LUDUS & PRAGMA

109. Perasaan Yang Sebenarnya



109. Perasaan Yang Sebenarnya

Tatapannya teduh menatap kaca besar yang tegas memantulkan bayangan dirinya. Gaun rapi membalut tubuh mungil sedikit semampai memiliknya. Memadu madankan antara dress pendek selutut berwarna cokelat muda dengan ikat pinggang kecil berbentuk pita yang apik nan rapi melingkar di atas pinggangnya dengan sepasang flat shoes berwarna senada adalah penampilan yang sukses membuat kesan cantik nan anggun melekat pada diri Davira Faranisa.     

Polesan make up di wajahnya tipis namun sukses untuk mendukung dan menyempurnakan paras cantik miliknya. Dengan warna eye shadow tipis merah mata yang dicampur dengan warna cokelat muda si ujung kedua mata bulatnya, blash on merah tipis ia poleskan dan usapkan di atas pipi yang sedikit cubby, eyeliner dan maskara yang menghias membentuk lengkung mata yang menawan, alis cokelat indah duduk rapi di atas sepasang mata bulatnya serta lipstik merah muda sukses menyudahi keindahan yang ada ada di dalam paras cantik milik Davira Faranisa.     

Janji akan segera dipenuhi. Dalam pesan singkat yang baru saja dikirim Adam untuk Davira, remaja itu awalnya ingin menjemput Davira di depan rumahnya. Menyusuri jalanan bersama untuk sampai ke tempat tujuan mereka berada. Akan tetapi, Davira menolaknya. Dengan penuh pengertian dan kelembutan, Davira Faranisa membalas pesan itu dengan mengatakan bahwa ia akan pergi seorang diri saja. Tak apa tak usah mengkhawatirkan atau merasa tak enak sebab Davira pergi mengunjungi konser seorang diri padahal itu adalah ajakan dari remaja jangkung pemilik nama Adam Liandra Kin.     

Awalnya Adam menolak, dikata dengan tegas bahwa remaja itu ingin Davira datang bersamanya sebab Adam sekaligus ingin meminta perijinan dari sang mama gadis tercinta. Bersama pergi juga bersama pulang, begitu katanya menyanggah kalimat dan permintaan dari Davira. Bukan Davira namanya kalau tak kokoh dalam pendiriannya. Gadis itu dengan tegas menolak untuk keduanya kalinya. Dalam syarat yang diajukan oleh Adam untuk menyetujui permintaan sang gadis tanpa mau menimbulkan perdebatan berarti, Adam mengatakan bahwa saat pulang nanti, Adamlah yang menjadi navigasi untuk Davira. Tak ada bantahan, tak boleh disanggah lagi! Begitu katanya menutup kalimat.     

Gadis itu kini tegas menyambar tas slempang miliknya yang tergantung di sisi ruangan. Tak lupa dengan tote bag kecil berisi jaket Adam di dalamnya. Hari ini, ia ingin mengembalikannya. Tak ingin berlama-lama lagi dalam menyimpan sebab barang itu bukan milik Davira atau Arka Aditya. Toh juga, tak ada alasan Davira untuk menyimpannya 'kan?     

Davira tegas berjalan selepas keluar dan menutup pintu kamarnya. Turun dari lantai atas dengan menapakki satu persatu anak tangga. Sejenak menatap jam dinding besar yang tergantung di sisi ruangan. Tepat! Jikalau ia datang dengan menggunakan taksi sekarang, maka tak akan terlambat sesuai dengan janji mereka tadi sore.     

Ia melanjutkan langkahnya. Tak ada mama, sebab kalau di hari penutup sebelum akhir pekan datang seperti ini, wanita yang sudah banyak memberinya kasih sayang dan merawatnya semenjak dirinya dinyatakan lahir di dunia itu akan menghabiskan waktu di kantor paling lama hingga pukul 11 malam. Jadi, Davira hanya perlu meminta ijin melalui pesan singkat tanpa harus menyambangi kamar sang mama.     

Gadis yang begitu cantik dengan konsep berpakaian serta bersoleknya malam ini kini mendorong kasar pintu utama rumah yang ditinggalinya. Keluar dari dalam rumah kemudian tegas mengunci kembali pintu rumah dan berjalan keluar. Mendorong pintu gerbang kemudian melakukan hal sama untuk kedua kalinya. Di luar ia melihat sudah ada taksi yang dipesannya beberapa menit lalu. Dengan sabar menunggunya untuk datang dan memulai perjalanan dengan arah tujuan yang sudah pasti.     

Gadis itu kini kembali melangkah. Berjalan ringan untuk sampai ke sisi jalanan tempat taksi itu berada. Akan tetapi, naas! Langkahnya terhenti oleh sebuah suara yang tegas memanggilnya. Davira menoleh. Menyipitkan matanya kala tersadar siapa yang baru saja berjalan mendekat menerobos kegelapan dan cahaya remang lampu jalanan untuk datang mengarah padanya.     

Dari jarak yang semakin dekat, Davira Faranisa mengenal wajahnya! Si cantik bermata kucing yang sumpah demi apapun tak ingin diharapkan kehadirannya oleh Davira Faranisa saat ini.     

Ia semakin mendekat. Menghentikan langkahnya kala posisi yang diambilnya semakin dekat dan dirasa pas untuk memulai percakapan dengan gadis bersurai hitam pekat yang dibentuk lurus rapi olehnya itu.     

"Dari mana lo tau rumah gue?" tanya Davira ketus. Memalingkan wajahnya tak ingin terlalu lama berkontak mata dengan Kayla Jovanka.     

Kayla menyeringai. Samar tertawa lirih kala menatap penampilan rapi nan anggun dengan jaket Adam yang ada di genggaman tangannya. Bukan marah, hati Kayla hancur. Melihat apa yang menjadi fakta keadaan antara Adam Liandra Kin si remaja sialan yang sudah mencampakkannya hanya untuk mendapatkan hati Davira Faranisa dengan gadis menyebalkan yang sangat dibencinya sekarang ini benar-benar sukses menghancurkan dan meluluh lantahkan segala harapannya untuk berbahagia bersama Adam Liandra Kin.     

Kayla benci Davira lebih dari apapun. Jikalau waktu itu Davira tak datang menemani si teman dekat, Davina Fradella Putri untuk datang berkenalan dengan Adam, keadaannya tak akan pernah begini. Kayla akan tetap menjadi teman dekat juga gadis pertama yang akan Adam sebut kala seseorang menanyai kepada siapa hati remaja itu sedang dilabuhkan sekarang.     

"Gue punya banyak informasi." Kayla menjawab dengan nada tegas. Sedikit berpindah posisi agar Davira mau sejenak menatap wajahnya malam ini.     

"Ada yang mau gue katakan." Gadis bermata kucing dengan rambut tipis tergerai tanpa poni itu mengimbuhkan. Sukses membuat Davira menoleh menatap ke arahnya.     

Kayla menyerahkan ponselnya. "Telepon Arka sekarang," perintahnya pada Davira.     

Gadis bermata bulat yang ada di depannya itu kini tegas memutar badannya untuk bisa benar berposisi saling hadap dengan Kayla Jovanka. Menyipitkan mata sembari samar dahinya berkerut adalah perubahan raut wajah sebab Davira tak mengerti, perintah yang ditujukan padanya itu untuk apa dan apa tujuan serta manfaatnya ia melakukan itu?     

"Antara Adam Liandra Kin dan Arka Aditya, keadaan mana yang akan lo pilih?" tanya gadis di depan Davira sembari tegas menyunggingkan bibir merah tipis dengan lengkungan tajam di atasnya itu.     

Davira semakin tegas mengerutkan dahinya. Kalimat tanya yang dilontarkan Kayla barusan itu bukanlah kali pertama ia mendengarnya. Sebelum ini, Davira sudah pernah mendengar seseorang mengatakan itu padanya. Orang itu adalah Adam Liandra Kin.     

Tak menjawab pertanyaan Adam waktu itu? Tidak! Davira hanya diam sesaat untuk menetralkan suasana kemudian mengalihkan topik pembicaraan. Seakan Adam mampu mengerti keraguan yang ada di dalam hatinya saat itu, remaja jangkung itu hanya diam tersenyum tipis sembari mengikuti alur baru pembicaraan yang dibuat oleh Davira Faranisa.     

Akan tetapi, ia tak bisa menerapkan cara yang sama pada Kayla Jovanka. Sebab Davira Faranisa paham benar, kalau gadis sialan itu akan terus mengejarnya dengan pertanyaan yang sama.     

"Bukan urusan lo." Davira menimpali. Kembali memutar tubuhnya cepat untuk berjalan menjauh dan menghampiri taksi yang sudah menunggunya di sisi jalanan.     

"Di tangan ada jaket Adam dan lo sekarang mau pergi sama dia 'kan?" Kayla berjalan mendekati gadis yang kini kembali menghentikan langkahnya. Lagi-lagi memutar tubuhnya dan memberi tatapan malas untuk Kayla Jovanka.     

"Tapi gimana ini ... hati lo masih dipenuhi dengan keraguan untuk Adam," paparnya sembari menujukkan layar ponsel yang jelas menampilkan kondisi Arka saat ini.     

Davira membulatkan matanya. Dalam foto yang ada dan menghias layar ponsel milik Kayla, ada moto gede milik Arka yang tergeletak di tengah jalanan dengan kondisi spion kanan yang pecah.     

Gadis itu kini menyambar kasar ponsel milik Kayla. Mencoba untuk mulai menggerakkan jari jemarinya untuk mencari apa-apa saja yang bisa menjelaskan situasi Arka saat ini.     

"Dia kecelakaan," tukas Kayla menyela. Sukses membuat sepasang lensa milik Davira membulat sempurna.     

"Dari mana lo tau?!" pekiknya lirih.     

Kayla diam sesaat. Menatap sepasang lensa Davira yang kini tegas berbinar dengan hidung yang berkerut. Menahan amarah yang mengebu-gebu dalam hatinya saat ini.     

"Dari mana lo tau!!!" teriak Davira menjatuhkan ponsel yang ada di dalam genggamannya. Membuat Kayla si gadis bermata kucing yang ada di depannya sukses membulatkan matanya sebab terkejut. Air mata kini menetes tegas membasahi pipi milik Davira Faranisa. Menghilangkan kesan cantik nan anggun di dalam paras jelita milik gadis yang kini mengusap kasar kedua pipinya.     

Kayla terkejut! Benar-benar terkejut. Dalam bayangannya, Davira tak akan pernah sekalut ini hanya sebab mendengar satu kecelakaan kecil terjadi pada sahabatnya di jalan raya. Akan tetapi, seakan Arka adalah sebuah mutiara berharga yang ditemukan oleh Davira di dalam dasar samudera lepas setelah berpuluh-puluh tahun mencarinya, gadis itu benar-benar terlihat takut sekarang.     

"Rumah sakit mana," ucap Davira menyela tangis yang keluar membasahi pipinya.     

"Rumah sakit Citra—" Belum sempat Kayla menyelesaikan kalimatnya, Davira sudah berpaling. Melangkah cepat masuk ke dalam taksi selepas menyerahkan kasar jaket Adam yang ada di dalam genggamannya tanpa gadis itu sadari.     

Kayla menatap jaket hitam yang berpindah tangan padanya. Kemudian mengalihkan sentral matanya menatap kepergian taksi yang baru saja membawa pergi tubuh Davira dari hadapannya. Haruskah ia senang sekarang sebab sudah memenangkan kompetisi malam ini?     

Jujur saja Kayla sedikit bersyukur malam ini pada semesta yang sudah membuatkan alur indah untuknya. Memberikannya sebuah kesempatan besar untuk datang menyambangi Adam sebagai seorang gadis yang ingin berkencan menggantikan si pemeran utama. Akan tetapi, dalam sisi hatinya ada satu rasa bersalah yang sudah membuat hati seorang Davira Faranisa kalut. Kayla masih saja tak menyangka dengan apa yang sedang terjadi dan dilihat oleh sepasang mata kucingnya beberapa detik yang lalu. Melihat keadaan Davira yang seperti itu hanya sebab mendengar kecelakaan yang bahkan ia tak sempat memberi tahu seberapa besar atau seberapa kecilkah musibah yang sedang terjadi pada si sahabat gadis itu, Kayla merasa bahwa Arka adalah laki-laki pertama yang begitu berharga untuk Davira Faranisa yang tak akan pernah tergantikan posisinya oleh Adam Liandra Kin.     

... To be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.