LUDUS & PRAGMA

144. Cerita Penutup Senja



144. Cerita Penutup Senja

0Indah pemandangan yang ada di dalam lukisan besar sisi ruangan. Menarik siapapun yang berlalu lalang untuk sekadar menoleh dan sekilas memandang atau kalau punya waktu berlebih, bolehlah mampir sejenak. Memandang dan menikmati indah pemandangan yang dihasilkan oleh tarian kuas berwarna di atas putih nan sucinya kanvas sang pelukis. Di depan lukisan kuno itu lah, Davina berada. Bukan tempat asing lagi untuk gadis itu mengingat ini adalah kesekian kalinya ia datang kemari. Dalam satu minggu terakhir, Davina akan datang setiap hari Senin hingga Kamis. Mengasah bakat dan otaknya agar bisa dikatai si anak pandai berotak cemerlang. Ya, ini adalah tempat kursus les privat yang menjadi langganan setiap sore selepas pulang sekolah untuk gadis berambut panjang dengan poni tipis yang jatuh di sepasang alis cokelat melengkung miliknya.     
0

Tak asing jikalau seseorang melihat gadis itu tegas menatap lukisan besar di depannya, sebab itulah aktivitas favoritnya kala menunggu jemputan dari sang mama selepas jarum jam menunjuk tegas ke angka 8 malam. Ia tak ingin bosan. Namun juga tak ingin berbincang dengan teman-teman satu tempat les dengannya. Alasan tak lain tak bukan adalah sistem pertemanan yang terjadi di sini sedikit rumit. Singkat saja, seperti kalau mereka sedang baik padamu maka kau akan diperlakukan bak ratu cantik dari negeri dongeng. Tapi kalau kau sedang berbuat salah dan melakukan hal bodoh, maka jangan salahkan mereka jikalau kau ditendang keluar dari lingkup pertemanan. Menunggu orang baik atau waktu yang baik untuk membuatmu kembali 'ditarik' masuk ke dalam pertemanan mereka.     

Davina tak suka itu. Ia adalah tipe orang yang sederhana. Baik dalam mencintai maupun membangun sebuah lingkup pertemanan. Katakan saja seperti, ia mencintai Adam Liandra Kin. Sangat sederhana! Davina hanya ingin memiliki raga Adam berserta rasanya. Tak ingin terlalu terburu-buru saat ini melihat situasi dan kondisi yang tak memungkinkan untuknya bisa mendapatkan seorang Adam Liandra Kin. Jadi, ia akan menggunakan cara yang sederhana dengan langkah pelan nan teratur.     

"Sedang meratapi nasib?" Seseorang menyela dirinya. Sukses membuat Davina terkejut dan menoleh ke sisinya. Gadis cantik bermata kucing yang didapati oleh sepasang lensa indahnya sekarang ini. Membuat gadis itu berdecak kasar seakan tak berminat untuk menyambut kedatangan dari Kayla Jovanka.     

"Lo gak tanya kenapa gue bisa di sini?" Kayla berbasa-basi. Ikut berdiri sejajar dengan gadis yang kini kembali tak acuh akan kehadirannya.     

Davina menggeleng. Ia tahu mengapa gadis brengsek menyebalkan ini ada di dalam lingkungan bangunan les privat tempatnya berada dan menghabiskan sore. Sebab Kayla Jovanka adalah salah satu murid baru di sini. Ia mendengar kabar bahwa seseorang datang dan masuk sebagai anak baru dengan latar belakang mirip dengan Davina Fradella Putri. Bersekolah di tempat yang sama membuat semua orang menanyai akan kebenaran gadis berwajah oriental yang baru saja masuk bergabung.     

Tak ingin banyak berbicara, Davina hanya mengangguk, mengerang, atau sesekali menjawab iya untuk menjawab dan memungkaskan obrolan yang membuat dirinya menjadi satu-satunya narasumber utama untuk membenarkan berita simpang siur yang datang.     

"Gue melihat lo masuk tadi," sahut Davina dengan nada ketus. Tak ingin memindah fokus hanya terus menatap gadis yang ada di sisinya sekarang ini.     

"Padahal gue mau kasih kejutan." Kayla berbasa-basi. Tersenyum ringan mengakhiri kalimatnya.     

"Davira udah jujur sama gue."     

Kayla menoleh. Menatap dari samping paras ayu milik Davina Fradella Putri yang tak terlihat goyah maupun gusar sedikitpun saat ini.     

"Jadi? Lo akan balas dendam atas rasa sakit hati lo sekarang?" tanya Kayla sembari melirik lipatan tangan milik Davina. Kemudian menarik satu bibirnya untuk menyeringai samar.     

Davina tersenyum. Menoleh pada gadis yang masih menunggu jawaban darinya itu. "Gue bukan gadis bodoh kayak lo," ucapnya tertawa kecil.     

"Cara lo terlalu murahan dan monoton. Mengganggu dan mengusik Davira adalah hak yang terlihat bodoh sebab itu tak berguna sama sekali." Ia tersenyum aneh untuk menutup kalimatnya. Membuat Kayla kini memincingkan matanya tajam. Memutar tubuh kerempeng miliknya untuk bisa benar menatap Davina.     

"Kenapa lo berbicara seakan cara lo adalah hal yang paling tepat?" tanya Kayla meremehkan. Sukses membuat gadis yang ada di depannya kini kembali terkekeh sebab ia merasa lucu dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh gadis bermata kucing di depannya itu.     

"Lihat saja. Lo akan tahu nanti." Davina menepuk pundak gadis yang ada di depannya. Tersenyum ringan kemudian memutar langkah untuk berjalan meninggalkan Kayla di tempatnya. Tak banyak yang diucapkan oleh gadis itu dalam sepersekian detik berselang. Hanya diam menatap langkah kaki gadis yang kini mulai menjauh darinya.     

"Gimana kalau lo gagal?" Kayla menyela. Sedikit menambah volume suaranya sebab Davina berposisi sedikit jauh darinya sekarang ini.     

Gadis itu menoleh. Menatap dari jarak sedang gadis bermata kucing yang terlihat anggun dengan gaun pendek selutut bertas punggung kecil yang berwarna senada dengan sepasang sepatu yang membalut rapi kedua kakinya.     

"Gue akan bergabung sama lo. Menghancurkan mereka berdua dengan cara konyol yang lo punya," tukasnya sembari tertawa ringan. Membuat Kayla kini tegas mengerutkan dahinya samar.     

"Hati-hati di jalan." Davina menutup kalimatnya. Tersenyum seringai dengan tatapan malas untuk memberi salam perpisahan pada gadis yang masih diam bungkam dengan perubahan raut wajah yang dalam keyakinan penuh Davina, pasti Kayla dengan mengumpati dirinya saat ini.     

***LnP***     

Musik jazz tegas menggema di ruangan. Dengan lampu terang dan aroma khas roti panggang yang masuk menari-nari di dalam lubang hidung, ruangan luas berisi penuh jajaran kursi dan meja yang hampir separuh terisi oleh pengunjung yang datang ini lah, Arka Aditya bersama Adam Liandra Kin berada. Momen yang langka. Mengingat bahwa keduanya tak pernah mau dipertemukan dalam sebuah pertemuan pribadi seperti ini. Di tengah kerumunan saja, salah satu dari mereka pasti menghindari pergi. Apalagi kalau bertemu secara intim begini.     

"Katakan apa yang mau lo katakan." Arka menyela. Sukses membuat remaja di depannya menatap. Menghentikan aktifitasnya menyeruput es cokelat yang ada di dalam gelas miliknya. Tinggal satu seruput lagi, maka bisa dikatakan bahwa Adam mampu menghabiskan minuman yang dibelikan oleh Arka Aditya beberapa menit yang lalu.     

"Apa yang lo omongin sama Davira?"     

Arka terdiam sejenak. Mematung sebab ia tak percaya, Adam memanggilnya datang melalui pesan singkat dengan kata 'penting' yang dipertegas lalu membuatnya membayar semua pesanan mereka adalah hanya untuk menanyakan hal seperti itu?     

"Itu rahasia gue sama Davira."     

Adam berdecak. "Lo mau dicap sebagai perusak hubungan orang?"     

"Kenapa gak tanya langsung sama dia? Maksud gue sama Davira," tukas Arka menimpali. Sukses membuat Adam kini menghela napasnya sebab mulai geram. Bukan tentang kalimat yang diucapkan oleh Arka, melainkan cara remaja itu berbicara pada Adam Liandra Kin.     

"Gue gak mau dia sakit hati." Ia melirih. Kini tegas menatap remaja yang ada di depannya.     

"Katakan apapun itu dan gue akan mengatakan maksud dan tujuan sebenarnya kenapa gue mengajak lo ke sini."     

"Tujuan sebenarnya?"     

Adam mengangguk. "Hm. Tujuan sebenarnya."     

... To be Continued ....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.