LUDUS & PRAGMA

65. Antara Lara, Duka, dan Bahagia.



65. Antara Lara, Duka, dan Bahagia.

0Malam semakin tegas datang menyapa dan mengakhiri agung dan jingganya cahaya senja. Untuk beberapa orang yang sudah melaksanakan tugas hari ini dengan baik, malam adalah hal menggembirakan yang menyudahi segela lelah dan beban yang ada di pundak mereka. Untuk orang-orang baik yang sedang menyandang status bahagia sebab mendapat anugerah dari Yang Maha Kuasa, pungkasnya hari dengan datangnya senja dan berakhir pada sepinya malam yang petang adalah sebuah kesedihan sebab waktu menyudahi kebahagian yang sedang dirasa, dan untuk mereka yang sedang kalut hatinya sebab semesta yang tidak bersahabat kali ini, malam adalah waktu yang tepat untuk memaksa tangis agar berhenti dan sepasang mata agar tertutup untuk melupakan sejenak kesedihan dan kegundahan yang ada dalam hati. Mengakhiri paksa segala pemikiran-pemikiran kotor tentang 'tak sayangnya' semesta pada kita yang sedang dilanda bencana dan malapetaka adalah hal yang berusaha dilakukan oleh Davira Faranisa saat ini. Dengan langkah gontai dan tatapan kosong dengan ekspresi sayu khas orang sedang berada dalam masalah besar, gadis itu memaksa diri untuk terus bisa berjalan menyusuri gang demi gang komplek perumahan tempatnya tinggal. Kali ini, ia mengabaikan takut pada kegelapan malam sebab lampu bercahaya remanglah yang menjadi sumber penerangan utamanya sekarang ini.     
0

Davira lebih takut kalau tubuhnya yang sebenarnya sudah melemas tak bertenaga banyak dengan menahan dinginnya hawa dingin malam itu akan ambruk sebelum dirinya dinyatakan sampai di dalam rumah. Ya, kalau nanti yang menolongnya adalah orang baik berbudi luhur dengan tingkat kesopanan luar biasa yang langsung menghantarkannya ke rumah sakit atau puskesmas terdekat, kalau-kalau ternyata orang yang datang padanya nanti adalah mereka si anak Tuhan yang berwatak iblis layaknya Kayla Jovanka bagaimana? Habislah Davira malam ini. Satu masalah saja sudah membuat keadaannya sangat kacau dan miris, mau ditambah satu masalah baru lagi 'kah?     

"Pakai jaketku," sela seseorang dengan tiba-tiba menutupi tubuh semampai nan mungil milik Davira dengan menggunakan jaket miliknya. Hangat! Tubuh Davira sedikit lebih hangat meskipun tak sehangat saat ia memakaikan selimut dan menyeruput teh hangat sembari setengah berbaring di atas ranjang empuk miliknya.     

Gadis berambut panjang hitam tergerai itu kini menoleh cepat. Menatap perawakan tubuh jangkung yang sudah berdiri tepat di belakang punggungnya sembari tersenyum ramah sesaat setelah berhasil melancarkan aksinya untuk menghangatkan tubuh Davira Faranisa. Bukan 'menghangatkan ' dalam konteks dewasa kau tahu, hanya menghangatkan secara sederhana namun sukses untuk mencuri perhatian gadis itu.     

"Adam?" lirih gadis itu memanggil untuk memastikan bahwa wajah tampan yang sedang dilihatnya saat ini benar remaja brengsek yang akhir-akhir ini selalu sedikit mengusik hatinya.     

"Rumah kamu di depan sana 'kan? Mau aku gendong?" tawarnya sembari mengambil satu langkah untuk mensejajarkan posisinya dengan gadis yang masih diam sebab mencoba mencerna keadaan yang terkesan tiba-tiba itu. Sejak kapan Adam Liandra Kin mengikutinya? Sejak ia turun dari bus? Tunggu, Adam mengikutinya dengan cara terbang di udara sebab tak ada suara langkah kaki yang terdengar di kedua lubang telinga Davira sebelum ini.     

"Aku kuat gendong kamu, kok. Jadi tenang—"     

"Sejak kapan kamu ngikutin aku?" tanya Davira menyela kemudian membuat remaja jangkung dengan poni belah tengah itu sejenak membulatkan matanya sebab nada bicara Davira sedikit tak bersahabat kali ini.     

"Kamu terganggu sama ... ah, maaf. Aku akan pergi kalau gitu," ucap Adam kala melihat ekspresi sayu milik gadis yang kembali memilih diam bungkam tak bersuara. Entah sedang mendengarkan dan mencerna kalimat yang baru saja masuk ke dalam lubang telinganya dengan suara bariton yang khas nan menenangkan hatinya itu atau memang diam sebab Davira sedang tak mau mendengar alasan apapun dan bagaimanapun serta dari siapapun.     

"Aku mau pulang," katanya lirih. Menarik lengan baju Adam dengan menggunakan dua ujung jari bercat kuku merah muda dengan hati-hati sebab tak mau menyentuh permukaan kulit putih susu milik Adam Liandra Kin. Jijik? Ah tidak! Goblok-nya Davira kalau ia jijik menyentuh tubuh remaja yang didapuk sebagai laki-laki paling tampan se-angkatannya itu. Davira hanya ... hanya canggung. Ya, sangat canggung.     

"Huh?"     

"Maksudku ... aku ... lupakan," tutur gadis itu dengan canggung.     

"Aku akan menghantarmu pulang, ayo." Adam memutar langkahnya. Menarik pergelangan tangan Davira untuk membawa tubuh gadis itu berjalan sejajar dan beriringan dengan langkah yang seimbang dan seirama.     

Keduanya kini berjalan ringan. Tak banyak kata yang diucapkan oleh Adam maupun Davira saat ini, hanya diam dengan gadis cantik yang terus saja melirik pergelangan tangannya yang terasa hangat sebab seseorang sedang menghangatkannya dengan memberi genggaman kuat dan rapat, seakan seorang pria yang tak mau kekasihnya lepas dan pergi meninggalkan dirinya lagi.     

"Soal yang tadi ...." Davira kini memecah keheningan. Menatap sekilas Adam yang ikut menoleh setelah mendengar suara Davira yang terdengar sedikit sumbang sebab isak tangis mungkin saja baru reda saat gadis itu turun dari dalam bus kota yang mengangkut tubuhnya untuk bisa pulang ke rumah dengan aman dan selamat.     

Dalam tebakan Adam gadis yang amat dicintainya dan si sahabat sialannya itu pastilah sedang berselisih paham saat ini sebab yang ada dalam ingatannya, Davira pergi bersama Arka yang entah ke mana arah dan tujuannya, namun setelah selang beberapa lama ia menunggu di sisi pohon halte bus dengan harapan penuh Davira akan melintas di depannya itu, gadis pemilik nama lengkap Davira Faranisa itu datang seorang diri tanpa ada suara moge yang memekak dengan pemandangan yang menyiksa hati dan batinnya. Entah semesta sedang memberi kebaikan padanya atau memang ini adalah salah satu alur cerita dalam kehidupannya di masa remaja, Adam bahagia! Sebab apa? Sebab Arka dan Davira sedang tak akur kali ini. Jadi, ini adalah waktu yang tepat untuknya datang sebagai laki-laki baik untuk menenangkan jiwa dan perasaan gadis cantik incarannya.     

"Aku akan merahasiakannya. Aku 'kan sudah berjanji," jawab Adam dengan nada lembut.     

"Bisa kamu lepas tangannya dulu?" tukas gadis itu mengalihkan topik pembicaraan.     

Adam menoleh. Menatap sejenak sepasang lensa pekat bewarna identik dengan miliknya itu kemudian melirik pergelangan tangan Davira yang masih ada dalam genggamannya.     

"Ah, maaf," ucap Adam cepat melepas genggamannya tangannya. Malu? Sedikit. Bodohnya dia itu, mengambil kesempatan dalam kesempitan sih boleh-boleh saja, namun kalau terlalu sempit ya jangan dipaksakan. Nanti jadinya tak hanya malu, tapi malu-maluin.     

"Soal ucapan Arka juga," lirih Davira kembali membuka suaranya. Jujur saja, apapun yang ingin diucapkan oleh Davira teruntuk Adam Liandra Kin semuanya terasa begitu canggung sebab pelukan hangat yang diberikan remaja itu padanya tadi. Untuk Adam, sekali lagi ditegaskan bahwa ia tak pernah menaruh kata canggung dalam kamus percintaanya dengan para gadis muda nan cantik seperti Davira Faranisa, Kayla Jovanka juga Lalita Rahmawati. Akan tetapi untuk Davira, ini adalah pertama kalinya ia mengenal dan berbicara banyak bahkan merasakan hangatnya dada bidang milik remaja laki-laki selain sahabatnya, Arka Aditnya. Jadi, wajar saja kalau ia merasa benar-benar canggung di tengah-tengah kesedihan yang sedang menyelimuti hatinya.     

Adam diam sejenak. Mencoba menimang-nimang kalimat Davira barusan. "Sejujurnya aku ngikutin kamu karena itu," bebernya membuat pengakuan.     

"Karena ucapan Arka tadi?"     

Adam menganggukkan kepalanya. "Aku merasa bersalah, juga ... aku pengen liat kamu sekali lagi."     

Romantis bukan? Tentu! Tapi tenang saja, berucap seperti itu tak pernah menjadi beban pikiran untuk Adam sebab tiada sulit-sulitnya sama sekali untuk bergombal ria pada gadis yang sudah menjadi targetnya. Katakan saja seperti bakat hebatnya adalah membual bak buaya berhidung belang.     

"Kamu gak perlu merasa bersalah. Justru aku yang—"     

"Syukur bisa liat kamu sedikit lebih baik dari yang tadi," tuturnya memotong kalimat milik Davira.     

"Makasih udah mau nemenin pulang," jawab gadis itu memelankan langkahnya dan berhenti saat dirasa posisinya sudah pas untuk melakukan adegan perpisahan dengan Adam Liandra Kin.     

"Hm," erang remaja berhidung lancip itu dengan lirih.     

"Jaketnya ...."     

"Bawa aja dulu, kembaliin besok." Adam kembali menyela. Mengakhiri kalimatnya dengan senyum manis yang sumpah demi apapun itu sangat menawan hati.     

"Adam ...." Davira kembali membuka bibirnya, menghentikan niat remaja yang baru saja ingin kembali melanjutkan langkahnya agar sampai ke halte bus dan segera kembali ke rumah sakit tempat mamanya dirawat setelah lega sudah hatinya melihat senyum tipis di wajah gadis yang sedikit meresahkan hatinya sebab perpisahan antara mereka sebelum ini bisa dikatakan sangat tidak mendukung.     

"Get well soon buat mama kamu," tutur gadis itu dengan nada ringan.     

"Hm, makasih." Adam tersenyum mengakhiri kalimatnya. Menganggukkan kepalanya ringan kemudian kembali memutar tubuhnya dan mengambil langkah untuk pergi.     

"Adam ...."     

Lagi? Ya! Mau tak mau Adam harus kembali memutar tubuh jangkungnya sebab panggilan yang kini semakin tegas sebab posisinya yang juga semakin jauh dari Davira.     

"Soal permintaan kamu tentang jadi orang kedua setelah Arka ...." Davira diam sejenak. Memenggal kalimatnya itu dengan embusan napas singkat untuk meyakinkan dirinya bahwa ia akan mengatakan ini sekarang juga.     

"Soal itu ...."     

"Kalau kamu ragu, jangan memaksakan—"     

"Aku akan mulai memikirkannya," ucap gadis itu menyela kalimat Adam. Baiklah, wajah Adam tak sedang memerah bak kepiting rebus 'kan saat ini? Entahlah yang jelas ia tak bisa menahan senyum mengembang di atas paras tampannya. Seakan mendapat lampu kuning yang mulai meredup akan berubah menjadi hijau, itulah keadaannya saat ini.     

"Aku akan menunggunya." Remaja berponi itu kini melambai ringan, tersenyum tegas mengakhiri kalimat dan aksinya kali ini. Untuk kesekian kalinya ia kembali memutar tubuh dan melangkah pergi menjauh dari posisi Davira berdiri.     

"Adam!" teriak Davira lagi. Tak langsung memutar tubuhnya seperti sebelum ini, remaja itu sejenak menunduk untuk menyembunyikan senyum manis yang jujur saja, ia tak dongkol dengan aksi Davira yang terus saja menahannya agar tak segera pergi, namun ia bahagia. Tingkah konyol gadis itu benar-benar mengemaskan!     

"I Love You!"     

... To Be Continued ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.