LUDUS & PRAGMA

104. Jawaban Indah Penutup Senja.



104. Jawaban Indah Penutup Senja.

0Suara bel ditekan nyaring mengudara. Memenuhi ruangan luas yang sedikit sepi sebab hanya berhuni satu remaja tak tinggi fisik namun tampan parasnya yang sedang menyatap makan malam seorang diri. Tak ada sang kakak yang menemani malam ini, juga tak ada sang mama sebab wanita itu memilih tidur lebih awal malam ini. Jadi, ia memutuskan untuk menyantap hidangan yang ada seorang diri sekarang ini.     
0

Untuk kesekian kalinya, suara bel nyari memenuhi lubang telinganya. Mengganggu segala fokusnya untuk menyantap makanan dengan tenang kali ini. Tubuhnya sigap berdiri. Berjalan tegas menuju ambang pintu sembari sesekali menyahut dengan kalimat asal dan nada malas tanda tak suka dirinya akan kehadiran tamu malam-malam begini.     

Ia membukakan pintu rumahnya. Menatap perawakan tinggi seorang gadis yang tegas mengembangkan senyum untuk menyambut kedatangannya malam ini.     

Benar! Parasnya identik dengan Adam Liandra Kin seperti yang pernah diceritakan Candra padanya sebelum ini.     

"S--siapa?" tanya sang remaja sejenak menelisik setiap bagian tubuh gadis cantik yang masih antusias dengan senyum kuda tanda mencoba ramah dengan tuan rumah yang sudah diganggunya malam-malam seperti ini.     

Gadis itu mengulurkan tangannya ringan. Masih dengan senyum nyata yang mengembang di atas paras cantik miliknya. "Davina Fradella Putri. Kamu bisa manggil aku Davina," ucapnya memperkenalkan diri.     

Raffa menghela napasnya ringan. "Mau cari kak Adam?"     

Gadis di depannya mengangguk. "Kakak kamu ada?"     

"Dia belum pulang sejak tadi pagi. Mungkin main di tempat temennya," tukas Raffa sedikit ketus. Bukannya tak suka akan kehadiran Davina yang menyambangi rumahnya malam-malam begini. Raffa hanya tak suka pada gadis-gadis cantik yang terus saja datang dan menanyai di mana keberadaan sang kakak kali ini.     

"Dia pergi main dengan wajah seperti itu?"     

Raffa mengubah arah sorot mata yang tadinya melirik kotak P3K yang ada di dalam tas transparan yang dibawa oleh gadis di depannya itu kini mengarah pada paras Davina yang sedikit samar mengerutkan dahinya.     

"Wajah seperti itu?" tanya Raffa mempertegas.     

"Ah, Adam belum pulang dari tadi, jadi mungkin kamu gak tau apa yang—"     

"Jangan berbasa-basi." Raffa menyela. Memotong kalimat gadis yang kini membulatkan sepasang mata indah miliknya. Lukis wajah remaja yang jauh lebih pendek darinya itu memang mirip identik dengan sang kakak. Hanya saja, hidung Raffa sedikit pesek tak sepanjang dan selancip hidung milik sang kakak. Akan tetapi sikap dan sifat mereka benar-benar bertolak belakang.     

Adam adalah si tampan nan ramah dengan sedikit kebrengsekan yang mengakar dalam dirinya. Mempermainkan perasaan gadis adalah caranya menikmati hidup sebagai seorang remaja. Namun, Raffa sedikit lain. Sikap dingin cenderung tak acuh adalah sikap dari remaja yang satu tahun lebih tua dari sang kakak itu. Pembawaan Raffa sedikit lebih tenang dari Adam Liandra Kin. Membuat remaja berponi tipis itu terlihat misterius dengan raut wajah datar tak banyak ekspresi yang ditunjukkannya.     

"Adam berantem sama temennya di sekolah. Dia terluka parah," sahut Davina tegas.     

Kalimat singkat milik sang gadis itu sukses membuat perubahan ekspresi di atas paras tampan milik Raffardhan Mahariputra Kin.     

"Kakak bisa pulang." Tegas remaja di depannya mengusir. Membuat gadis yang ada di depannya sukses membulatkan matanya sempurna. Ia diusir bahkan tanpa ditawari masuk dan duduk sembari menikmati minuman atau camilan yang ada?     

"Kakak udah tau kalau Kak Adam belum pulang. Jadi, kakak bisa pergi sekarang."     

Davina tersenyum aneh. "Gimana kalau sebentar lagi Adam pulang? Tak bisakah aku menunggu di sini dan—"     

"Kalau kakak ada pesan yang bisa aku sampaikan, katakan aja. Kalau Kak Adam pulang nanti, aku akan memberitahukannya."     

Davina menghela napasnya kasar. Mengangguk samar kemudian memungkaskan kalimatnya dengan senyum kaku tanda tak puas hatinya malam ini.     

Dalam banyangan Davina, ia akan disambut baik oleh keluarga Adam juga sang pujaan hati, Adam Liandra Kin. Diberikan sedikit celah dan waktu yang pas untuknya bisa berdua dengan Adam juga berbincang ringan tanpa jeda dan celah yang berarti. Mengobati luka yang ada di atas paras tampan milik remaja jangkung itu sebab seingatnya, Adam menolak niat baik dari Kayla Jovanka.     

Akan tetapi, apa ini? Dirinya ditolak menatah-mentah bahkan di awal kedatangannya seperti sekarang ini.     

***LnP***     

Tegas tatapannya menatap gerbang besar yang ada di depannya. Selepas mengusir Davina si gadis asing yang beberapa menit lalu hampir satu putaran penuh jarum jam datang dan memberikan sebuah informasi tak terduga pada Raffa, remaja itu memutuskan untuk datang kemari. Menyambangi rumah seorang gadis yang dalam tebakannya, pastilah sang kakak sedang berada di dalam sana. Entah apa yang sedang dilakukannya, akan tetapi setelah mengakhiri panggilan suara dengan Arka Aditya untuk menanyakan keberadaan sang kakak, remaja itu tegas mengumpulkan niat dan keyakinan penuh untuk sampai ke tempat ini. Sebab ia tahu, sang kakak akan datang ke sini.     

"Makasih udah ngobatin luka aku." Suara samar terdengar masuk ke dalam lubang telinganya. Remaja itu kini mengurungkan niatnya untuk mengetuk gerbang atau menekan bel yang ada di sisinya. Memutuskan untuk menunggu orang yang kini semakin tegas berjalan mengarah padanya.     

"Raffa?" sela Davira sesaat setelah membuka pintu gerbang yang ada di depannya. Sigap membuat Adam menoleh cepat untuk menatap paras remaja yang sudah berdiri di depan ambang pintu rumah gadis pujaannya.     

"Kakak benar ke sini rupanya," tukasnya dengan tegas. Menatap paras sang kakak yang terlihat baru saja diobati.     

"Davira nolong aku buat bersihin dan ngobatin luka aku. Jadi—"     

"Kamu tau kakak kamu di sini dari siapa? Arka?" Davira menyela. Melirik Adam yang kini terdiam sebab kalimatnya baru saja dipotong oleh Davira.     

"Kakak pasti ke sini." Raffa menyahut dengan nada tegas tanpa keraguan di setiap kalimat yang lolos terucap dari celah bibir ranum miliknya.     

"Makasih karena udah bantuin kak Adam, Kak."     

Davira mengangguk. "Kalian bisa pulang sekarang."     

"Mama nyariin," sahut Raffa berdusta. Bahkan sang ibunda pun tak tahu jikalau Raffa pergi dari rumah untuk menyusul sang kakak yang tak kunjung kembali.     

***LnP***     

Berjalan beriringan dengan menuntun moge besar milik Adam Liandra Kin adalah aktivititas keduanya saat ini. Menatap lurus jalanan di sepi untuk mencari bengkel sebab motor sang kakak sedang merajuk malam ini. Ban belakang motor gede yang didominasi warna abu-abu tua itu bocor sebab satu paku yang menancap di atas permukaan ban dan menembus masuk ke dalam. Mengeluar angin yang ada di dalamnya hingga membuat kempes adalah kondisi yang mendorong Adam berjalan kaki sembari menuntun moge miliknya itu.     

"Tambal bannya kayaknya bakalan jauh. Kamu bisa naik bus sendirian aja. Aku cari tambal ban sendiri gak papa." Adam menyela keheningan yang ada. Melirik sang adik yang masih fokus menatap jalanan di depannya.     

"Raffa? Kamu dengerin kakak 'kan?" imbuh Adam memastikan.     

Raffa menoleh. "Kita cari sama-sama."     

Adam terdiam sejenak. Dalam langkah berkecepatan sedang itu, Adam hanya mengangguk sembari tersenyum singkat.     

"Mama udah tidur?" tanyannya mengubah topik pembicaraan.     

Raffa menaikkan kedua sisi bahu lebarnya. Melirik sang kakak yang masih sama dengan ekspresi datar tanpa ada perasaan bahagia yang mengiringi meskipun ia baru saja menyambangi rumah gadis tercinta.     

Alih-alih bahagia dengan senyum sumringah menghias di atas paras tampannya, sang kakak hanya terus terdiam sembari menatap lurus ke depan dengan sesekali menghela napas berat tanda lelah hati bukan raganya.     

Adam Liandra Kin ditolak untuk kedua kalinya oleh Davira Faranisa?     

"Ada sesuatu di dalam rumah Kak Davira?" Raffa menyambung. Sedikit memiringkan kepalanya untuk memastikan bahwa sang kakak baik-baik saja meskipun ia paham benar bahwa hatinya sedang tak baik kali ini.     

Adam tersenyum kecut. "Menurut kamu mana yang akan bertahan lebih lama, hubungan percintaan atau hubungan persahabatan?"     

Random! Pertanyaan yang dilontarkan padanya sangat acak tak tentu arah dan tujuannya. Bagi seorang Raffardhan Mahariputra Kin, kakaknya kini terlihat seperti orang asing baginya. Dalam kamus percintaan seorang Adam Liandra Kin tak ada yang namanya khawatir akan penolakan, gundah gelisah sebab hama-hama rendahan menjadi saingannya, atau sedih merana sebab dicampakan dan diduakan oleh pasangannya.     

Adam akan pergi jikalau gadis yang menjadi incarannya itu 'menjual harga dirinya' dengan mahal. Atau kalau-kalau sang kakak menganggap bahwa gadis yang menjadi targetnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan dan idam-idamkan olehnya.     

Akan tetapi, Davira Faranisa membuat sang kakak mengubah caranya dalam mencinta. Menaruh harapan tinggi, lebih bersabar, dan mampu menyisihkan napsu juga ego. Berjalan sedikit demi sedikit dengan cara yang rapi dan halus untuk menaklukkan gadis incarannya.     

Sekarang ia paham benar, bahwa cinta yang tulus bukan hanya pasal berkata dan mengumbar janji manis pada pasangannya. Cinta yang benar-benar tulus adalah cinta yang menaruh harapan tinggi pada akhir untuk bisa berbahagia bersama. Menerima segala kesalahan dan kekurangan pasangan, melebarkan sabar yang dipunyai dan berusaha memberikan segala hal baik untuk sang pasangan. Mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi dengan mencuri waktu untuk berbincang bersama selagi sela dan jeda ada di antara kesibukan masing-masing. Adam, sang kakak kini paham benar akan hal itu. Ia mencintai Davira dengan hatinya yang tulus. Menunggu dengan sabar bersama waktu yang terus berputar, berharap penuh agar orang yang dicintainya berbalik dan kembali menatapnya sebagai sebuah harapan untuk melabuhkan bahagia bersama di akhir kisah nanti.     

"Tentunya persahabatan." Raffa menyahut.     

"Tapi hidup juga butuh cinta 'kan?" imbuh remaja itu melanjutkan. Sukses membuat sang kakak menoleh dan menatapnya teduh.     

"Seseorang akan bahagia jika ia bisa hidup dengan hubungan yang saling imbang. Persahabatan yang bahagia bersama teman lama juga percintaan yang indah melengkapi bersama orang baru yang mencuri hati. Bukankah kakak setuju akan hal itu?" Raffa tersenyum singkat untuk menutup kalimatnya.     

"Jadi?"     

"Kalau kakak suka dengan Kak Davira, buatlah ia nyaman dengan dengan hubungan barunya bersama kakak. Jangan membuatnya berpikir dua kali dengan memilih antara Kak Adam atau Kak Arka."     

Adam tersenyum ringan. Di usianya yang masih muda, bagaimana bisa sang adik lebih bijak dalam menyikapi hubungan percintaan ketimbang dirinya?     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.