LUDUS & PRAGMA

58. Netra Ber-asa.



58. Netra Ber-asa.

0Surya riang datang bersama sinar hangat yang menguapkan embun di pagi hari. Menyisakan kenangan malam yang membanggakan untuk orang-orang baik dengan hati dan sabar seluas samudera, namun untuk orang-orang yang buruk dalam mengolah emosi, menyambut pagi seperti ini adalah sebuah anugerah sekaligus sebuah malapetaka sebab masalah kemarin malam belum usai dituntaskan. Anugerahnya adalah pagi datang menyambut dengan riang seakan menyelesaikan malam yang penuh dengan masalah pemberat hidup. Untuk gadis berambut panjang yang dibiarkan terurai, pagi ini datang memang dengan riang bersama kicauan burung gereja yang seakan bernyanyi juga menari dengan sepasang sayap mungilnya di atas luasnya bentangan cakrawala. Seakan ingin menghibur semua penduduk bumi entah yang sedang suka atau terpuruk dalam duka. Bagi Davira ia menyambut pagi setelah bersusah payah untuk menutup mata sebab apa yang dikata si wanita seusia dengan mamanya sebelum saat ia memutuskan untuk kembali ke rumah Arka Aditya benar-benar mengganggu dan mengganjal dalam benaknya.     
0

Mamanya berbohong? Ataukah hanya dirinya saja yang sedang dilanda rindu sebab sang mama tak kunjung datang untuk bersua dan jumpa temu denganya. Wanita yang sudah menjabat sebagai ibu sekaligus ayah untuknya itu hanya mengiriminya satu pesan singkat tanda baik keadaan juga kondisinya di sana. Di sana? Di mana? Entahlah. Sang mama hanya pernah mengatakan bahwa ia akan pergi dinas di negara paman sam. Menjemput karir juga rejeki demi memberi penghidupan yang layak untuk Davira Faranisa. Selebihnya? Davira tak pernah mau mempertanyakan hal-hal bodoh yang bisa saja mengganggu pikiran mamanya sebab rasa tak percaya muncul di benak wanita itu perihal segala pertanyaan dari putrinya. Kalau disingkat dan simpulkan, Davira hanya tak mau kalau mamanya mengira dirinya tak percaya dengan apa yang sedang dilakukan sang mama.     

Gadis itu kini tegas menyusuri ubin demi ubin untuk kembali ke dalam kelasnya setelah satu ijin dilayangkannya teruntuk sang guru perihal kondisinya yang sudah tak bisa menahan ingin pergi buang air kecil. Sedikit lama memang, sebab Davira juga sembari membenarkan dandannya dan seragam yang ia kenakan di depan cermin kamar mandi. Juga, langkah gontai yang dipunyainya mendukung sudah segala keterlambatannya sebab ijin yang diucapkan hanya lima menit lamanya ia pergi meninggalkan kelas. Namun, sudah hampir sepuluh menit ia tak kunjung bergegas kembali menyambangi kelasnya.     

Netranya kini menatap ke sebuah sudut lapangan luas yang menampilkan sosok tak asing untuknya. Entah sedang apa ia di sana, melihat waktu belum menunjukkan jam istirahat juga tak ada teman yang menemaninya hingga membuat Davira bisa sedikit menyimpulkan bahwa ia sedang berolahraga pagi menjelang siang begini. Berolahraga dengan seragam abu? Tidak! Hanya orang bodoh yang melakukan itu.     

"Dia dihukum?" gumam Davira lirih. Menghentikan sejenak langkahnya kemudian memutar tubuhnya agar bisa berposisi benar untuk memberi fokus lensanya sejenak ke arah remaja jangkung yang terus saja berlari mengintari sudut demi sudut lapangan basket. Bahkan dari kejauahan pun, pesona remaja itu sangat memukau!     

"Benar, dia dihukum." Satu suara menyelanya. Membuat Davira menoleh cepat untuk mengetahui siapa orang lancang yang sudah menyela gumamannya barusan dengan menggunakan suara lirih nan asing untuk Davira Faranisa.     

"Hai, Davira." Ia menyapa dengan menaikkan satu tangannya. Membuka telapak tangannya lebar kemudian menggoyangkannya ringan dan tersenyum kuda untuk mengiringi gerakkan tangannya itu.     

Davira menyipitkan sejanak matanya. Dari sekian banyak warga sekolah yang bisa menjadi penemannya kali ini, mengala harus gadis sialan nan menyebalkan ini?     

"Lo gak lupa 'kan nama gue siapa?" tanyannya sembari menurunkan tangan kemudian berjalan mendekat ke arah Davira.     

"Ada tiga tipe orang yang akan gue inget namanya," ucap gadis itu melirih. Mengalihkan fokus tatapannya kembali ke arah lapangan kosong yang hanya berisi satu remaja bertubuh jangkung yang mungkin saja akan menjadi objek perdebatan mereka kali ini.     

Untuk Davira, ia mendebat bukan sebab sedang mencemburui atau takut kehilangan seseorang yang dicintai dan diidam-idamkan. Ia mendebat sebab gadis di sisinya itu sangat menyebalkan!     

Namun untuk Kayla—gadis cantik bermata sipit dengan semburat wajah oriental— akan mendebat serta mencoba untuk tetap menang dalam setiap perang kata yang dilakukannya bersama Davira sebab ia takut juga iri perihal rasa Adam yang mulai berpaling untuk Davira Faranisa.     

"Pertama, orang baik yang udah nolongin gue tanpa pamrih," tuturnya mulai menjelaskan.     

"Kedua, orang yang bisa berguna dan diandalkan di segala kondisi dan situasi," lanjutnya mulai berkelit. Kayla Jovanka yang berdiri di sisinya kini mulai perlahan menyipitkan matanya. Dua kalimat yang muncul dari bibir merah muda milik Davira itu tak ada yang cocok untuk menggambarkan kesan dan posisinya teruntuk Davira Faranisa sekarang ini. Artinya? Dia ada di posisi ketiga.     

"Terakhir ... orang bodoh yang menyebalkan, gak tau diri, brengsek, sok akrab dan sok dekat, cerewet, sok cantik, dan sialan." Gadis itu menutup kalimatnya dengan sigap memutar tubuh rampingnya. Memberi tatapan tajam pada Kayla yang kini ikut memberi segala fokus pada Davira yang baru saja secara tak langsung sedang mencela dengan mengutukinya menggunakan kalimat-kalimat sampah seperti barusan itu.     

Entah sejak kapan permusuhan mereka ada. Sebab bagi Davira, Kayla hanyalah orang asing yang tak pernah dianggapnya ada di dunia ini. Gadis itulah yang sedang mengada-ada sekarang. Mendekatinya hanya untuk memancing emosi juga amarah dalam diri Davira.     

"Lo nyebut diri lo sendiri? Hei, jangan membenci diri sendiri kalau—"     

Srek! Tubuh Kayla mundur ke belakang kala tangan Davira kuat mencengkram kerahnya. Tentunya gadis itu tak bertingkah bodoh dengan menarik kerah teman dan memprovokasinya untuk baku hatam dengannya saat ini, namun kalimat basa-basi yang diucapkan olehnya barusan adalah sebuah pengulur waktu untuk memastikan jikalau benar tak ada orang yang sedang memperhatikan mereka berdua saat ini.     

"Lo lupa apa yang gue katakan waktu itu?"     

Kayla diam. Mencoba sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cengkraman kuat jari jemari lentik milik Davira yang meremas kerah baju seragamnya.     

"Lo berurusan dengan orang yang salah," ucap Davira mengimbuhkan.     

"Jadi jangan memprovokasi gue," sambungnya menutup kalimatnya. Melepaskan kasar cengkramannya kemudian berniat untuk berjalan meninggalkan Kayla yang masih mencoba mengatur napasnya sebab terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan Davira Faranisa untuknya.     

"Lo suka sama Adam?" katanya singkat namun mampu menyela dan sukses menghentikan langkah kaki milik Davira Faranisa.     

Gadis ini ... masih saja tak mengerti dengan apa yang menjadi maksudnya barusan. Jangan mengganggu singa yang sedang lapar, kalian tahu 'kan apa resikonya nanti?     

"Peduli apa lo?" sahut Davira tak kalah singkatnya. Bodoh memang gadis berambut panjang lurus tergerai itu, untuk apa coba menanggapi gadis sebaya dengan sifat menyebalkan ini?     

"Mau gue kasih tau satu hal yang amat penting?" Kayla berjalan mendekat. Dengan langkah tegas menghampiri Davira yang kini mematung sembari memasang wajah malas untuknya.     

"Simpan buat lo sendiri aja. Gue gak peduli," tukas gadis itu ketus.     

Kayla terkekeh kecil. Sedikit menundukkan wajahnya untuk menyembunyikan senyum seringai yang ia lukiskan sesaat kalimat pernyataan dari lawan bicaranya itu terdengar sedikit sumbang nan gemetar sebab dusta terselip di antara kalimat gadis itu.     

"Tentang Adam," lanjutnya kembali menatap Davira.     

"Dia nyatain perasaannya sama gue kamaren. Katanya dia suka sama gue. Dia cinta sama gu—"     

"Lo pikir gue peduli?" Davira menyela. Ikut memberi senyum seringai teruntuk gadis sialan yang terus saja mencoba mengoncangkan hatinya saat ini.     

"Gue bilang gue gak peduli." Gadis yang kini memutar malas bola matanya itu sigap menuntaskan kalimat dan memutar badannya. Tegas melangkah pergi menjauh dari Kayla Jovanka yang sumpah demi apapun, dia pantas diberi penghargaan sebagai tokoh ter-brengsek sejagat raya!     

"Kenapa lo buru-buru pergi? Karena gak ada Arka yang bisa menyembunyikan wajah dengan kemunafikan itu?" ucap Kayla sedikit meninggikan nada bicaranya. Namun, tenang saja! Setinggi dan selantang apapun suaranya, Kayla tetap mengotrol diri agar tak mengganggu kelas yang ada di sebelahnya saat ini.     

Davira kembali sejenak menghentikan langkahnya. Sedikit menoleh kemudian perlahan jari jemariya mengepal kuat untuk menahan emosi yang benar-benar ingin memuncak saat ini. Satu kali saja, Davira ingin menampar mulut gadis sialan itu.     

***LnP***     

Papan tulis putih dengan beberapa tulisan yang memenuhi tempat hingga hampir tak ada tempat bersih untuk menambah tulisan baru di dalamnya adalah objek baru yang terlihat begitu menarik setelah Davira sampai di dalam kelasnya dan duduk di sisi Arka Aditnya. Tak ada obrolan apapun setelah gadis itu memutuskan untuk duduk meletakkan pantatnya di atas kursi. Meskipun sesekali Arka menyenggolnya untuk bisa berinteraksi dengan Davira, namun gadis itu masih saja kokoh pada pilihannya. Diam tak bersuara dengan terus memandangi papan tulis di depannya.     

"Ada masalah?" tanya Arka untuk kesekian kalinya.     

"Enggak. Biasa aja," sahut Davira lirih nan singkat.     

"Kalau ada masalah—"     

"Fokus, kita lagi belajar di kelas." Davira kini memutar kepalanya. Menoleh dan memberi fokusnya sejenak untuk si teman sebangku yang cerewetnya minta ampun. Arka Aditnya memang begitu kalau sudah melihat ekspresi dan tatapan lain dari sahabatnya. Seakan mampu membaca isi pikiran gadis itu hanya dalam sekilas pandang saja.     

"Gue cuma—"     

"Fokus!" ulang Davira mempertegas dengan nada lirihnya. Kembali menatap papan tulis di depannya sembari kuat tangan kanannya menopang dagu lancip dan kepalanya yang terasa amat sangat berat kali ini.     

Sebenarnya sih, yang tak bisa fokus kali ini adalah Davira sendiri. Sebab kalimat singkat Kayla Jovanka benar-benar menguncang hatinya saat ini. Kalimat yang mengatakan dengan tegas bahwa Adam juga menyatakan perasaannya teruntuk Kayla Jovanka setelah mendapat penolakan dari Davira Faranisa waktu itu. Benarkah ia menyerah semudah itu? Membalikkan hatinya pada teman sekelas yang juga sudah menjadi teman dekat seorang Adam Liandra Kin?     

Tunggu, mengapa Davira seresah ini? Bukankah seharusnya ia bahagia sebab Adam tak akan pernah lagi mengganggunya?     

Ah! Perasaan macam apa ini, Tuhan? Davira tak suka. Tak suka perasaan aneh yang terus saja mencoba mengetuk pintu hatinya juga mencoba memporak-porandakan segala pendirian gadis itu untuk tak memberi rasa pada siapapun.     

....To be Continued...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.