LUDUS & PRAGMA

48. Siapa Kamu?



48. Siapa Kamu?

Lagi-lagi Adam datang sebagai seorang tamu baik penuh kesopanan meskipun brengsek adalah sifat dasarnya dalam menjalani hidup. Menjadikan gadis-gadis cantik sebagai 'arena bermain' untuk sekadar memuaskan hasrat ingin bercinta dan menikmati apa itu masa muda. Matanya terus saja menelisik setiap bagian ruangan yang terlihat begitu asing untuknya sebab inilah pertama kali ia datang menyambangi rumah senior cantik yang terus saja mengiriminya pesan kalau-kalau sedang merasa sepi tiada teman. Awalnya sih, Adam memang mempercayai segala yang dikatakan gadis dua tahun lebih tua usia ketimbang dirinya itu. Sepi tiada teman sebab sendiri tak ber-kekasih atau orang-orang menyebutnya 'jomblo akut' adalah status yang disandangnya seperti sepengetahuan Adam sebelum kejadian ini terjadi. Akan tetapi, sekarang Adam Liandra Kin memahami satu situasi yang terjadi pada gadis bernama lengkap Lalita Rahmawati itu. Sebuah dilema sebab sang pacar sedang tak jelas keberadaannya. Membuat si gadis kebingungan bak anak itik yang sedang mencari induknya. Namun, di tengah perjalanan mencari sang induk, si itik bertemu dengan bebek tampan menawan hati yang mampu menarik perhatiannya dan membuat itik lupa bahwa yang sedang hilang itu adalah induknya, bukan hatinya. Singkatnya, Adam hanya digunakan oleh gadis itu sebagai tempat pelampiasan sepi dan kalut yang sedang melanda hatinya.     

"Kamu mau minum apa?" tanya Lita membuyarkan fokus Adam yang masih mencoba menelisik setiap bagian ruangan yang dinaunginya saat ini.     

"Terserah kakak aja," jawab Adam tersenyum ringan. Melirik sejenak pipi gadis yang masih berdiri di depannya itu kemudian kembali memusatkan sorot mata tajam bak elang yang sedang membidik mangsanya dari udara itu untuk bisa menatap dengan jelas sepasang lensa identik warna dan bentuk dengannya itu.     

"Oke, aku ambilin dulu." Lita kini memutar tubuhnya setelah kalimat singkat itu terucap dari celah bibir Adam dengan suara bariton khas yang menenangkan hati siapapun yang mendengarnya. Suara Adam benar-benar menjadi pendukung paras tampan dan fisik mumpuni yang mendekati kata sempurna miliknya meskipun usia belum benar matang menginjak masa remaja.     

Adam mengangguk samar. Menatap kepergiaan gadis yang kini masuk ke dalam dapur meninggalkannya sendiri di dalam ruang tamu. Adam melirik jam kecil yang melingkar di atas pergelangan tangannya. Pukul empat sore. Waktu yang tepat untuk pulang ke rumah sebab jikalau tidak, bisa-bisa ia akan sampai di rumah kalau magrib datang menyapa. Menyisakan langit gelap yang sudah dengan teganya menenggelamkan indahnya semburat awan jingga di atas cakrawala mengingat jarak rumah Kak Lita dengan rumahnya bisa dibilang sangat jauh.     

Akan tetapi, tak sopan jikalau Adam mengatakan bahwa ia terburu-buru pulang setelah si gadis cantik itu keluar dari ruang dapur sembari membawa jamuan istimewa untuknya. Jadi mau tak mau, ia harus sejenak diam dan menunggu waktu yang tepat untuk berpamitan pada si tuan rumah. Hitung-hitung juga sekali-kali mampir ke rumah gadis cantik beda usia dengannya itu 'kan?     

"Kakak aku pulang!" seru seseorang muncul di balik ambang pintu. Menatap sejenak Adam yang diam tak bersuara setelah perawakan tubuh mungil nan pendek dengan pipi tirus dan dagu lancip serta sepasang mata bulat yang dihias alis melengkung bulan sabit mirip milik Davira Faranisa itu terpotret jelas oleh sepasang lensa pekatnya.     

"Kak Lita tumben bawa tamu," sahutnya kemudian. Berjalan ragu sembari terus menatap paras tampan seorang Adam Liandra Kin. Sejenak alisnya bertaut seperti seakan mencoba menerka siapa orang asing yang sedang duduk di tengah sofa ruang tamu miliknya itu. Sangat asing! Bak penyusup yang sengaja diselundupkan ke dalam rumah oleh sang kakak. Wajahnya sih, tampan dan muda. Tentu, bukanlah laki-laki dewasa yang suka dibawa oleh kakaknya seperti sebelum ini.     

Tunggu, Lita suka membawa laki-laki dewasa masuk ke dalam rumahnya?     

"Kamu siapa?" tanyanya sembari menatap Adam penuh kepolosan. Sejenak melirik ke arah dapur yang samar terdengar suara aneh seperti seseroang yang sedang menyiapkan jamuan untuk tamunya. Tentu, siapa lagi kalau bukan kakaknya yang sedang sibuk di dalam dapur untuk membuatnya terlihat bak gadis baik yang sopan menjamu tamu dengan makanan juga minuman bukan dengan tubuh yang ia miliki.     

"Adam." Remaja yang ditanya itu kini menyahut lirih. Ikut memberi tatapan pada si gadis yang dalam tebakannya, gadis itu mungkin saja berusia sama dengannya.     

"Bukan nama kamu, siapa kamu?" ulangnya menegaskan.     

Adam kini diam sembari mengernyitkan dahinya. Bukankah jawabannya sudah benar tadi? Setiap orang yang bertemu dengannya selalu menanyakan nama sebagai hal utama yang wajib diketahui. Selebihnya, akan saling tahu seiring dengan berjalannya waktu.     

"Pacar baru Kak Lita?" tanyanya dengan nada ketus. Baiklah, Adam kini mulai mengerti. Gadis polos itu sangat polos! Menganggap semua yang datang ke rumahnya bersama sang kakak adalah si pacar laki-laki yang baik hatinya.     

Adam menggeleng. "Adik kelas juga temen kakak kamu," terangnya menjelaskan singkat.     

Gadis berkuncir kuda itu kini mengangguk-anggukkan kepalanya samar. Sejenak bibirnya mengerucut sembari samar terlihat bak seperti orang sedang memikirkan sesuatu saat ini.     

"Kamu sendiri?" tanya Adam menyela. Menatap gadis cantik yang bisa dibilang satu tingkat lebih cantik dari sang kakak, dan yang Adam sukai adalah gadis cantik nan polos seperti ini.     

"Adik kandungnya Kak Lita yang kadang dianggep musuh," sahutnya terkekeh. Menarik kedua sisi tas punggung yang masih menggantung rapi di atas punggungnya.     

"Musuh? Kenapa bisa begitu? Karena kalian sering bertengkar?" cecar Adam pada si gadis yang hanya mengangguk ringan.     

"Itu sudah biasa. Aku dan adikku juga sering bertengkar—"     

"Pertengkaran kami berbeda," tukasnya menyela kalimat Adam. Remaja di depannya itu kini terdiam sembari menaikkan kedua alisnya dan membulatkan matanya sejenak. Ekspresi wajah gadis cantik di depannya itu ... aneh!     

"Berbeda? Misalnya apa?"     

Gadis itu kini sedikit membungkuk untuk bisa mendekatkan posisi wajahnya dengan Adam yang masih kokoh dalam duduknya. Tersenyum picik kemudian untuk mengisyaratkan pada si remaja tampan itu bahwa Lalita yang dikenalnya adalah gadis penuh kepalsuan.     

"Aku mengancamnya," lirihnya berucap.     

Adam semakin tegas merapatkan bibirnya. Sepasang lensa identik dengannya itu kini sejenak memblokir segala fokus milik gadis yang terkekeh kecil di bagian akhir kalimatnya.     

"Kak Lita ... adalah iblis penggoda," lanjutnya mengimbuhkan. Membuat Adam benar-benar tak mengerti dengan apa yang dikatakan olehnya barusan. Jikalau iblis yang dimaksudkan hanyalah sebuah candaan antar sepasang saudara untuk saling mengakrabkan satu sama lain, maka Adam tak akan setegang ini. Namun, wajah dan segala bentuk intonasi berbicara gadis muda yang terlihat seusia dengannya itu terdengar begitu menyakinkan. Seperti bukan mengatakan kedustaan untuk menjatuhkan sang kakak, namun ia sedang mengatakan apa yang menjadi fakta yang tak diketahui Adam Liandra Kin mengenai gadis cantik bernama Lalita Rahmawati itu.     

"Kamu menyembut kakak kamu iblis?" Adam memastikan. Mencoba untuk tidak hanyut dalam permainan gadis muda di depannya itu.     

"Nama aku Rena. Rena Rahmawati Putri," tuturnya mengabaikan pertanyaan singkat dari Adam barusan.     

"Kita seusia bukan?" tanyannya asal menebak.     

"Aku dua tahun lebih muda dari Kak Lita, kamu?" sambungnya kala Adam masih diam sembari terus menatap gadis cantik di depannya itu. Ekspresinya berubah. Tatapan penuh amarah dan dendam yang tersembunyi kini hilang lenyap sesaat gadis itu menjauhkan wajahnya dari Adam. Kini senyum ramah mengembang jelas di atas bibir tipis dengan satu titik kecil di salah satu bagian sudutnya itu.     

Adam mengangguk ragu. "Sama."     

"Jadi kita bisa berteman, 'kan?" Gadis itu mengulurkan tangannya. Mencoba akrab pada remaja yang benar-benar tak mampu menerka keadaan asing yang baru saja terjadi padanya itu. Siapa Rena? Atau lebih tepatnya, Seperti apa Rena itu? Bagaimana bisa ia merubah ekspresinya hanya dalam hitungan detik. Tatapan tak suka pada Adam kala pertama kali datang dan masuk ke dalam rumah lalu mendapati perawakan tubuh asing kini sudah tak lagi ada setelah melontarkan pernyataan dan pertanyaan aneh barusan. Seperti Rena sedang mencoba memastikan bagaimana dan siapa itu Adam.     

"Boleh aku tanya sesuatu?" Adam kembali menyela.     

Rena mengangguk tegas. Melepas jaket yang membelit tubuh mungilnya itu kemudian kembali menatap Adam yang seakan sedang menata kalimat yang tepat untuk dilontarkan pada Rena.     

"Kenapa kamu sebut kakak kamu sebagai seorang iblis?" tanya remaja itu dengan ragu. Sedangkan gadis yang dilontari pertanyaan hanya tertawa ringan sembari terus memusatkan tatapan ke arah Adam Liandra Kin.     

"Berarti kamu belum lama kenal sama Kak Lita," tuturnya di sela tawa. Tebakan gadis itu memang benar adanya. Adam hanya sekali pergi menghabiskan malam bersama Kak Lita. Menghantarnya ke pulang ke rumah dan selalu bercakap ringan melalui media sosial. Mereka jarang berbincang dalam tatap muka secara langsung, hanya sesekali melalukan panggilan suara juga panggilan video guna mengakrabkan suasana antara keduanya. Selebihnya, Adam hanya tau bahwa Lita adalah gadis cantik yang berwawasan luas. Pandai adalah kalimat yang menyertai kalau-kalau ditanya gadis macam apa Lita itu?     

"Kakak kamu orang yang baik," sambung Adam mengimbuhkan. Membuat tawa yang terdengar dari celah bibir gadis itu semakin jelas adanya.     

"Kau benar belum mengenalnya rupanya." Rena menutup kalimatnya. Bangkit dari posisinya kemudian memutar tubuh untuk berlalu masuk ke dalam kamar pribadinya.     

"Saran aku, hati-hati. Karena ular tak pernah menunjukkan bisa pada mangsanya. Dia akan mengamati dan terus mengamati. Hingga menunggu waktu yang tepat untuk menerkam dan memangsanya," ucapnya menutup kalimat. Tersenyum seringai pada remaja yang jelas hanya bisa diam sebab butuh waktu untuk mencerna kalimat dari Rena barusan.     

Gadis itu hampir sama dengan Davira. Wajah penuh dengan kepolosan. Tatapan mata teduh yang menghiptonis siapapun yang melihatnya dengan cermat. Senyum manis yang berubah menyeramkan kalau sudah menyeringai tanda kesal dan amarah memuncak dalam hatinya. Kalimat singkat penuh teka teki yang mematikan lawan bicara hingga tak mampu berkata-kata apapun lagi. Katakan saja seperti, Rena dan Davira sama-sama gadis polos yang pandai berkata-kata. Tetap tenang meskipun diyakini kuat bahwa riuh bergemuruh adalah suasana yang ada dalam hati mereka berdua.     

Dalam benak Adam kini jelas memperdebatkan satu hal yang tak pasti jawabannya. Perihal siapa dan seperti apa Rena juga Lalita itu?     

...To be Continued...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.