LUDUS & PRAGMA

59. Duka Si Brengsek, Ludus.



59. Duka Si Brengsek, Ludus.

0Jam pembelajaran telah usai. Suara nyaring bel panjang berbunyi untuk menginformasikan bahwa inilah waktu yang tepat untuk mengisi perut yang kosong, menguapkan rasa kantuk, serta kembali mengisi tenaga dan mengusir kebosanan yang sempat melanda sebab aktivitas pembelajaran yang itu-itu saja tanpa adanya variasi juga hiburan guna menjadi penjeda agar bosan dan sepi tak datang menghantui. Di tempat yang mulai perlahan ramai sebab semua siswa datang menyambanginya inilah Davira, Davina, juga Arka Aditya berada. Mereka bertiga datang lima belas menit lebih awal sebab sebuah anugerah datang menghampiri untuk seluruh siswa dan siswi yang ada di dalam kelasnya. Sang guru menuntaskan pembelajaran lima belas menit lebih awal. Berpamitan dengan ramah sebab materi yang diberikan dirasa sudah cukup kali ini. Kini saatnya ia pergi dan membiarkan seluruh anak didiknya untuk bebas lebih awal dari hari dan waktu biasanya.     
0

Davira juga Arka tak mau banyak membuang waktu untuk berbasa basi sebab tingkah aneh dari sahabat cantik yang selalu saja diam dan menyembunyikan masalahnya seorang diri. Arka memilih untuk tak lagi membahasnya dengan mengalihkan fokus Davira untuk mengajak gadis makan siang di kantin. Menurut tak ada bantahan. Toh juga, kantin akan sepi saat mereka datang. Jadi, ia tak perlu bersumpek ria dan menengelamkan tubuh mungil sedikit semampainya itu untuk berdesak demi sesuap nasi dan segelas es teh manis.     

"Lo gak tambah sambelnya lagi?" tanya remaja jangkung yang kini melirik sang sahabat di sisinya. Davira yang baru saja ingin memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya itu terhenti. Menggeleng ringan kemudian melanjutkan aktivitasnya. Sorot lensanya kini tegas menyusuri setiap sudut kantin yang mulai ramai dan penuh dengan tubuh-tubuh kelaparan minta didahulukan.     

"Habis pulang kita jadi jalan-jalan?" Davira kini menyela setelah sesuap nasi sudah lolos masuk ke dalam perutnya. Menatap sang sahabat yang tegas menyipitkan matanya untuk sejenak berpikir dan mengingat sesuatu yang janggal di pikirannya.     

Ah, benar! Hari ini ia sibuk. Lebih tepatnya sepulang sekolah nanti, Arka akan sibuk dengan menyambangi suatu tempat guna melaksanakan tugas dan amanat dari Adam yang mengiriminya pesan kemarin tengah malam.     

Bukan pesan yang berisi misi rahasia, namun sebuah pesan untuk menyuruhnya untuk datang mengambil seragam basket yang baru bersama Davina nantinya. Tak ada bantahan juga tolakan yang bisa dikatakan oleh Arka sekarang. Toh juga, memang sudah jadi tugasnya 'kan? Kalau kapten sedang sibuk, maka wakil kapten harus menggantikan.     

"Lain kali," sahut Arka sesaat diam sejenak membentang.     

"Lo gak jadi pergi sama gue?" Davina kini menyahut dengan nada lirih nan samar sebab mulutnya yang masih terisi penuh dengan sesuap nasi soto berkuah cokelat yang sumpah demi apapun, Davira yang melihat si teman dekat menambahkan kecap hampir dua sendok penuh ke dalam kuah soto yang ia pesan sudah membuat Davira merinding. Bukannya apa, kecap itu terlalu manis dan lengket untuknya. Bahkan Davira sendiripun tak bisa membayangkan bagaimana rasa soto yang sukses mengenyangkan perut si teman baiknya itu. Kalau dilihat dari ekspresi Davina sih, makanan itu terlihat begitu enak juga nikmat tanpa ada rasa aneh yang menyertai di setiap suapannya.     

"Lo mau pergi sama Davina? Wah! Lo emang gak setia banget ya jadi sahabat," tutur Davira menatap Arka yang masih fokus mengaduk-aduk semangkuk mie ayam yang dipesannya.     

"Masalah basket. Bukan masalah pribadi," bantah Davina tersenyum kuda.     

"Kenapa kalian gak pacaran aja?" Davira kini terkekeh kecil. Menatap Arka yang jelas memberi tatapan aneh untuknya. Sedikit berdecak lirih sebab kalimat lancang dari Davira barusan membuat suasana canggung tercipta di antara keduanya.     

"Arka sukanya sama lo." Gadis berkuncir kuda yang menyisakan beberapa helai poni rambut yang tipis menutupi jidatnya itu kini menyahut tegas. Tersenyum aneh untuk mengakhiri kalimatnya barusan.     

Davira memantung. Menatap sejenak si teman dekat yang baru saja melontarkan kalimat aneh aksi pembalasan yang sudah membuat Davina sedikit canggung kali ini.     

"Jangan ngada-ngada," tukas Davira menampik. Melirik Arka yang kini tersenyum aneh sembari terus menatap gumalan mie ayam di dalam mangkok yang ada di depannya.     

"Kenapa kalian berdua gak sekalian aja jadi pacar gue," tukas Arka sembari tertawa ringan. Davira yang baru saja mendengar lelucon receh dan murahan milik Arka Aditnya barusan itu kini berdecak ringan. Meletakkan kasar sendok yang ada dalam genggamannya kemudian sigap mengulurkan tangan untuk bisa menjitak kepala sahabatnya itu.     

"Gue bilang gue gak suka lelucon itu," ucapnya mengiringi aksi yang ia lakukan untuk memberi sedikit pembelajaran bagi remaja jangkung berhidung standar di sisinya itu.     

Arka mengangguk sembari tak henti-hentinya tertawa ringan untuk menanggapi leluconnya sendiri. "Oke ... oke."     

"Lo jadi brengsek kayak ...."     

"Oh, Adam!" Davina menyela kalimat gadis di depannya. Seruan nama itu membuat Davira menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa si teman sekelas yang juga merupakan teman perempuan satu-satunya yang dekat dengan Davira itu tak sedang membual untuk menyambung kalimat dari Davira Faranisa barusan. Tentang Adam, si brengsek yang ingin disebut oleh bibirnya guna membandingkan peringai Arka yang suka melontarkan lelucon tak lucu hanya untuk membuat suasana tak canggung juga sedikit ramai yang menjadikannya layak disebut calon si brengsek sebab suka dan banyak bergaul dengan si brengsek yang sesugguhnya.     

"Gue boleh duduk di sini?" tanya Adam pada Davina yang masih mengembangkan senyum manis untuk menyambut kehadiran Adam Laindra Kin bersama gadis menyebalkan yang sudah memasang wajah tak suka sebab melihat Davira di sini.     

"Tentu, lo boleh duduk di sini. Lagian 'kan ini—"     

"Makasih," ucapnya memotong kalimat Davina yang mencoba untuk akrab. Memutar langkah sepasang kaki jenjangnya untuk mengambil tempat kosong di sisi Davira Faranisa.     

Kayla yang awalnya mematung di tempat sembari menghela napasnya kasar itu kemudian mengekori. Tak duduk di sisi remaja idaman sebab bangku sudah penuh dan memilih duduk di sisi Davina atau lebih tepatnya berposisi saling hadap dengan Adam Liandra Kin.     

Siapapun yang melihat posisi duduk antara Adam, Davira, dan Arka Aditnya pasti akan merasa iri! Sebab apa? Sebab dua pria tampan seakan menjadi perisai yang melindungi Davira di lengan kanan dan lengan kirinya. Mengapit duduk gadis yang kini sedikit menjauhkan tubuhnya agar lengannya tak bersentuhnya dengan lengan berotot pepak milik Adam Liandra Kin.     

"Lo mau pesen apa?" tanya Kayla menginterupsi. Tak mau menoleh pada Davira yang juga terkesan tak acuh akan kehadiran mereka berdua dan memilih untuk fokus menghabiskan makanannya lalu segera pergi dari tempat ini.     

"Bakso sama es jeruk. Tolong pesenin sekalian," ucap Adam dengan nada tegas. Mengambil dompet miliknya kemudian mengambil selembar uang dua puluh ribuan guna membayar semua makannya juga makanan milik Kayla Jovanka nantinya.     

Gadis itu melengang pergi. Masih dengan tatapan malas dan ekspresi aneh saat menyadari bahwa tidak ada kata makan bersama dan berduaan dengan Adam Liandra Kin yang akan membuat hati seluruh kaum hawa patah saat ini. Tiga remaja bodoh seusia dengannya itu sudah mengacaukan semuanya! Kayla tak bisa berbuat banyak kalau Adam sudah memutuskan begini. Ia hanya bisa menurut selama itu tak banyak merugikan dirinya.     

"Udah terima chat dari gue?" tanya Adam menyela aktivitas makan ketiga remaja yang ada dalam satu meja yang sama dengannya.     

"Buat apa aku bales chat dari—"     

"Arka bukan kamu. Aku ngobrol sama Arka," kata Adam menghentikan kalimat dari gadis yang ada di sisinya dengan nada lembut. Meliriknya sejenak kemudian memusatkan tatapannya untuk Arka yang baru saja menghentikan seluruh aktivitasnya untuk menatap Adam juga gadis yang kini sejenak diam lalu melanjutkan aktivitas makanya tanpa mau merubah sorot mata atau bereaksi banyak.     

"Hm, gue udah baca." Arka menjawab dengan lirih. Lagi-lagi melirik Davira yang kini mulai dengan tingkah konyolnya mengaduk-aduk nasi ayam yang ada di depannya.     

Baiklah. Sebab jawaban dari Davira Faranisa terkait pertanyaan dari Adam Laindra Kin yang sebenarnya ditujukan untuk Arka, remaja itu kini paham satu fakta yang tak pernah diketahuinya. Adam ... suka mengirim pesan pada Davira Faranisa. Entah memang tak pernah mendapat balasan dari si gadis, atau memang ini adalah kali pertamanya Davira tak membalas pesan itu. Yang jelas, gadis itu kembali menyembunyikan satu fakta tentangnya.     

Arka menghela napasnya. Mencoba tetap berpikir jernih teruntuk sahabat kecilnya yang semakin lama semakin jelas bahwa ia sudah merubah sifatnya tak lagi terbuka kepada Arka.     

"Kenapa gak latihan hari ini?" tanya Arka mengimbuhkan.     

"Mama gue sakit. Masuk rumah sakit kemaren malem." Adam menjawab dengan tegas. Membuat Davina juga Davira kini menoleh bersamaan ke arahnya.     

"Mama lo sakit? Sakit apa?" Davina kini membuka suaranya.     

"Demam," jawab Adam singkat.     

"Jadi gue minta tolong sama kalian buat ambil seragamnya di penjahit. Gue udah kontak penjahitnya, jadi kalian tinggal ambil aja." Adam melanjutkan. Mengatakan satu demi satu kata yang menjadi interuksi tegas nan terdengar berwibawa untuk seorang kapten yang sedang dirundung masalah.     

"Get will soon, untuk mama kamu." Davira melirihkan suaranya. Kemudian kembali memalingkan wajah untuk tak menatap Adam yang sejenak diam kala suara lirih yang khas untuk sepasang telinganya itu terdengar lirih dan begitu menenangkan. Sebab apa? Sebab Davira yang mengatakan itu.     

"M--makasih," katanya gelagapan.     

"Kapan gue bisa jenguk?" Arka kembali menyela. Tak ingin melihat banyak adengan 'wow' bak sebuah drama anak remaja yang sedang saling mencinta.     

"Gak usah, paling dua sampai tiga hari doang mama di rumah sakit. Selebihnya gue bakalan rawat di rumah," jawab remaja berhidung lancip itu tegas.     

Arka mengangguk. "Cepet sembuh buat mama lo."     

Remaja yang ada di sisi Davira kini mengangguk ringan. Kembali memusatkan sorot matanya untuk menatap gadis yang kini mulai melanjutkan aktivitas makanya setelah mendengar kabar mengejutkan dari Adam barusan. Entah mengapa, meskipun remaja brengsek itu sedang dilanda masalah, namun tak terlihat semburat kesediahan dan kekhawatiran yang ada dalam dirinya. Membuat Davira kini mulai mengerti, mungkinkah Adam adalah si badut penghibur yang suka menggunakan topeng dan kostum penuh kelucuannya? Hingga orang-orang berpikir bahwa ia sedang baik-baik saja sebab tingkah konyolnya. Akan tetapi sebenarnya ia sedang sedang kalut dan was-was saat ini. Benarkah ia orang yang seperti itu?     

...To be Continued...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.