LUDUS & PRAGMA

49. Rahasia Si Cantik Bersaudara



49. Rahasia Si Cantik Bersaudara

0Gadis itu kini pergi meninggalkan Adam dan seluruh pertanyaan yang sedang berkecamuk dalam hatinya tentang siapa dan bagaimana Rena juga Lalita. Lebih tepatnya keluarga Lalita. Jikalau ditelisik sembari diingat dengan benar saat Adam memutuskan untuk menghantar Lalita pulang ke rumahnya juga memutuskan untuk sejenak mampir untuk sekadar bercengrakam ringan menyambut senja, Adam tak melihat kedua orang tua Lalita juga Rena di dalam rumah untuk sekadar menampakkan diri dan menyapanya sebagai seorang tamu yang dibawa oleh putri tertua mereka. Mungkinkah kedua orang tuanya sibuk seperti sang papa yang tak pernah pulang meskipun libur akhir pekan menyapa? Entahlah. Yang bisa memberinya jawaban adalah si tuan rumah.     
0

Gadis yang sama yang kini baru saja menampakkan diri dari dalam ruang dapur dengan membawa dua gelas es teh manis dengan sepotong jeruk segar yang menghias di sisi mulut gelas bersama setoples camilan yang sengaja disiapkan untuk menyambut kedatangan Adam. Tak banyak juga tak istimewa sih, sebab Adam juga datang tanpa ada perencanaan terlebih dahulu.     

Lalita tersenyum simpul. Berjalan mendekat pada Adam yang juga ikut membalas senyumnya ramah. Sejenak lensa pekatnya menatap sisi pipi gadis itu yang sedikit memerah sebab tamparan keras yang mendarat di atas sana beberapa waktu lalu. Entah bagaimana bisa gadis itu tersenyum ramah menahan perih dan panas di atas permukaan wajahnya, seperti seakan sudah terbiasa akan hal itu.     

"Maaf ya aku cuma ngasih ini," ucap Lalita terhenti tepat di depan Adam. Membungkukkan badannya untuk bisa meletakkan nampan berisi dua gelas minuman itu kemudian mengambil tempat kosong dan duduk di depan Adam Liandra Kin.     

"Aku yang minta maaf, Kak. Karena merepotkan kakak." Adam menyela. Lagi-lagi mengembangkan senyum ramah khas yang menampilkan rentetan gigi putih dan bersih miliknya juga satu lesung pipi yang indah menghias di sisi wajahnya.     

Lalita menggeleng. "Santai aja. Lagian gak ada yang direpotin kok di sini," balas Lalita tersenyum singkat.     

"Kak Lita tinggal sama adik kakak doang?" Adam kembali membuka suaranya. Menatap dalam-dalam gadis yang sejenak terdiam tak bersuara kala pertanyaan itu disebut oleh Adam. Bukan pasal ia yang tinggal sendiri, namun pasal keberadaan sang adik yang diketahui oleh Adam. Rena sudah pulang? Itulah pertanyaan yang terbesit dalam benaknya saat ini.     

"Tadi adik kakak baru aja pulang. Terus kita ngobrol berdua di sini sebentar," tutur Adam menjelaskan singkat.     

Lalita hanya mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Memutar kepalanya kemudian untuk menatap lantai atas yang masih terbilang sepi tiada suara yang menjadi dasarnya untuk percaya bahwa Rena benar-benar sudah pulang.     

"Kalian ngobrolin apa?" tanya Lalita melirih.     

Tunggu, untuk apa ia melirihkan nada bicaranya hingga membuat Adam harus mencondongkan badannya agar bisa mendengar suara bisikan dari seniornya ini?     

"Maksud aku ...." Lalita kini mulai diam tanpa ada suara lagi sesaat menyadari tatapan menelisik penuh kecurigaan yang ada di balik sorot lensa hitam pekat milik lawan bicaranya itu.     

Adam tersenyum tipis. Baiklah, ada yang tak beres dengan dua saudara tak kembar ini!     

"Kita hanya ngobrolin hal-hal ringan. Seperti misalnya tentang kita itu satu usia," tukas Adam berdusta. Untuk apa? Entahlah.     

"Hanya itu?" tanya Lalita kembali memastikan.     

Adam mengangguk. "Kalau obrolan kita panjang dan berbobot, pasti Rena masih ada di sini."     

Lalita tersenyum singkat. Menganggukan kepalanya untuk memberi respon pada jawaban milik Adam barusan.     

"Kakak beneran cuma tinggal sama adik kakak?" Adam mengulangi pertanyaannya. Entah mengapa, rasa penasaran yang ada dalam dirinya benar-benar sudah melampau batasannya. Setiap kalimat yang diucap Rena barusan bak sebuah puzzle yang harus disusunnya agar menjadi sebuah gambar jawaban untuk memenuhi segala rasa penasaran yang seakan ingin membunuhnya saat ini juga. Perihal di mana orang tua Kak Lita. Juga, seperti apa Kak Lita dan keluarga itu? Keluarga baik-baik 'kah? Atau gadis cantik yang bernasib sama seperti Davira Faranisa?     

"Aku tinggal sama nenekku juga. Beliau lagi istirahat di dalam kamarnya. Katanya sih, gak enak badan." Lalita kini kembali menaikkan volume bicaranya. Tak lirih juga tak berbisik seperti sebelum ini.     

"Orang tua kakak berce—" Adam menghentikan kalimatnya. Dasar brengsek tak sopan! Bisa-bisanya ia berucap asal-asalan seperti itu.     

"Maksud aku, orang tua kakak di mana?" tanyanya merubah kalimat.     

Lalita tersenyum. "Orang tua aku masih utuh. Mereka dinas ke luar kota."     

Adam diam sejenak. Mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian meskipun tak sepenuhnya semua pertanyaan yang ada dalam hatinya terjawab kali ini.     

"Mereka gak pulang?"     

"Mami nemenin papi dinas. Mereka akan pulang akhir tahun ini." Lalita mempersingkat. Tersenyum kecut kala menyadari bahwa ia tak pernah benar mendapat apa itu kasih sayang. Mami dan Papinya selalu saja sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Meskipun sang mami adalah ibu rumah tangga yang tak bekerja, namun kalau sudah berkumpul dengan teman-teman arisan maka jangan ditanya lagi nasib Lalita juga Rena yang hanya diabaikan oleh wanita itu. Perihal papi? Sama. Tak lain juga mengabaikan kedua anak gadisnya itu. Hanya memanjakan dengan uang yang dilebihkan agar Rena juga Lalita tak kekurangan apapun dalam menikmati hidupnya.     

Bisa disimpulkan, bahwa Rena dan Lalita itu adalah anak orang kaya yang amat sangat dimanjakan dengan uang bukan dengan kasih sayang. Itulah yang menjadi dasar Lalita bersikap seperti saat ini. Sebagai gadis yang super duper bebas tanpa ada kekangan dari siapapun. Rena? Ia hanya menikmati hidup dengan bersekolah. Menghabiskan uang untuk makan bersama teman-teman sebaya dan menonton konser di akhir bulan. Enak bukan? Ya. Namun, moral mereka berdua hampir tak ada karena tiada didikan dari kedua orang tua mereka.     

"Terus ... cowok yang sama kakak tadi?" Adam kini mulai mengintrogasi gadis di depannya. Lagi-lagi memberi tatapan sendu penuh pengharapan bahwa Lalita akan berkata jujur guna sedikit meringankan rasa penasaran yang mengerogoti batinnya saat ini.     

"Minum dulu," kata Lalita mendorong segelas es teh manis mendekat ke arah Adam. Remaja berkemeja lengan pendek itu kini mengangguk samar. Menimbangi senyum manis milik Lalita kemudian menarik gelas panjang yang berisi penuh cairan berwarna cokelat kental dengan beberapa es batu balok kecil yang menambah volume air di dalamnya.     

"Dia mantan pacarku, seperti yang kamu dengar tadi." Lalita mulai membuka suaranya. Ditatapnya si remaja tampan dengan poni belah tengah yang jatuh di atas kedua alis hitam legam berbentuk garis yang menyiku di kedua sisinya.     

"Maaf udah bohong sama kamu tentang ini. Aku sudah pacaran sama dia satu tahun lamanya," imbuhnya mempersingkat. Mengembangkan senyum kecut yang benar-benar dipaksakan adanya. Toh juga, bukan waktu yang tepat untuk tersenyum manis 'kan? Meningat pastinya hati gadis cantik berambut panjang itu sedang sangat kalut saat ini.     

"It's okay, Kak. Jangan terlalu dipikirkan. Kakak pasti ada alasan berbohong 'kan?" lirihnya merespon dengan nada lembut.     

Lalita mengangguk. "Sebab dia brengsek," kata gadis itu kemudian. Membuat Adam mendongak dan menaruh fokus sepasang lensa hitamnya untuk Lalita. Kalimat singkat yang menyertakan umpatan yang sering ia dengar itu benar-benar mencuri segala perhatiannya. Brengsek adalah kata wajib diucapkan oleh Davira Faranisa kalau-kalau menyebut atau menyinggung pasal Adam. Itu artinya kekasih, ah bukan! Tapi mantan kekasih Kak Lita juga berperingai seperti Adam Liandra Kin? Suka mempermainkan perasaan gadis dengan dasar alasan bahwa ia tak bersalah. Sebab dari awal ia tak pernah mengungkapkan kata suka juga kalimat penyataan cinta. Perempuan saja yang terlalu 'baper' dalam menanggapi segala bentuk kepedulian Adam kepada mereka —begitu kira alasan yang selalu dilontarkan Adam kalau-kalau ada orang bertanya perihal kebrengsekan tak bermoral miliknya.     

"Mantan kakak selingkuh?" tanya Adam asal menebak.     

Lalita mengangguk. "Menghamili temen ngonkrongku. Katakan saja aku punya temen cewek dan laki-laki brengsek itu mengenalnya juga. Mereka bermain di belakangku hingga sang gadis hamil. Brengsek 'kan?" katanya tertawa ringan. Meskipun wajahnya kembali tersenyum dan tawa ringan lolos dari celah bibir merah meronanya, namun Adam yakin hatinya sedang menangis dan menjerit saat ini.     

"Jadi aku mutusin dia." Lalita menutup kalimatnya. Menarik segelas es teh manis yang dibuatnya bersama jamuan untuk Adam. Sejenak melirik remaja yang jelas masih menatapnya sendu.     

Untuk kalimat Adam mengenai pernyataannya bahwa ia menyukai Lalita, gadis itu enggan membahasnya saat ini. Sebab ia paham, remaja puber satu ini hanyalah sedang membual pasal perasaannya guna membantu Lalita lolos dari mantan pacarnya yang merupakan titisan iblis dari neraka jahanam itu.     

"Kak, Rena mau pergi dulu." Suara tegas menginterupsi dari lantai atas. Terdengar langkah suara sepasang kaki bersepatu yang tegas menuruni satu persatu anak tangga untuk mencapai batas akhir yang membawanya ke lantai bawah.     

Baik Lalita maupun Adam, keduanya menoleh bersamaan ke arah sumber suara yang baru saja menginterupsi keduanya.     

"Mau ke mana?" tanya Lalita menyahut.     

"Kenapa kakak peduli? Ah, ada tamu." Gadis itu kini menghentikan langkahnya. Menatap sejenak sang kakak yang baru saja merubah ekspresi wajahnya malas. Adiknya satu ini memang kurang ajar!     

"Ke rumah temen." Rena melanjutkan. Kini merubah arah fokus matanya menatap paras tampan milik Adam Liandra Kin.     

"Rena juga mau punya temen tampan kayak kakak, jadi Rena cari temen dulu."     

Gadis sialan! Itulah yang terbaca dari raut wajah Lalita saat ini. Seakan memendam amarah yang amat sangat dalam untuk adik semata wajahnya itu. Ingin mengumpati? Tentu! Mengumpatinya habis-habisan hingga membuat si adik mati kaku kali ini. Sikap Rena benar-benar tak ada sopan santunnya sama sekali terhadap sang kakak, bahkan di depan seorang tamu sekali pun.     

"Hm, kamu boleh pergi. Kalau bisa gak usah pulang, oke?" tukas Lalita mengembangkan senyum manis di atas bibir merah meronanya. Membuat Adam kini sejenak bergumam pada dirinya sendiri, bagaimana bisa hubungan unik antara kakak dan adik ini terjadi? Ia pikir, kategori hubungan terburuk antar saudara sekandung dimenangkan olehnya juga Raffa. Mengumpankan sang adik untuk segala kemauan sang papa agar Adam bisa hidup bebas tanpa beban apapun lagi. Akan tetapi hari ini, ia melihat lelucon lain yang dibuat oleh semesta pada manusia ciptaannya. Hubungan saudara antara Lalita Rahmawati juga Rena Rahmawati Putri.     

...To be Continued...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.