya.     

"Kedua karena Arka adalah orang satu-satunya yang gue kenal baik selain lo dan Adam." Ia memungkaskan kalimatnya dengan nada melirih. Tersenyum kaku pada semua remaja yang menatap ke arahnya saat ini.     

"Jadi jangan salah paham dan mengira kita berpacaran. Gue dan Arka gak pernah tertarik sebagai seorang laki-laki dan perempuan. Gue melihat Arka hanya sebagai—"     

"Wah sekarang terkesan lo sedang nolak perasaan gue tanpa memberi kesempatan gue untuk mengatakannya." Arka menyela. Tersenyum aneh pada gadis yang ada di sisinya.     

"Itu intinya. Jadi berhenti salah paham, Davira. Itu membuat gue jadi gak nyaman sama Arka." Rena mengimbuhkan. Menutup kalimatnya dengan senyum kaku kemudian kembali melanjutkan aktivitas makannya.     

***LnP***     

Langkah ringan kembali membelah padatnya tempat perbelanjaan di pusat kota. Dengan posisi saling berhimpitan sebab tangan Davira melingkar nyata di tangan remaja yang ada di sisinya sekarang ini. Seakan tak ingin memberi jeda dan celah pada posisi mereka untuk menunjukkan pada dunia bahwa Adam dan Davira adalah sepasang kekasih yang sedang berkencan malam ini.     

"Ngomong-ngomong Rena marah sebab kita tadi?" tanya Adam menyela langkah. Menarik pandangan Davira untuk mendongak dan menatapnya dengan benar.     

Davira tersenyum ringan. "Dia lebih terlihat bahagia."     

Remaja jangkung di sisi Davira kini tegas mengernyitkan dahinya samar. Tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh kekasihnya malam ini. Di mana letak kebahagiaan milik Rena Rahmawati selepas mengakhiri kalimatnya dengan lirih dan tatapan teduh yang terkesan menyedihkan?     

"Itu artinya dia nyaman dengan kehidupannya sekarang. Dia memiliki teman bermain seperti kita juga Arka. Meskipun terkadang kesepian, tapi Arka selalu datang dan menemani. Kalimat penutup dari Rena menandakan bahwa ia hanya membutuhkan seorang sahabat ketimbang seorang pacar." Davira menerangkan. Membuat Adam kini menganggukkan kepalanya mengerti.     

"Seperti kamu dulu?" tanyanya lirih. Hanya mendapat anggukan kepala dari gadis yang ada di sisinya sekarang ini.     

Davira semakin kuat merapatkan jari jemarinya. Menempelkan bahunya pada lengan atas berotot milik sang kekasih. Sesekali tersenyum ringan sebab ia menyadari bahwa kencan malam ini memang begitu sederhana. Membeli barang yang ingin dibelinya dengan sang kekasih, bertemu dan berpisah dengan Arka Aditya sebab katanya remaja itu ingin langsung pulang lalu berjalan berdua dengan posisi saling berhimpitan seperti ini. Kini Davira benar-benar merasa bahwa ia sudah mempunyai seorang kekasih yang begitu mencintainya dengan segenap hati.     

"Haruskah kita membuat panggilan khusus?" Adam kembali membuka suaranya.     

"Panggilan khusus?"     

"Kamu suka nonton drama korea bukan? Mereka selalu membuat panggilan sayang untuk kekasihnya." Adam menerangkan singkat. Membuat Davira hanya tersenyum ringan sembari kembali memusatkan pandangannya jauh ke depan.     

"Kamu mau dipanggil apa?" tanya Adam menyela.     

"Davira." Gadis di sisinya menyahut dengan ringan     

"Ck! Itu terlalu biasa!" ucap sang remaja mencubit pipi kekasihnya.     

"Bagaimana kalau ...." Adam menghentikan kalimatnya sejenak. Mencoba berpikir apa kiranya yang tepat untuk dijadikan panggilan kesayangan kala ia memanggil nama Davira.     

"Yeo-ja-- ching--gu?" paparnya terbata-bata. Mengeja dengan hati-hati bahasa asing yang baru saja dipelajarinya beberapa hari lalu. Adam ingin menyenangkan kekasihnya dengan masuk dan mempelajari apapun yang disukai oleh Davira Faranisa.     

"Hei! Itu terlalu berlebihan," gerutu Davira memprotes.     

"Benarkah? Kalau begitu Honey!" sela Adam tersenyum kuda.     

"Honey?" sahut seorang gadis yang berdiri di belakang mereka. Membuat Adam juga Davira sigap memutar tubuhnya dan menoleh menatap siapa yang baru saja menyela.     

"Davina?"     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.