LUDUS & PRAGMA

130. Senja Yang Unik



130. Senja Yang Unik

0Bayu menerpa. Membelai lembut permukaan kulit sepasang remaja yang tegas berjalan membelah jalanan sedikit sepi di depannya. Selepas turun dari halte bus dan memutuskan untuk sejenak mampir di kedai es krim langganannya bersama sang sahabat dulu, Arka merasa lega sudah memastikan bahwa perasaan Rena sedikit lebih baik dari sebelum ini.     
0

Gadis itu baru saja menyaksikan dengan mata kepalanya dan mendengar dengan sepasang telinga miliknya sendiri. Sang kakak benar-benar mengakhiri mimpinya menjadi seorang balerina terkenal. Keluar dari kursus bahkan mengundurkan diri dari sekolah siang ini. Rena tak tahu apa yang sedang terjadi saat ini mengingat kemarin sang kakak masih terlihat baik-baik saja seperti biasanya. Bertengkar dan saling cekcok adalah hal biasa untuk Rena juga Lalita. Sekarang ada satu pertanyaan besar yang menghuni di dalam pikirannya, di mana letak kalimat Rena yang sudah mampu memporak-porandakan pendirian sang kakak kali ini?     

Meskipun hati Rena sedikit lebih baik dan lega dari sebelumnya sebab pertanyaan besar mengenai kebenaran apa yang dikatakan sang kakak sudah mulai hanyut menghilang selepas ia memastikan itu semua ditemani oleh teman barunya, Arka Aditya. Akan tetapi, tetap saja. Rena belum benar puas kalau ia tak mendengar semuanya secara utuh keluar dari mulut Lalita Rahmawati.     

"Apa yang ingin lo lakuin sekarang?" tanya remaja jangkung di sisinya menyela langkah. Menarik tatapan gadis berambut pendek yang menoleh sedikit mendongak sebab tinggi Rena tak cukup untuk menjangkau remaja jangkung di sisinya itu.     

"Pulang dan berbicara dengan Kak Lita." Rena menyahut dengan nada lirih. Kembali mengalihkan tatapannya menatap lurus jalanan yang ada di depannya.     

"Lo mau maki-maki dia seperti tadi lagi? Bilang dia pengecut dan—"     

"Gue hanya butuh alasan yang masuk akal," sahut Rena memotong kalimat milik Arka Aditya.     

Arka menganggukkan kepalanya mengerti. Sejenak diam membentang di antara keduanya. Tak saling pandang juga tak saling berucap bak dua orang asing yang sedang berjalan dengan langkah dan arah tujuan yang sama kali ini.     

Arka diam membungkam mulutnya sebab ia tak tahu, harus bertanya apa lagi untuk mencoba mencairkan suasana di antara keduanya saat ini. Untuk Rena, ia diam sebab ada rasa aneh yang kini menyelimuti di dalam hatinya. Rasa itu Rena tak pernah merasakannya sebelum ini. Jadi, Rena tak bisa mendeskripsikan dengan benar apa yang sedang dirasakannya sekarang ini.     

"Perasaan lo?" Arka akhirnya menyela selepas menemukan topik pembicaraan yang tak keluar dari jalur obrolan mereka sebelum ini.     

"Ada apa sama perasaan gue?" tanya Rena memincingkan matanya. Kembali menatap Arka sejenak untuk menyelidiki maksud dan arti pertanyaan singkat yang dilontarkan padanya barusan itu melalui perubahan ekspresi wajah sang remaja tampan bertubuh tinggi di sisinya itu.     

"Gue yakin lo masih punya perasaan 'kan? Bahkan Davira yang seperti itu saja, masih bisa menangis dan menyukai seseorang. Jadi gue yakin lo pasti merasakan sesuatu sekarang ini." Arka menerangkan. Sukses membuat gadis yang ada di sisinya menyeringai tajam.     

"Kenapa gue harus merasakan itu? Maksud gue—"     

"Karena keadaan lo sedang tidak baik-baik saja." Arka memotong kalimat gadis yang kini membungkam rapat mulutnya. Sejenak memberi tatapan untuk Arka kemudian mengalihkan tatapannya sebab ia yakin bahwa sekarang ini Arka sedang melihatnya sebagai seorang gadis rapuh yang sedang terluka hatinya.     

"Pasti ada yang aneh di dalam sana. Buktinya lo menangis tadi." Remaja jangkung itu mengimbuhkan.     

Rena kini menghela napasnya kasar. "Entah kenapa, hati gue terasa sakit dan panas sekarang. Gue juga kecewa dan marah."     

"Ada rasa menyesal juga," imbuhnya menutup kalimat dengan senyum tipis nan kaku sebab apa yang dirasakannya sekarang ini benar-benar mengganggu dirinya.     

"Itu yang dinamakan rasa cinta dan kasih sayang yang sebenarnya." Arka menimpali. Menyenggol bahu gadis yang kini tegas menoleh dan memberi tatapan aneh padanya.     

"Itu janji gue kemarin soal gue yang mau ngajarin lo untuk merasakan indahnya mencintai. Seperti ini rasanya," ucap Arka menutup kalimat dengan senyum manis.     

"Indah?" Rena samar mengerutkan dahinya. Tak mengerti mengapa kata 'indah' terselip di antara kalimat milik Arka Aditya barusan itu.     

"Hm. Jika kita menikmatinya itu akan sangat indah."     

Sinting! Itulah kata pertama yang terlintas di benak seorang Rena Rahmawati kala Arka benar-benar memungkaskan kalimatnya dengan senyum manis seakan semuanya memang benar wajib untuk dinikmati alih-alih diberi keluh dan kesal.     

"Ah lupakan. Ngomong sama lo emang gak ada habisnya."     

Arka tertawa kecil. Mengacak puncak kepala gadis yang ada di sisinya kemudian kembali menatap lurus jalanan yang ada di depannya sekarang ini.     

"Ngomong-ngomong dari sekian banyak tempat, kenapa memilih kedai es krim untuk sore ini?" tanya Rena menyela langkah Arka. Menatap kedai besar yang kini mulai terlihat jelas oleh sepasang lensa indah miliknya.     

"Karena ada gelato enak di sana." Arka menyahut dengan nada ringan. Sukses membuat langkah Rena terhenti sejenak kala posisi mereka sudah mulai dekat dengan tujuan akhir sebelum sore hilang dan malam datang.     

"Lo mau ngajak gue makan gelato sore-sore gini? Wah! Lo beneran sinting rupanya!" gerutu Rena memutar langkahnya cepat untuk menjauh dari tempat tujuan mereka berada. Bodoh memang Rena itu. Bagaimana bisa ia mengikuti setiap langkah yang diciptakan oleh Arka tanpa bertanya terlebih dahulu, mau pergi kemana mereka sekarang ini?     

Arka yang baru saja menatap perubahan langkah milik gadis berambut pendek itu kini sigap mengulurkan tangannya. Menarik pergelangan tangan Rena untuk membawa tubuh gadis itu datang dan kembali padanya. Pergi bersama Arka dengan arah tujuan yang sama. Kedai es krim untuk membeli gelato yang biasa ia makan dengan sang sahabat kalau suasana hati sedang tak baik.     

"Ini bisa bikin suasana hati lo jadi baik," kekeh Arka 'menyeret' tubuh Davira untuk masuk ke dalam bangunan kedai. Mendorong pintu kaca yang ada di depannya dengan tak melepas genggaman tangannya untuk menahan Rena agar tak kabur dan pergi menjauh darinya sebab kesal akan ide gila remaja jangkung yang akan mengajaknya makan dingin di cuaca yang juga tak kalah dinginnya.     

"Arka?" panggil seseorang dengan tegas. Sukses membuat Arka juga Rena menoleh bersamaan.     

"Sudah kubilang mereka pacaran," imbuhnya membuat gadis yang duduk di depannya menoleh. Menatap ke belakang untuk melihat remaja yang baru saja datang dan membuyarkan fokus keduanya dalam berbincang ringan dan intim.     

Davira menatap sejenak paras remaja tampan yang sudah tak asing lagi untuknya. Sejenak mengernyitkan dahinya kala tak sengaja melirik jari jemari Arka yang menggenggam kuat pergelangan tangan Rena kemudian melepaskannya perlahan kala menyadari bahwa Davira melihat semuanya. Genggaman itu akan membuat sang sahabat salah paham sekarang ini.     

"K--kalian datang bersama?" tanya Davira sedikit gagap. Hal yang mengejutkan mungkin bukan datangnya Arka bersama Rena, namun genggaman tangan dan ekspresi terkejut keduanya kala Adam juga Davira memergoki keduanya datang bersama. Bak dua tersangka yang kepergok polisi selepas melaksanakan perkejaan kotor mereka, itulah deskripsi keadaan Arka juga Rena saat ini.     

"Enggak!"     

"Iya!" Keduanya menjawab bersamaan. Dengan kata yang berbeda membuat Davira kini tajam menyeringai. Terkekeh sejenak kemudian mengetuk kursi kosong yang ada di sisinya untuk memberi isyarat pada Arka juga Rena agar datang dan mulai menjelaskan situasi yang membuat mereka harus memberi jawaban dusta yang berbeda.     

Arka menghela napasnya ringan. Menganggukkan kepalanya mengerti kemudian berjalan mendekat ke arah meja tempat Adam dan Davira berada. Diikuti oleh langkah sepasang kaki jenjang milik Rena yang mengekori dari belakang.     

Arka menarik kursi yang ada di sisi Davira. Berniat hati ingin duduk di sana dan berbincang menjelaskan situasi yang terjadi padanya juga Rena agar tak ada kesalahpahaman diantara mereka nanti.     

"Duduk di samping gue," sela Adam dengan nada tegas. Membuat Arka menoleh dan menatap remaja jangkung di depannya itu dengan tatapan tajam.     

"Ada larangan Arka gak boleh duduk di kursi ini?"     

Adam mengangguk. "Hm. Gue yang bikin baru aja. Lo gak paham?"     

Arka kini memutar tubuhnya serong. Berkacak pinggang di depan Adam yang masih menyorotkan lensa elang miliknya untuk menatap dan membidik wajah menyebalkan milik Arka Aditya saat ini.     

"Ada pacar lo sekarang. Jangan buat dia kecewa meskipun Davira adalah sahabat lo. Perasaan cewek lebih sensitif, Ka." Adam mengimbuhkan. Memicu reaksi dari remaja yang kini menggigit bibir bawahnya sebab Adam terlalu menyebalkan kali ini.     

"Gue bukan pacarnya Arka." Rena menyahut. Berjalan mendekat dan menggeser kasar tubuh jangkung milik Arka Aditya agar memberinya celah duduk di sisi Davira.     

"Lihat 'kan? Dia marah sekarang," papar remaja berponi belah tengah itu sembari menyeringai samar.     

"Dia bilang dia bukan pacar gue," jawab Arka melirih.     

"Dia bilang gitu pasti karena marah." Adam menimpali. Menatap sejenak Rena yang mulai membuang tatapannya ke luar jendela sebab ia muak dengan Adam juga Arka yang selalu saja bertingkah bak bocah tak tahu malu.     

"Lo bisa diem sekarang? Gue mau bicara sama Davira," pinta Arka memutar langkahnya. Berjalan mendekat pada satu kursi kosong yang bersisa selepas Rena menarik kursi miliknya dan duduk di sisi Davira.     

"Buat apa ngomong sama pacar gue? Lo bisa ngomong sama gue nanti gue sampaikan ke pacar gue."     

"Lo bukan orang tua dia yang harus membatasi—"     

"Kalian selalu begini?" Rena lagi-lagi menyela. Memotong kalimat dari Arka yang menoleh dan memberi tatapan padanya.     

"Hanya karena Davira?" imbuhnya menatap gadis yang masih diam sembari mendengarkan. Awalnya Davira muak dengan segala tingkah konyol milik Adam kala bertemu dengan Arka begitu juga sebaliknya. Davira hanya ingin mereka membedakan posisi mereka masing-masing untuk Davira Faranisa.     

Arka adalah sahabat yang paling ia sayangi dan Adam adalah kekasih yang sedang ia cintai sekarang ini. Rena adalah teman baru yang membuat Davira nyaman melebihi pertemanannya dengan Davina Fradella Putri.     

"Jika kalian bertengkar sekali lagi, aku akan pergi." Davira menyela. Membuka suara dengan lirih sebab ia benar-benar terganggu dengan kelakukan dua laki-laki yang sedang bersamanya itu.     

Arka Aditya juga Adam Liandra Kin. Mereka sama-sama menyebalkan saat ini.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.